Fanfiction

“My Second Love is My Last Love” Part_7


part7

Second Love Part_7 by.HaeGhie1815

_______________________________________________________

Cast : Han Cheonsa, Lee Donghae, Lee Jongsuk

Cast other : Super Junior member, Lee Family, Lee Donghan

_______________________________________________________

Dua hari telah berlalu sejak malam itu. Malam dimana Cheonsa dan Donghae saling menguak masa lalu keduanya. Masa lalu yang ternyata menjadi jembatan penghubung diantara mereka. Penghubung yang mempertemukan keduanya setelahnya. Seperti sekarang.

 

“Oppa…” seru Cheonsa yang segera berlari keluar menyusul Donghae yang ternyata masih didepan pintu. “Punyamu ketinggalan” dijulurkannya sebuah amplop putih yang tadi tergeletak di meja makan kehadapan Donghae.

 

“Itu untukmu, Donghan dan Yeonsa” Donghae hanya tersenyum dan bersiap untuk pergi. “Pokoknya kalian bertiga harus datang nanti malam. Ingat ya, aku tidak ingin kalian telat datang diacara penting itu. Sampai bertemu nanti malam” katanya setelah itu menghilang dibalik pintu yang kembali ditutupnya rapat.

 

***

 

Gymnastic stadium. Disinilah Cheonsa, Donghan dan Yeonsa malam ini. Ternyata amplop yang diberikan Donghae pagi tadi sebelum ia pergi adalah tiket konser Super Junior yang bertajuk Super Show. Ketiganya duduk dibangku VIP yang berhadapan langsung dengan panggung. Berada ditengah-tengah ribuan ELF yang sudah memadati stadium untuk menyaksikan penampilan idola mereka setelah cukup lama tidak melakukan comeback.

 

“Donghan apa kau senang?” bisik Cheonsa pada bocah laki-laki yang kini duduk tenang diantara dirinya dan Yeonsa.

 

“Kapan appa dan samcheondeul muncul?” tanyanya balik.

 

“Sebentar lagi” seru Yeonsa mencoba mengimbangi suara riuh ELF yang memadati seisi stadium.

 

“Kau sudah tidak sabar ya?” Donghan hanya menganggung menanggapi Cheonsa.

 

Rasanya entah sudah berapa lama Cheonsa tidak merasakan perasaan seperti ini. Perasaan berdebar saat berada ditengah-tengah sapphire blue ocean. Berada ditengah-tengah ELF memang merupakan hal yang sudah lama tak dilakoninya lagi setelah hari itu. Hari dimana ia bersungguh-sungguh untuk berhenti menjadi seorang fangirl. Tapi entah mengapa hari itu kembali hadir malam ini.

 

Ia kembali terseret kedalam pesona sapphire blue ocean yang sebenarnya begitu ia rindukan setelah selang beberapa tahun lamanya. Perhatian dan hatinya seolah kembali kemasa-masa itu. Kembali berkat seseorang bernama Lee Donghae dan seorang bocah kecil yang begitu disayanginya, Lee Donghan.

 

“Ajhumma konsernya sudah mulai” seru Donghan menyadarkanku dari lamunan tentang masa lalu.

 

“Huwaaa, mereka benar-benar keren” Yeonsa memekik takjub dengan kemunculan member Super Junior yang tampak begitu berkilauan malam ini.

 

Cheonsa tidak mampu lagi berkata-kata setelah kemunculan mereka diatas panggung. Konser yang baru saja dimulai sudah cukup mencuri perhatiannya. Tak lagi dihiraukannya seluruh ELF yang sudah larut terbawa suasana konser. Pandangannya terus fokus pada penampilan pria-pria tampan diatas panggung itu, hanya sesekali saja ia melirik Donghan guna memastikan apakah bocah itu tidak merasa jenuh. Nyata setiap kali ia melirik kearahnya, Donghan sudah ikut larut dalam suasana konser bersama Yeonsa.

 

Hingga tanpa terasa konserpun telah usia, setelah empat jam memanjakan ELF dengan penampilan mereka yang benar-benar memukau. Membuat siapapun yang berada didalam Gymnastic stadium malam ini seperti tersihir karena terlalu terbawa dalam suasana bahagia sekaligus mendebarkan yang diciptakan para superman mereka diatas panggung.

