“My Second Love is My Last Love” Part_1


Second Love Part_1 by. HaeGhie1815

Second Love Part_1 by. HaeGhie1815

_______________________________________________________

Cast : Han Cheonsa, Lee Donghae Lee Jongsuk

Cast other : Super Junior member, Lee Family, Lee Donghan

_______________________________________________________

“예 선배님 (Ye seonbaenim) Ya senior, aku sudah membelikan semua pesananmu… ya aku masih dijalan… ya aku sudah hampir sampai… ya… ya… ya…” seru seorang gadis yang tengah kewalahan menjawab panggilan masuk ke ponselnya.

Pip~

“Selalu saja seperti ini, kalau bukan karena dia atasanku mana mau aku diperlakukan seperti ini” keluhnya setelah panggilan itu berakhir.

“Dia itu benar-benar menyebalkan dan cerewet. Rasanya wajar jika akhirnya dia menjadi perawan tua, lagipula laki-laki mana yang mau memacari wanita seperti penyihir tua itu” lanjutnya geram karena semakin kerepotan dengan berbagai macam kantung belanjaan yang dibawanya.

“Harusnya dia sedikit berbaik hati padaku, setidaknya suruhlah salah seorang dari karyawannya untuk mengantarkanku atau kalau perlu dia sendiri yang sesekali turun tangan membantuku untuk membawa semua belanjaan bodoh ini. Kalau bukan karena dia aku tidak akan mau bertahan bekerja ditempat itu. Dan kalau bukan karena aku benar-benar membutuhkan uang untuk membiayai sekolah adikku sudah kupastikan aku sudah angkat kaki sejak dulu” jeritnya kesal sambil terus berjalan menyusuri jalanan Apgujeong-dong yang selalu ramai.

Ia terus saja menggerutu disepanjang jalan dengan dengan langkah yang sedikit terseok-seok. Sampai tak dipedulikannya lagi orang-orang yang memandang aneh padanya karena yang ada dikepalanya saat ini hanyalah segera sampai ketempat kerjanya. Segera memberikan tas-tas belanjaan yang sangat membebaninya itu.

“Yak, yak, yak (한천사) Han Cheonsa, kau ini kemana saja eoh? Kenapa lama sekali baru sampai? Kau tau aku sudah menunggumu hampir dua jam lebih dan kau baru datang sekarang” amuk seorang wanita berumur 37 tahun itu saat anak buahnya tiba dan menghampirinya.

“죄송해요 선배님 (Jwesonghaeyo sunbaenim) Maafkan aku senior, jalanan terlalu ramai hari ini, lagipula barang bawaanku hari ini lebih banyak dibandingkan biasanya jadi aku…”

“Apa kau pikir aku akan mentolelir semua kesalahanmu?” selanya ketus membuat gadis itu hanya menunduk lesu sambil mengangsurkan tas-tas belanjaan itu didekat meja kerjanya. “Bukankah sudah ku katakan berulang-ulang kali padamu untuk tepat waktu. Kenapa kau terus saja memilih berjalan kaki bukannya naik taksi? Kau selalu saja menggunakan ongkos taksi yang kuberikan untuk keperluan lain. Kau selalu saja membuat kepalaku pusing. Sekarang keluarlah, kau boleh pulang tapi besok jangan lagi kau ulangi. Ingat itu” begitulah akhir dari ceramah panjang seorang wanita bernama (박정인) Park Jung In itu kepada karyawannya yang selalu pasrah dengan semua amukannya.

“Ye sunbaenim, sekali lagi maafkan aku” balas gadis itu sambil membungkukan tubuhnya dan segera keluar dari ruangan atasannya yang menyebalkan itu.

“Lagi?” tanya seorang pria jangkung yang muncul secara tiba-tiba dihadapannya.

“Ini semua karena ulahmu, harusnya aku sudah angkat kaki sejak dulu dari sini. Bekerja dengannya sangat menguras tenaga dan emosiku” jawabnya kesal.

“Kau harus lebih bersabar lagi menghadapinya. Nona Park memang seperti itu, tapi sebenarnya dia wanita yang sangat baik. Percayalah padaku” balas pria itu dengan senyum hangat yang menghiasi wajahnya yang tampan.