 

***

 

“Bagaimana penampilan kami tadi?” tanya Leeteuk penuh semangat setibanya Cheonsa, Donghan dan Yeonsa di backstage atau lebih tepatnya diruang ganti Super Junior.

 

“Kalian benar-benar keren oppa” jawab Yeonsa dengan hebohnya sambil mengacungkan kedua ibu jarinya kepada Leeteuk yang segera disambut bahagia oleh beberapa member yang masih belum kehabisan tenaga.

 

“Apa kau menikmati konser kami malam ini?” tanya Donghae pada Cheonsa yang datang dengan Donghan dalam gendongannya.

 

“Tentu saja, penampilan kalian sangat menghibur. Kalian berhasil menghipnotis seisi stadium” jawab Cheonsa menyerahkan Donghan kedalam pelukan Donghae untuk segera direbahkan diatas sofa. “Donghan sampai ketiduran beberapa menit sebelum konser usai, itu semua karena ulah Yeonsa yang mengajaknya heboh selama konser berlangsung” cibir Cheonsa sembari melirik kearah Yeonsa yang masih asik berkelakar dengan member lain diujung ruangan.

 

“Baguslah kalau kau senang. Kau juga pasti lelah karena menggendong Donghan sampai kesini” Donghae membelai pipi Donghan pelan kemudian mengecupnya penuh kasih sayang.

 

“Hyung kalian ikut makan malam bersama malam ini kan?” tanya Ryeowook yang kini menghampiri Donghae dan Cheonsa.

 

“Sepertinya kami tidak bisa ikut, aku harus segera mengantarkan mereka pulang. Lagian mereka sepertinya sudah kelelahan” jawab Donghae setelah melirik Donghan dan Cheonsa bergantian.

 

“Baiklah kalau begitu” Ryeowook hanya mengangguk tanda ia mengerti.

 

“Lebih baik kau ajak Yeonsa, sepertinya gadis itu masih memiliki cukup energi tapi kau harus mengantarnya pulang dengan selamat” usul Donghae membuat wajah Ryeowook bersemu.

 

“Oppa, kau harus menjaga adikku dengan baik. Antar dia pulang dalam keadaan utuh, kalau sampai berkurang seujung kuku saja aku akan benar-benar mengulitimu nanti” gurauan Cheonsa berhasil membuat Ryeowook sedikit kekurangan nyalinya.

 

“Aku ganti baju dulu baru setelah itu kita pulang” Cheonsa hanya menanggapi dengan senyum sebelum Donghae bergegas keruang ganti yang satunya lagi.

 

***

 

“Lusa aku akan berangkat ke Jepang untuk melangsungkan konser disana” Donghae dan Cheonsa sudah berada didalam lift menuju ke lantai 11 apartemen mereka dengan Donghan yang masih lelap dalam gendongannya.

 

“Iya aku sudah tahu, kau sudah mengatakannya berkali-kali. Lantas kau mau katakan berapa kali lagi” balas Cheonsa mengingatkan Donghae bahwa ia terus saja mengingatkan hal yang sama berulang kali.

 

“Aku hanya ingin memastikan bahwa kalian akan baik-baik saja selama aku tidak ada” dalihnya tidak terima dengan reaksi Cheonsa yang seolah mengatakan bahwa Donghae mulai pikun.

 

“Tenanglah, kau tidak perlu cemas, kami akan baik-baik saja selama kau pergi. Aku akan menjaga putramu dengan baik seperti aku menjaga Yeonsa selama ini” tegas Cheonsa sambil berjalan keluar lift setelah mereka sampai dilantai 11. “Menurutku malah justru kau yang seharusnya menjaga dirimu baik-baik selama tour nanti”

 

“Memangnya aku kenapa?” tanya Donghae tak mengerti.

 

“Kau tidak sadar oppa?” balas Cheonsa.

 

“Entahlah, aku tidak mengerti maksudmu” Donghae tampak mengedikkan bahunya.

 

“Aigoo, oppa kau tidak ingat berapa umurmu sekarang ini. Jangan terlalu lincah saat berada diatas panggung. Kau sudah semakin tua oppa, jadi kau harusnya menghawatirkan dirimu sendiri bukannya sibuk mengkhawatirkan kami” terang Cheonsa setelahnya ia tertawa terpingkal-pingkal mendapati reaksi Donghae yang setengah tidak percaya karena dan setengahnya lagi kesal karena gurauan Cheonsa.

 

“Yak Han Cheonsa, awas kau ya” jeritnya yang sedikit tertahan karena takut Donghan terbangun dalam gendongannya sedangkan Cheonsa sudah lebih dulu berlarian dikoridor menuju apartemen mereka.

 

***

 

“Oppa kau sedang apa? Kenapa jam segini belum juga tidur?” tanya Cheonsa mengejutkan Donghae yang masih berada diruang tengah.

 

“Yak, kenapa kau selalu saja mengejutkanku sih…” pekik Donghae karena benar-benar kaget dengan kemunculan Cheonsa yang begitu tiba-tiba.

 

“Maaf” dengan sedikit aegyeo berhasil membuat Donghae tidak jadi melanjutkan kalimatnya.

 

“Aku sedang membereskan isi koperku” jelas Donghae yang duduk dilantai kembali sibuk berkutat dengan koper berwarna hijau dihadapannya membuat Cheonsa yang sedari tadi penasaran segera mendekat dan mulai duduk disofa memperhatikannya.

 

“Kau sendiri kenapa belum tidur? Katanya tadi kau mengantuk” tanya Donghae.

 

“Tadinya sih, tapi sekarang rasa kantukku lenyap karena Yeonsa belum juga pulang” jawab Cheonsa masih asik memperhatikan Donghae yang memunggunginya.

 

Tiba-tiba saja tangan Cheonsa terulur kedepan bergerak-gerak seolah hendak menggapai punggung Donghae. Namun sedetik kemudian ia berhenti dengan tampang kecewanya.

 

“Mungkin sebentar lagi juga mereka pulang…” ujar Donghae “Nah, akhirnya selesai juga” serunya kemudian berbalik dan mendapati Cheonsa kini tengah menatapnya dengan tatapan yang sulit untuk diartikannya.

 

“Kalian berdua sedang apa?” aksi saling tatap keduanya segera berakhir dengan kekikukan diatara mereka setelah detik berikutnya Yeonsa muncul tanpa mereka sadari. “Kenapa kalian belum tidur?” tanyanya lagi.

 

“Kau pikir karena apa aku belum tidur selarut ini? Tentu saja karena menunggumu yang belum juga pulang” jawab Cheonsa ketus.

 

“Lalu oppa, kenapa kau juga belum tidur?” tanyanya lagi berusaha menginterupsi Donghae yang sedari tadi terus menggaruk tengkuknya yang sepertinya tidak gatal.

 

“Aku… aku sedang membereskan koperku… sekalian menunggumu pulang” jawab Donghae tampak gugup membuat Yeonsa segera memicingkan matanya yang sipit. Menatap kedua makhluk dihadapannya dengan penuh kecurigaan.

 

“Hahahaha, kalian ini seperti orang tua yang sedang menunggui anak gadisnya pulang larut malam saja” tawa Yeonsa meledak sudah dihadapan keduanya.

 

“Enak saja, aku belum setua itu untuk memiliki seorang anak gadis seusiamu” protes Cheonsa tidak terima tapi ia memilih untuk melirik kearah Donghae.

 

“Terus maksudnya aku yang sudah pantas memiliki anak gadis seusia Yeonsa” protes Donghae setelah sadar makna dibalik lirikan Cheonsa.

 

“Iiish sudah-sudah, kenapa kalian jadi meributkan usia dimalam selarut ini, sebaiknya sekarang kita kekamar eonni dan oppa sebaiknya sekarang kau istirahat saja. Aku tahu kau sangat letih setelah seharian beraktivitas. Besok kan kau harus berangkat pagi-pagi” Yeonsa segera menarik Cheonsa untuk kembali kekamarnya atau mungkin lebih tepatnya segera melerai keduanya agar tidak terjadi perang dunia akibat meributkan masalah usia.