“Yayaya, terserah kau saja” katanya jengkel berusaha mengakhiri perbincangan mereka sebelum moodnya semakin buruk. “Kalau begitu aku pulang duluan, (연사) Yeonsa pasti sudah menungguku dirumah” pamitnya.

“Baiklah, hati-hati dijalan, maaf aku tidak bisa mengantarkanmu pulang” balasnya sambil melambaikan tangan.

“Memangnya kapan kau bisa benar-benar mengantarkanku. Aktor terkenal sepertimu mana mungkin punya waktu sekedar untuk mengantarku pulang kerumah” gumamnya setelah keluar dari gedung tempatnya bekerja agar tak tertangkap dengar oleh pria yang menjadi lawan bicara tadi.

Cheonsa side

Wellmade STARM agency adalah tempatku bekerja selama kurang lebih tiga tahun lamanya. yang meagency yang menaungi aktor dan aktris yang terkenal seperti (하지원) Ha Jiwon, (이전혁) Lee Junhyuk, (이종석) Lee Jongsuk dan masih banyak lagi.

Aku bisa bekerja diagency itu karena bantuan dari seorang teman yang sebelumnya pernah bekerja disana. Waktu itu ia sengaja meminta bantuanku untuk menggantikan posisinya beberapa pekan sebagai asisten dari Park Jung In sunbaenim yang menurutku seperti penyihir tua itu selama masa cutinya hamilnya. Tapi nyatanya justru aku harus menggantikannya total sampai sekarang, sampai hampir tiga tahun lamanya.

Wanita itu sebenarnya tidak sejahat yang sering kukatakan, ada kalanya ia tampak seperti malaikat tapi setiap kali masa datang bulannya datang atau saat moodnya buruk ia terus saja menyiksaku. Menyuruhku ini dan itu, hal-hal yang merepotkan seperti hari ini contohnya.

Pekerjaan ini awalnya terasa menyenangkan karena aku bisa keluar masuk tempat itu dan bertemu dengan beberapa artis yang bernaung didalamnya. Tapi setelah beberapa bulan berlalu aku mulai lelah dan selalu ingin berhenti dari pekerjaan itu. Penyebabnya hanya karena bekerja dengan seorang perawan tua yang menyebalkan, yang selau membuatku stres berkepanjangan dan terkadang merasa benar-benar tertekan karenanya.

Orang-orang terdekatku terus saja berusaha menyemangatiku. Terlebih lagi setiap aku pulang kerumah dan bertatap muka dengan adik perempuanku. Adik yang menjadi satu-satunya anggota keluarga yang kumiliki di dunia ini. Melihat dan mengingat bahwa ia membutuhkan biaya untuk terus melanjutkan pendidikannya, itulah yang selalu membuatku kembali mendapatkan kekuatanku untuk terus bekerja disana menjadi asisten nona Park.

Hingga beberapa bulan setelahnya semangatku yang hampir sepenuhnya berakhir kembali lagi, seratus kali lebih bersemangat dari sebelumnya karena seorang pria tampan yang selama dua tahun ini menjadi kekasihku. Ia terus saja memberikanku dukungan dan semangat. Selalu menguatkanku agar tak mudah menyerah dalam segala hal termasuk pekerjaanku yang masih kujalani saat ini. Lee Jongsuk.

Semua orang pasti tidak akan percaya jika aku mengatakannya, tapi itu memang kenyataannya. Pria itu benar-benar kekasihku. Yah, meskipun hubungan kami terbilang rahasia. Tak seorangpun mengetahuinya kecuali orang-orang terdekat kami bahkan pihak agencynya pun tidak mengetahui tentang hubungan kami. Itu karena kami sangat berhati-hati dan selalu berusaha menjaga hubungan kami dengan baik agar tak ketahuan

Tidak perlu kujelaskan mengapa kami melakukannya karena kuyakini hampir semua orang tau bahwa di negara ini resikonya terlalu berbahaya,  jika mengingat statusnya yang sebagai seorang publik figure dan diriku yang bukan siapa-siapa ini. aku bisa saja mati atau dikucilkan habis-habisan oleh penggemarnya jika sampai hubungan kami ketahuan oleh publik. Kujamin seratus persen bahwa penggemarnya tidak akan mungkin bisa menerimaku dengan baik jika mereka tahu itu.

Drrt~ Drrt~

Getar ponsel membuatku segera kurogoh saku hoddie dengan semangat. Kuhentikan langkahku sejenak tepat didepan gerbang sekolah yang selalu kulalui hampir setiap harinya.

“Datanglah ke apartemenku nanti malam. Aku rindu makan malam berdua denganmu”

Begitulah pesan singkat yang dikirimkan Jongsuk padaku. Pesan singkat darinya membuat moodku yang buruk segera berubah menjadi baik seketika. Rasanya senang bukan kepalang karena ini berarti kami akan berkencan malam ini setelah beberapa minggu ini kami jarang bertemu. Dia terlalu sibuk dengan kegiatannya diluar. Jadwalnya yang padat selalu saja menjadi penghalang bagi hubungan kami.

“Aaauuuw” jeritku seketika karena sebuah benda mendarat tepat diatas kepalaku.

“Uups…” suara kaget seorang bocah laki-laki yang segera berjalan menghampiriku. “아쭘마 (Ajhumma) Bibi kau tidak apa-apakan?” tanyanya polos membuat mataku mendelik kesal padanya.

“뭐 아쭘마? (Mwo ajhumma?) Apa bibi?” pekikku tak percaya karena bocah ini berani memanggilku dengan sebutan ajhumma. Setua itukah aku, pikirku sambil memegangi kepalaku yang ternyata terkena lemparan bekas kaleng minuman yang jatuh ditanah tak jauh dari tempatku berdiri saat ini.

“Maaf… aku tidak sengaja…” katanya sambil berkali-kali membungkukkan tubuhnya dihadapanku.

“Ya… ya sudahlah. Kali ini kau kumaafkan tapi lain kali jangan diulangi lagi, perbuatanmu ini bisa saja membahayakan orang lain” balasku tak mau ambil pusing.

“Tapi ajhumma tunggu dulu…” cegahnya.

“Apalagi, aku sudah memaafkanmu. Sekarang pulanglah…”

“Ajhumma keningmu berdarah” selanya yang langsung membuat tanganku bergerak otomatis menyentuh keningku yang memang terasa berdenyut akibat insiden barusan.

“Oh ini hanya luka kecil, kau tidak perlu khwatir. Sekarang pulanglah…” bocah itu tiba-tiba saja menarik tanganku untuk mengikutinya sampai kesalah satu ayunan yang terletak tak jauh dari situ.

“Ajhumma duduklah” perintahnya membuatku bingung. “Aku bilang duduk” katanya yang sekarang sudah memaksaku untuk menuruti perintahnya sebelum kemudian ia mulai sibuk mengaduk isi ranselnya dan mengeluarkan selembar plaster kecil dan sapu tangan.

“Ah, biar aku saja yang…”

“Ajhumma diamlah, biar aku saja” selanya lagi berusaha menepis tanganku.

Membuatku mau tak mau hanya pasrah dengan perlakuannya. Pertama ia basahi sapu tangannya dengan air dari botol minumnya kemudian mengusapkan secara perlahan di keningku yang terluka baru setelahnya ia mulai memasangkan plaster untuk menutupi lukaku dengan perlahan.

“Selesai” katanya dengan senyum kaku yang ia tunjukkan padaku.

“Terima kasih” kataku kaku mengingat perlakuan bocah laki-laki ini yang terbilang aneh bagiku.

“Karena sudah selesai aku pulang dulu ajhumma” pamitnya sopan tapi entah mengapa lagi-lagi panggilan ajhumma itu membuatku kesal.

“Hei, berhentilah memanggilku dengan sebutan ajhumma. Panggil aku 누나 (nuna) kakak” sergahku.

“Tapi kau tidak terlihat seperti seorang nuna makanya aku memanggilmu dengan sebutan ajhumma” balasnya yang membuat mulutku sedikit menganga karena tak percaya mendapati seorang bocah seukuran dia bisa berkata seperti itu padaku.

“Hei adik kecil berapa umurmu sampai kau berani memanggilku dengan sebutan ajhumma?” tanyaku kesal.

“Lima tahun” jawabnya cuek dan segera berbalik hendak meninggalkanku.