 

***

 

“Kalian yakin tidak mau mengantarku sampai kebandara?” tanya Donghae berusaha memastikan tapi lebih terdengar sebagai sebuah permohonan.

 

“Tidak oppa, sebaiknya kau berangkat saja dengan member lain” tolak Cheonsa. “Lagian manager kalian sudah lama menunggu di bawah, jadi sebaiknya kau berangkat sekarang sebelum ketinggalan pesawat. Aku juga harus bersiap-siap mengantarkan Donghan sekolah, jadi kau berangkat sendiri saja ya”

 

“Appa annyeong” Donghan jadi ikut-ikutan mengusir Donghae membuat pria itu diliputi rasa kecewa yang menghiasi wajah tampannya.

 

“Kenapa wajahmu begitu kusut hyung?” tanya Ryeowook setibanya Donghae didalam van mereka.

 

“Cheonsa dan Donghan benar-benar tega padaku…” keluh Donghae segera menempati tempat kosong disebelah Eunhyuk. “Mereka seperti mengusirku pagi ini padahal sebelumnya mereka bilang mau ikut mengantarku kebandara tapi nyatanya pagi ini mereka langsung berubah pikiran begitu saja”

 

“Hahahaha, biasanya juga kau berangkat kebandaran sendiri tapi kenapa sekarang kau jadi merengek sperti anak kecil begini” komentar Eunhyuk dengan tawa renyahnya membuat Donghae jengkel seketika pada couplenya.

 

“Kau sudah memberitahu eommamu bahwa hari ini kau akan berangkat kan hyung?” ingat Kyuhyun.

 

“Hemm, aku sudah menghubungi eomma kemarin, mungkin hari ini ia akan datang untuk menjaga mereka selama aku tidak dirumah” ujar Donghae.

 

“Wah, kau semakin berlebihan Hae. Kita ini hanya pergi tour selama tiga hari tapi kau harus memanggil eomma mu untuk datang dari Mokpo ke Seoul hanya untuk menjaga seorang bocah laki-laki beserta satu wanita dewasa dan satu wanita nyaris dewasa” cibir Heechul tanpa mengalihkan perhatiannya dari gadget kesayangannya.

 

“Aku tidak sedang berlebihan hyung, aku hanya mengantisipasi kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi selama aku tidak ada bersama mereka” protes Donghae yang malah dihadiahi tatapan sanksi dari Heechul, Eunhyuk, Ryeowook dan Kyuhyun yang berada satu van dengannya.

 

***

 

“Eonni aku pergi dulu, mungkin aku tidak pulang malam ini karena akan menginap dirumah Hyerin. Donghan, nuna pergi dulu ya” pamit Yeonsa pada Cheonsa yang sedang sibuk menyiapkan bekal Donghan yang masih duduk sambil memperhatikan Cheonsa.

 

“Hati-hati dijalan” balas Cheonsa dan detik berikutnya terdengar suara pintu yang kembali ditutup.

 

“Ajhumma, kalau Yeonsa nuna tidak pulang berarti malam ini kita hanya berdua ya?” tanya Donghan polos.

 

“Kenapa? Apa kau tidak senang hanya berdua saja dengan ajhumma?” balas Cheonsa.

 

“Tidak, aku justru sangat, sangat senang, itu berarti aku bisa puas bermain dengan ajhumma sepulang sekolah nanti” Donghan tampak turun dari kursinya dengan seruan riangnya membuat Cheonsa tidak bisa menahan kekehannya karena bocah dihadapannya itu semakin menggemaskan dari hari kehari.

 

“Yeonsa, kenapa kau balik lagi…” seruan Cheonsa berhenti tepat setelah mendengar suara pintu yang kembali terbuka dan detik berikutnya seorang wanita paruh baya tengah berdiri dihadapannya lengkap dengan senyum hangat yang menghiasi wajahnya yang terlihat ramah.

 

“Halmeoni” Donghan segera berlari menghampiri wanita tersebut dan memeluknya.