“Gila, kenapa anak seumuran itu sudah bisa berkata seperti itu padaku. Aku berani jamin pasti orang tuanya tidak bisa mengajarinya dengan baik” gerutu yang sepertinya terdengar oleh bocah itu sehingga dia kembali berjalan kearahku.

“내 아빠 (nae appa) ayahku, mengajariku banyak hal” katanya ketus membuatku jadi salah tingkah.

“Ehmm, maaf” cengirku sedikit tak enak hati karena ternyata dia benar-benar mendengar ucapanku barusan.

Ia kembali berbalik dan berhenti di sebuah halte kecil didekat gerbang sekolah seperti sedang menunggu seseorang. Entah mengapa aku jadi sedikit penasaran dengan bocah ini sehingga aku kembali mendekati bocah itu dan ikut duduk disebelahnya. Ia tidak tampak terusik dengan kehadiranku. Bocah itu tetap duduk dengan kedua kaki kecilnya yang diayun-ayunkannya karena tak tak bisa mencapai tanah.

“Hei adik kecil kenapa kau malah duduk disini? Kenapa kau tidak pulang, kau bilang tadi mau pulang? Langit sudah hampir gelap” tanyaku mencoba membuka percakapan.

“Aku sedang menunggu jemputan” jawabnya.

“Memangnya dimana rumahmu?” tanyaku lagi tapi tidak langsung dijawabnya ia malah menatapku penuh curiga. “Yak jangan menatapku seperti itu. Aku hanya sekedar bertanya karena anak kecil sepertimu tidak baik jika sendirian ditempat seperti ini” jelasku sedikit kesal.

“Aku tinggal di (광진구, 자양 삼동) Gwangjin-gu, Jayang Sam (3)-dong” jawabnya sambil terus menatap mobil-mobil yang berlalu lalang.

“Wah, kebetulan sekali. Rumahku juga di Gwangjin-gu” seruku riang karena rumah kami berada di kawasan yang sama. “Hei, aku tidak sedang berbohong” tambahku lagi karena dia kembali menatapku dengan aneh.

Kulirik jam yang melingkar ditanganku sudah menunjukkan pukul enam sore, “Begini saja, bagaimana kalau aku antarkan kau pulang sekalian aku pulang kerumah. Lagipula rumah kita kan dekat” tawarku. “Anggap saja ini sebagai balasan terima kasihku karena kau sudah mengobati lukaku” tambahku dengan mengulaskan senyum manisku padanya. “Tenang saja, aku tidak akan berbuat jahat padamu. Tampangku ini bukan tampang penjahat, aku terlalu cantik untuk menjadi penjahat” sambungku penuh percaya diri.

Setelah sekian detik akhirnya bocah itu setuju dan mau kuantarkan pulang. Segera kustop salah satu taksi yang hendak melintas didepanku.

“Masuklah” kataku mempersilahkan bocah itu masuk duluan.

“아저씨 (Ajhussi) Paman, antarkan kami ke Gwangjin-gu” seruku pada supir taksi tersebut yang langsung melajukan taksinya.

Ongkos taxi yang diberikan nona Park yang tadinya mau kuberikan pada adikku akhirnya benar-benar harus kugunakan untuk ongkos taxi. Tapi ya sudahlah, mungkin hari ini memang aku harus sedikit dermawan pada bocah ini. Aku mana tega melihat anak seusianya dijam segini masih berada diluar rumah. Bukankah seharusnya saat ini ia sudah berada didirumahnya.

***

(이동한) Lee Donghan, nama bocah laki-laki yang secara tidak sengaja kutemui sore ini dalam perjalanan pulangku menuju rumah. Itu yang kuketahui setelah berhasil mengajaknya mengobrol selama diperjalanan. Meski aku yang selalu mengajukan banyak pertanyaan dan dia hanya menjawab pertanyaanku saja tanpa balas bertanya.

Bocah ini cenderung pendiam dan kaku tidak seperti bocah lain yang seusianya. Kalau bocah lainnya yang kutahu pasti sangat lincah dan pastinya akan sangat aktif dalam berbicara, bertingkah jenaka dan menyenangkan. Sedangkan dia, hanya duduk diam menghadap kejendela yang berada disisinya, memperhatikan jalanan yang ramai dan hanya akan bersuara setiap kali aku mengajukan pertanyaan.