 

“Aigoo, cucuku. Kau semakin tampan dan tumbuh dengan baik. Rasanya sudah cukup lama aku tidak mengunjungimu. Halmoni sangat merindukanmu” seru wanita yang ternyata adalah ibu Donghae, nenek dari Donghan itu segera membalas pelukan cucu laki-lakinya dengan erat.

 

Cheonsa masih berdiri ditempatnya, matanya sampai tidak berkedip sedikitpun saking kagetnya dengan kedatangan nyonya Lee yang tiba-tiba seperti ini. Ia masih memperhatikan nenek dan cucu itu saling melepaskan rindu diantara keduanya.

 

“Annyeong Cheonsa-ya” sapaan nyonya Lee segera mengembalikan kesadaran Cheonsa dari lamunannya.

 

“Ye… ye… annyeong haseyo Samonim/nyonya!” balas Cheonsa kikuk.

 

“Samonim?” wanita itu tampak terkekeh mendengar sebutan yang diberikan Cheonsa padanya “Kau tidak perlu memanggilku seformal itu, panggil saja Eommoni” lanjutnya dengan senyum yang hangat yang kembali menghiasi wajahnya.

 

“Ah ye… eommoni” balas Cheonsa gugup.

 

“Tapi… bagaimana… anda bisa mengetahui namaku… aku bahkan belum memperkenalkan diri?” tanya Cheonsa segera setelah kesadarannya kembali dari keterkejutannya tadi. “Ah, pasti Donghae oppa” serunya setelah berhasil menemukan jawaban dari pertanyaannya sendiri.

 

Sesuai permintaan Donghae kepada eomma nya. Hari ini nyonya Lee benar-benar datang ke Seoul atau lebih tepatnya datang ke apartemennya untuk menemani Cheonsa, Donghan dan Yeonsa selama ia menjalani tournya. Dan nyonya Lee dengan senang hati menyanggupi permintaan putra bungsunya itu, apalagi ia memang sudah sangat merindukan cucunya Donghan sekaligus ingin segera bertemu dengan Cheonsa. Donghae secara diam-diam sudah bercerita cukup banyak tentang Cheonsa pada eomma nya, itulah yang membuat nyonya Lee semakin bersemangat untuk menemui Cheonsa.

 

“Senang bisa bertemu denganmu, ternyata kau benar-benar cantik” pujinya membuat Cheonsa sedikit salah tingkah.

 

“Ye eommoni, senang juga bisa bertemu dengan anda” balas Cheonsa dengan wajah bersemunya.

 

***

 

Cheonsa side

 

Setelah selesai mengantarkan Donghan ke sekolahnya aku tidak langsung pulang ke apartemen karena jika segera pulang begitu saja rasanya akan sangat canggung berdua saja dengan nyonya Lee disana. Meskipun wanita itu bersikap hangat padaku itu tidak menjadikan rasa canggungku hilang dengan mudah. Alhasil aku justru tertarik untuk jalan-jalan sebentar dikawasan Apgujeong ini sambil menunggu jam pulang Donghan.

 

Rasanya lumayan lama aku tidak berkeliling menyusuri jalanan ini, pikirku. Jalanan yang selalu ramai dengan pejalan kaki yang selalu terburu-buru disetiap pagi saat jam masuk kantor, siang hari di jam makan siang dan sore hingga malam hari saat jam pulang kantor. Berjalan menyusuri jalanan ini kembali membawa ingatanku pada hari-hari sibukku dulu saat masih bekerja pada nona Park.

 

Aku terus saja berjalan sambil mengingat kenangan-kenangan itu hingga tanpa saadar kini aku sudah berdiri tepat didepan gedung Wellmade STARM. Sebuah kantor agency tempatku dulu bekerja. Jujur aku begitu merindukan tempat ini, tempat yang dulunya seperti rumah kedua bagiku. Tempat yang penuh dengan cerita suka dan dukaku. Rasanya terlalu banyak kenangan yang pernah kualami selama disini. Aku sungguh merindukan tempat ini.

 

“Eoh Cheonsa”

 

Jantungku rasanya hampir copot saat mendapati nona Park menemukanku tengah berdiri menatap gedung dihadapanku. Dan semakin diperparah setelah menyadari kehadirannya bersama pria itu. Lee Jongsuk.