Aku jadi penasaran seperti apa orang tuanya. Apakah mereka jarang mengajaknya berkomunikasi sampai jadi setenang ini, pikirku. Setiap kali aku memperhatikannya yang terus duduk diam seolah aku tak ada didekatnya.

“우와아아 대박 (Huwaaa daebakk) Wauuuw hebat” seruku setelah keluar dari dalam taksi. “Donghan, kau benar- tinggal disini?” tanyaku masih takjub dan tak percaya bahwa anak ini tinggal di apartemen mewah.

The Sharp Starcity apartement building C, rasanya wajar jika aku tampak begitu terkejut setelah mengetahui bahwa anak kecil yang ku antarkan pulang ini tinggal dilingkungan yang terbilang elit ini. Ini kali pertama aku melangkahkan kakiku kedalam gedung ini. Gedung yang hanya dengan mendengar namanya saja bisa membuatmu takjub. Sebagai seorang ELF aku begitu mengenal tempat ini. Karena disinilah idolaku tinggal. Super Junior.

“Ajhumma” panggil Donghan segera membuyarkan lamunanku. “Kau tidak berniat mengantarkanku sampai kedalam?” pertanyaannya mampu membuat mataku berbinar.

“Memangnya boleh?” tanyaku lebih terdengar seperti sebuah permohonan.

“Memang ada yang melarangmu untuk masuk?” tanyanya ketus dan tanpa permisi langsung mengandeng tanganku, membuatku hanya menurut saja mengekori bocah ini menuju lift.

“Lantai berapa?” tanyaku berniat membantunya memencet tombol lift yang sulit dicapainya.

“Lantai sebelas” jawabnya dengan nada ketusnya yang baru kusadari bahwa sedari tadi selalu digunakannya.

“가짜 (Kajja) Ayo” ajaknya yang lagi-lagi langsung menyeretku sesuka hatinya menyusuri koridor dan berhenti didepan apartemen bernomor 1102.

Entah mengapa tubuhku secara otomatis berbalik menatap pintu apartemen yang kebetulan berseberangan dengan apartemen Donghan. Pintu itu seolah memiliki kekuatan magis karena sudah berhasil menyihirku secara seketika untuk mendekat. Jemariku mulai menyusuri setiap coretan yang memenuhi pintu dan tembok disekelilingnya.

“Aku sedang tidak bermimpikan? Ini dorm mereka. Dorm 오빠들 (oppadeul). Dorm idolaku” gumamku sepenuh hati mengagumi apartemen itu.

“Ajhumma” lagi-lagi panggilan bocah itu merusak semua lamunanku.

“왜 (Wae?) Kenapa?” tanyaku sewot karena sedari tadi lamunanku selalu dibuyarkan.

Bocah itu hanya berdiri sambil menunjuk ke alat pengaman pintu yang terpasang cukup tinggi. Membuatku mengerti bahwa sekali lagi dia tidak bisa mencapainya. Dalam hati aku berharap bocah ini segera tumbuh tinggi agar tidak begitu merepotkan orang lain hanya sekedar untuk membantunya mencapai sesuatu yang ia butuhkan seperti saat ini. Tanpa perlu bertanya Donghan yang entah mengapa mempercayaiku langsung menyebutkan kombinasi angka yang menjadi password pintu apartemennya.

“Sekarang masuklah, aku harus segera pulang” kataku menyuruhnya segera masuk tapi anak itu bukannya masuk ia malah melirikku dengan tatapan yang aneh. “Kenapa lagi? Kau tidak sedang memintaku untuk tinggal dan menemanimu disini kan?” tanyaku yang entah mengapa mulai bisa menebak isi dikepala bocah yang kupikir aneh ini.

“Kau tidak berpikir untuk meninggalkan seorang anak kecil yang sedang kelaparan ini sendirian kan ajhumma?” tanyanya balik seperti orang dewasa yang membuatku merasa konyol seketika. “Aku benar-benar sedang kelaparan sekarang dan aku tau didalam sedang tidak ada makanan yang bisa langsung kumakan” keluhnya yang langsung berhasil membuatku merasa perasaan tidak tegaku yang berlebihan ini kambuh.

Hatiku terlalu lemah untuk menghadapi orang yang memelas dihadapanku terlebih lagi jika seorang anak kecil seperti dirinya. Aku benar-benar tidak tega.

“Baiklah, aku akan masuk kedalam dan memasak makan malam untukmu tapi setelah itu kau harus membiarkan aku pulang” kataku pasrah dan kemudian ikut masuk kedalam.

Apartemen ini cukup luas pikirku setibanya didalam. Aku terus saja mengekori Donghan yang kini sudah duduk di meja makan yang bersebelahan dengan dapur. Segera ku tarik salah satu kursi dimeja makan itu dan kugeletakkan tasku disana lalu menyambar celemek yang tersampir didekat kulkas kemudian memakainya. Kubuka pintu kulkas dihadapanku dan mengambil beberapa bahan makanan didalamnya yang bisa ku olah.

“Donghan-ah, bagaimana kalau kubuatkan nasi goreng dan telur gulung saja?” tanyaku padanya yang sedari tadi terus ternyata terus memperhatikanku.

“Terserah” jawabnya datar membuatku sedikit kecewa.

“Jawablah dengan lebih bersemangat, jangan seperti itu aku jadi tidak bersemangat kalau kau begitu” singutku membuatnya tampak menghela napas panjang.

“파이팅 아쭘마 (Fighting ajhumma) Semangat bibi” katanya mengangkat kedua tangannya yang dikepalkan dengan lemas.

“Ckckckc, apa seperti itu caramu memberi semangat. Kau harus lebih tulus mengucapkannya” protesku sambil menghampirinya dan lagi-lagi membuatnya menghela napas seperti sebuah persiapan.

“Fighting ajhumma” ulangnya kali ini dengan senyum yang sedikit dipaksakan membuatku harus menahan tawa karena tingkahnya yang memang terlihat lucu.

“이구, 넌 너무 곂다 (Aigoo, neon neomu kyeopta) Ya ampun, kau benar-benar menggemaskan” seruku berjongkok dihadapannya sambil mencubiti pipinya dengan gemas.

Perlakuanku yang barusan berhasil membuat pipinya merona merah mungkin karena terlalu malu. Jika dipikir-pikir lagi anak ini sebenernya memang lucu sekaligus menggemaskan dengan perilakunya yang memang sedikit berbeda. Meski ini baru pertama kalinya kami bertemu tapi rasanya aku sudah cukup menyukai anak ini.

“Oh ya, seingatku sedari tadi kau terus saja menyebut appa, appa dan appa. Bagaimana dengan ibumu?” tanyaku sambil sibuk mengiris daun bawang. “Donghan-ah, kau mendengarkanku kan?” tanyaku lagi menghentikan sejenak aktivitasku karena tak mendapatkan respon darinya dan mendapatinya menunduk lesu. “Kau kenapa?” segera kuhampiri dirinya karena merasa khawatir.

Ia tampak begitu sedih, kesedihannya tampak begitu jelas tergambar diwajahnya yang seperti mengingatkanku pada seseorang. Wajahnya tampak tidak asing bagiku.

“내 엄마 (nae eomma) Eommaku sudah disurga” lirihnya membuat napasku tercekat seketika.

Segera kudekap erat tubuhnya secara refleks. Kuusap lembut punggungnya, berusaha menenangkan persaannya yang kuyakin saat ini sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Apalagi setelah melihat reaksi dan raut wajahnya yang tiba-tiba saja meredup.

“Donghan sayang, maaf ya. Ajhumma tidak bermaksud membuatmu sedih” ucapku dan perlahan dapat kurasakan tangan kecilnya berusaha membalas pelukanku.

Rasanya lega dan senang karena ia mau membalas pelukanku. Aku terus memeluknya untuk beberapa saat hingga kurasa ia mulai kembali tenang.

“Sekarang ajhumma akan menyelesaikan makan malammu dengan cepat. Kau pasti sudah benar-benar kelaparan kan” ujarku sambil sedikit menggelitik perutnya, membuatnya terkekeh karena kegelian.

“고마워요 아쭘마 (Gomawoyo ajhumma) terima kasih bibi” ucapnya tulus membangkitkan semangatku untuk segera menghidangkan nasi goreng terlezat untuknya.