 

“Oh… annyeong seonbaenim” sapaku kaku “Annyeong Lee Jongsuk-sshi” pria itu hanya membalas sapaanku dengan senyum kakunya.

 

“Kau sedang apa disini? Kenapa tidak masuk saja kedalam? Aku begitu merindukanmu, kau kemana saja? Beberapa hari yang lalu aku datang kerumahmu untuk menemuimu tapi ternyata rumahmu sudah digusur. Ada apa denganmu? Lalu sekarang kau tinggal dimana” nona Park mulai memberondongku dengan begitu banyak pertanyaan.

 

Ia tampak begitu senang karena bertemu denganku tapi tidak begitu denganku. Aku bukannya tidak senang bertemu dengannya, hanya saja mungkin kadar senangku berbeda dengan yang ia rasakan. Mataku tidak bisa luput dari tautan tangan pria dan wanita itu. Perasaanku seolah tengah digelitik. Hingga detik berikutnya pria itu mencoba melepaskan tautan dijemari mereka setelah menyadari tatapanku yang mungkin terlihat sedikit kentara dimatanya.

 

“Cheonsa, kenapa kau tidak mendengarku? Bagaimana kalau sekarang kita minum teh dulu diruanganku, kita bisa mengobrol dulu setelah cukup lama tidak bertemu?” tawar nona Park tanpa mengurangi rona bahagia itu dari wajah cantiknya.

 

Namun aku segera menolak niat baiknya itu, “Maaf seonbaenim, mungkin lain waktu saja karena hari ini aku sudah memiliki janji dengan seseorang”

 

“Ah baiklah kalau begitu, tapi kau harus janji padaku bahwa lain waktu kau mau minum teh bersamaku. Aku sangat merindukanmu” tampak raut kekecewaan diwajahnya yang sedikit membuatku jadi merasa tidak enak hati.

 

“Eumm, aku janji. Aku akan menghubungimu lain kali agar kita bisa bertemu lagi” balasku berusaha mengulaskan senyum tulusku pada wanita itu. “Kalau begitu aku pergi dulu” pamitku padanya dan segera berbalik pergi setelah sempat melihat ekspresi pria itu yang kuyakini terus saja tidak berhenti menatapku.

 

“Hati-hati dijalan Cheonsa” seru nona Park tidak membuatku berniat untuk berbalik lagi sekedar melambaikan tangan padanya.

 

Kalau tahu akan begini jadinya, sebaiknya tadi setelah mengantarkan Donghan aku pulang saja. Mungkin akan jauh lebih baik jika merasa canggung dibanding merasakan kembali kesedihan itu menjalari perasaanku setelah hampir sepekan ini berusaha ku enyahkan. Aku benci perasaan ini kembali lagi. Aku juga benci harus melihat pasangan itu hadir dihadapanku.

 

“Han Cheonsa, kau harus bisa melupakan pria itu, kau harus bisa merelakannya untuk wanita itu. Berhentilah menyakiti dirimu sendiri, bukankah ini sudah menjadi keputusanmu dan kau tidak boleh merubahnya. Kau tidak boleh goyah Han Cheonsa” gumamku pada diri sendiri karena kesal.

 

Tiba-tiba saja sebuah mobil berhenti dan memotong jalanku seenaknya disalah satu gang sepi yang kulalui. Membuatku terkejut setengah mati. Rasanya kekesalanku bertambah beberapa kali lipat karena ulah pengemudi itu.

 

“Kau” jantungku semakin berdegup kencang bukan hanya karena mobil tersebut mengejutkanku. Melainkan karena mengenali pria yang mengemudikan mobil tersebut.

 

“Kita perlu bicara sekarang” katanya segera menarikku masuk kedalam mobilnya tanpa mempedulikan aksi penolakanku.

 

Lee Jongsuk. Pria itu adalah Lee Jongsuk. Pria yang baru beberapa menit yang lalu bertemu kembali denganku. Kali ini ia berhasil membawaku pergi dengan paksa. Mendudukanku dibangku penumpang yang berada tepat disebelah bangku kemudinya. Wajahnya tampak begitu serius sekarang dengan rahangnya yang tampak mengeras. Aku hanya bisa terdiam, membiarkannya melajukan mobilnya. Entah sampai kemana ia akan membawaku.

 

Cheonsa side end

 

 

Jongsuk side

 

Aku begitu terkejut sekaligus senang dengan kehadirannya pagi ini setelah sepekan lebih aku berusaha mati-matian mencarinya. Sehingga rasanya begitu amat disayangkan jika aku kembali melepaskannya begitu saja kali ini, makanya kuputuskan untuk segera mengejarnya sebelum ia semakin jauh. Aku sengaja berbohong pada Jung In dengan mengatakan ada sedikit keperluan dengan teman dekatku Woobin. Beruntungnya karena ia belum pergi jauh dan aku jadi bisa menyusulnya.

 

Mungkin aku terlihat begitu kasar dimatanya setelah menariknya paksa untuk mengikutiku. Tapi itu semua kulakukan semata-mata agar aku tidak lagi kehilangannya. Aku butuh waktu untuk bersamanya. Butuh waktu untuk mengobati rasa rinduku setelah kehilangan jejaknya. Aku terlalu merindukannya, merindukan gadisku. Gadis yang begitu kucintai hingga detik ini.

 

“Bagaimana kabarmu?” tanyaku berusaha mengakhiri keheningan diantara kami.

 

Ia tetap diam tidak bereaksi dengan terus menatap jalanan diluar sana melalui kaca jendela mobilku yang berada disebelahnya.

 

“Kau kemana saja selama ini? Sekarang kau tinggal dimana?” tanyaku lagi.

 

Ia tetap berkeras untuk tidak menggubrisku. Rasanya begitu menyakitkan melihat perlakuan acuhnya padaku. Terlalu menyakitkan. Sungguh.

 

“Aku merindukanmu, sangat merindukanmu” lirihku kemudian berhasil mengalihkan perhatiannya sehingga ia mulai menatapku saat ini.

 

“Omong kosong” cibir Cheonsa dengan sebuah senyum sinis diwajahnya yang baru pertama kalinya kudapati.

 

Sebenci itukah dirinya padaku. Apakah aku sungguh tidak lagi mengisi hatinya. Apakah ia sudah benar-benar berhasil melupakanku hanya dalam hitungan hari. Kenapa ini jadi terasa semakin menyakitkan untukku. Segera kuhentikan mobilku ditepi jalan yang paling dekat dengan sebuah taman kecil karena saking tidak percaya mendapati reaksi seperti itu darinya.

 

“Berhentilah bicara omong kosong padaku Jongsuk-sshi” lagi, ucapannya lagi-lagi seperti menghujam jantungku dengan sebuah belati.

 

“Apa kau tidak bisa menemukan kejujuran dimataku? Aku sungguh-sungguh merindukanmu…”

 

“Tidak” ia segera menyela ucapanku dengan geram “Sedikitpun aku tidak percaya dengan ucapanmu. Bagiku semua yang kau katakan hanyalah sebuah omong kosong yang tidak berarti dan tidak pernah ingin kudengar”

 

“Percayalah, tatap saja mataku untuk membuktikannya” pintaku dengan sungguh.

 

“Berhenti, berhentilah karena aku benar-benar sudah muak sekarang. Kau aktor yang hebat jadi kurasa kau bisa saja membohongiku denganke ahlianmu berakting. Kau bisa saja membohongiku dengan semua omong kosongmu” bentaknya semakin membuat hatiku hancur berkeping-keping.

 

Ia sungguh tidak mempercayai ucapanku. Tidak mempercayai perasaan yang masih kumiliki untuknya. Sebegitu bencikah ia padaku.

 

“Kali ini kau sungguh melukai perasaanku, kau menghancurkanku dengan tidak lagi mempercayai kejujuranku. Apakah perasaanku padamu seperti sebuah lelucon bagimu?” tanyaku dengan rasa getir bersarang didadaku.

 

“Ya, kau benar. Bagiku kini semua, kata apapun yang kelak akan kau lontarkan padaku hanyalah sebuah lelucon. Lelucon yang sama sekali tidak lucu, tidak menghibur tapi justru hanya akan membuatku semakin geram” jawabnya mantap lengkap dengan nada dinginnya yang terlalu menyakitkan dipendengaranku.