***

“Yipie, nasi goreng dan telur gulungnya sudah selesai” seruku sambil membawakan sepiring nasi goreng yang sudah kubentuk dengan sedemikian rupa hingga menyerupai teddy bear lengkap dengan telur gulung yang akan menambah napsu makannya.

“Huwaaa, rasanya sayang untuk dimakan jika bentuknya sebagus ini” ucapnya dengan reaksi yang terasa lebih santai tidak kaku dan datar seperti sebelumnya.

“Meskipun bentuknya bagus tetap saja ini makanan, jadi harus dimakan. Ayo dimakan sekarang sebelum dingin” kataku menanggapinya.

“Ajhumma tidak ikut makan?” tanyanya bingung karena aku hanya menyiapkan seporsi untuknya.

“아니 (Ani) Tidak, kau saja” jawabku. “Apa kau mau ajhumma suapi?” tawarku membuatnya mendelik kaget.

Tanpa perlu menunggu jawaban darinya segera saja kuraih sendok yang sedari tak disentuhnya dan mulai menyendok nasi gorengnya dan… “A… buka mulutmu”.

Ia sempat tersenyum lebar sebelum membuka mulutnya dan menerima suapan dariku. Membuatku merasa sangat senang dan puas karena itu kali pertamaku mendapati bocah itu bisa tersenyum tanpa rasa kaku sedikitpun.

“Enak?” tanyaku penasaran menunggu reaksinya.

“어, 너무, 너무, 너무 맛있다 (Eoh, neomu, neomu, neomu masitta) Oh, sungguh, sungguh, sungguh enak” jawabnya sambil mengacungkan kedua ibu jarinya dihadapanku membuatku reflek memeluknya lagi karena begitu senang dengan reaksinya.

Aku terus menyuapinya dengan sabar sambil terus menggodanya. Kini Donghan tampak lebih manusiawi menurutku karena sudah lebih berekspresi. Dia tersenyum lebar, tertawa lepas dan banyak bersuara tidak seperti sebelumnya. Rasanya sangat lega bisa melihat anak ini ternyata masih sama seperti anak-anak lain pada umumnya.

Ia bersikap seperti tadi mungkin karena dia belum begitu mengenalku jadi kurasa dia memang butuh menyesuaikan diri terlebih dahulu padaku, pikirku. Selesai makan dan membereskan dapur kusempatkan diri untuk menemaninya sebentar lagi diruang tengah sambil menunggu appanya pulang. Tapi sudah hampir pukul sembilan malam appanya belum juga pulang.

“Donghan-ah, apakah appamu masih lama?” tanyaku yang sudah mulai bosan menunggu.

“Ajhumma sudah mau pulang ya?” balasnya membuatku mengangguk pasrah. “Appa pasti akan pulang malam lagi” katanya lesu.

“Apa appamu selalu pulang larut malam?” tanyaku penasaran.

“Hemm, appa terlalu sibuk” jawabnya sedih.

“Lalu kau akan sendirian menunggunya sampai malam?” tanyaku lagi.

“Tidak juga, biasanya ada ajhumma yang dulu merawatku tapi ajhumma itu sudah berhenti bekerja jadi biasanya samcheon-samcheonku yang akan menemaniku” jelasnya.

“삼촌 (Samcheon?) Paman?” tanyaku bingung.

“Iya. Aku punya banyak samcheon yang sering menemaniku tapi sepertinya malam ini tidak ada yang datang. Mungkin mereka juga sedang sibuk bekerja” jawabnya lagi yang semakin membuatku tak tega meninggalkannya sendirian kalau begini ceritanya.

***

Pada akhirnya terpaksa kuputuskan untuk tetap tinggal dan menemani Donghan yang malang ini hingga ia terlelap dengan diriku yang ikut berbaring ditempat tidurnya. Kubiarkan ia terlelap dengan menjadikan lenganku sebagai tempatnya bersandar. Sebagai bantalnya. Kutepuk-tepuk dengan lembut punggungnya karena saat ini ia tidur menyamping sambil melingkarkan tangannya dipinggangku. Mulutku masih bersenandung pelan meski kuyakini ia sudah benar-benar lelap sekarang.

Meski baru beberapa jam aku mengenalnya tapi entah mengapa, rasanya aku sudah mulai menyayanginya. Bahkan terasa sangat menyayanginya. Kuperhatikan lagi dengan seksama wajahnya yang semakin membuatku yakin bahwa garis wajahnya sangat mirip dengan seseorang. Tapi aku tidak ingat siapa itu.

“Sudah hampir jam dua belas malam appanya belum juga pulang. Appa macam apa yang membiarkan anaknya menunggu berjam-jam seperti ini” gerutuku tak habis pikir karena ayah Donghan tak kunjung tiba. “Yeonsa pasti sangat mengkhawatirkanku. Ini pertama kalinya kau tidak pulang kerumah dan kali pertama aku meninggalkannya dirumah sendirian. Mana ponselku mati, aku jadi tidak bisa mengabarinya” keluhku kesal.

Kudengar pintu depan terbuka menandakan seseorang datang tepat saat aku hendak beranjak dari tempat tidur Donghan.

“Donghan sayang, apa kau dirumah” suara seorang pria bergema memenuhi seisi apartemen ini dan terdengar suara derap langkahnya yang semakin mendekat ke kamar ini.

Krek~~

Pintu kamar itu terbuka tepat disaat aku hampir berhasil melepaskan pelukan Donghan yang begitu kencang. Membuatku kehilangan keseimbangan dan segera terjatuh dari ranjang yang berukuran kecil itu.

Tapi kenapa tidak terasa sakit pikirku yang sedari tadi menutup mataku. Kubuka perlahan kedua mataku dan ternyata kudapati seseorang berhasil menangkapku. Mata kami saling bertemu, aku bahkan tak bisa berkedip menatapnya. Seorang pria yang sangat familiar di bagiku juga ingatanku.  Pria yang dulu berhasil membuatku jatuh hati meski aku hanya bisa melihatnya dari jarak yang begitu jauh. Pria yang juga berhasil membuatku patah hati meski aku tak pernah memilikinya dan ia tak pernah mengenalnya.

“Kau…”

Cheonsa side end

 

 

~ TBC ~

Categories: Fanfiction | 7 Komentar

Navigasi pos

7 thoughts on ““My Second Love is My Last Love” Part_1

  1. sukma

    Penasaran sama part selanjutnya, ditunggu yaa ka part yang selanjutnya

  2. wah choensa lupain acara makan malamnya ya karna nemenin donghan??… ditunggu part selanjutnya…

  3. Ping-balik: “My Second Love is My Last Love” Part_2 | 한 천사 (Han Cheonsa)

  4. Ping-balik: “My Second Love is My Last Love” Part_3 | 한 천사 (Han Cheonsa)

  5. refi

    wah ini ceritanya menarik bgt, jadi penasaran part selanjutnya… hehehe ijin baca yg autor.. :))

Berani baca, berani komentar dong...^^~

Blog di WordPress.com.

S P I C Z Y

Wlcome to my Alter Ego...

Elfishy Siwonnie World

This Blog is dedicate to My Beloved Boys, Donghae & Siwon

My World Fanfic

Just My Fanfiction!!

Aprilia SapphireBlue World's

FICTION WORLD WITH MY IMAGINATION....

Sweet Caramel

My Sweety

Choniegyu Fan Fiction

Dedicate To Our Evil Magnae "Our Gyuhyun"

KPDK Fanfiction

Just For Fanfiction

The Story About Love

Love don’t cost a thing; except a lot of tears, a broken heart, and wasted years.

SpeciAll Sapphire Blue

All About Super Junior -SpeciAll-

My Room

Tempat kami berbagi imaginasi melalui fanfiction

FFindo

FanFic For Friends

Voldemort's Porch

Spoiled rich and a total bitch.

VJ Heru

Penulis humor yang kurang pamor.

Dazzlesme

Let it flow with your talent

Catatan Kika

Sebuah Catatan Kecil Dari Orang Yang Ingin Besar

== HaeLien ==

Planet for Lee Donghae the Alien

elf501

My World is Korean Pop

Superjunior Fanfiction 2010

All about fanfictions with Super Junior as the main characters!

Korean Chingu

Like Korea Love Indonesia ^^