 

“Tapi aku masih mencintaimu, hanya mencintaimu” kata-kataku kali ini berhasil menghentikannya saat ia hendak keluar dari mobilku.

 

Ia kembali membalikkan tubuhnya menghadapku. Kembali menatapku dengan tatapan tak percaya.

 

“Meskipun kau masih mencintaiku atau aku masih mencintaimu itu tidak akan bisa merubah segalanya. Hubungan kita sudah berakhir dan tidak akan kembali seperti sedia kala hanya karena kita masih saling mencintai. Bagiku saat ini kau tidak ubahnya seperti sebuah mimpi yang takkan pernah nyata sekalipun aku terus berusaha dan mengharapkannya. Jadi kumohon berhentilah, berhentilah Jongsuk-sshi” balasnya kemudian benar-benar meninggalkanku yang membeku karena ucapannya barusan.

 

Aku tahu kau masih mencintaiku. Aku tahu kau masih belum melupakanku. Kau tidak sepenuhnya membenciku Han Cheonsa. Kini aku jadi semakin yakin bahwa setidaknya aku masih memiliki setitik harapan agar kau bisa kembali padaku. Kembali kedalam hubungan yang pernah kita jalani dulu.

 

“Setelah ini aku tidak akan lagi melepaskanmu Cheonsa, aku berjanji pada diriku sendiri untuk berusaha memperjuangkanmu. Tidak peduli dengan situasi apapun yang nantinya akan kembali menghalangi kita” lirihku mulai menghapus air mataku yang mengalir entah sejak kapan dengan punggung tangan dan segera tersenyum setelah mendengar kata-katanya barusan.

 

Jongsuk side end

 

 

Cheonsa side

 

“Aiish, kau memang bodoh Han Cheonsa, kenapa kau harus berkata seperti itu tadi. Bagaimana kalau si bodoh itu jadi salah mengartikan ucapanmu. Kau harus segera melupakannya. Kau harus segera merelakannya bodoh” rutukku sembari mengacak poniku kesal setelah sadar dengan kata-kata yang kuucapkan pada Jongsuk sebelum meninggalkan pria itu tadi.

 

Give me a perfect day. Oh I’ll stay, by your side

 

Segera kurogoh saku hoddieku setelah mendengar nada dering ponselku. Segera ku terima panggilan yang masuk tersebut setelah mendapati nama Lee Donghae tertera disana.

 

“Yeoboseyo?”

 

“Kau tidak lupa untuk menjemput Donghan kan? Ini sudah hampir siang, sebentar lagi Donghan pulang sekolah”

 

Ya ampun Han Cheonsa. Segera kutepuk keningku karena hampir saja melupakan Donghan karena pria bodoh yang baru saja kutemui tadi.

 

“Ya oppa, aku sedang dalam perjalan menuju sekolah Donghan” jawabku cepat sambil berusaha menghentikan taksi yang lewat untuk mempersingkat waktu.

 

“Baguslah kalau begitu, aku baru saja sampai di Jepang. Apa kau sudah bertemu dengan eomma ku?” tanya pria itu dari seberang sana.

 

“Ya, aku sudah bertemu dengan beliau pagi tadi sebelum mengantar Donghan kesekolah” jawabku lagi sambil memasuki taksi yang berhasil kuhentikan.

 

“Maafkan aku karena tidak sempat memberitahukan padamu bahwa eomma ku akan menginap di apartemen selama aku berada di Jepang. Aku hanya merasa tidak tenang saja jika membiarkan kalian dirumah tanpa pengawasanku. Kau tidak apa-apakan?” aku masih mendengarkan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkannya sembari memberitahukan tempat tujuanku kepada supir taksi yang kutumpangi ini.

 

“Tidak apa-apa oppa, Donghan juga kelihatannya sangat senang dengan kehadiran eomma mu aku juga senang bisa bertemu dengan beliau. Beliau sangat ramah dan baik padaku” kali ini bayangan nyonya Lee yang memang bersikap baik padaku mulai berkelebatan di ingatanku.

 

“Aku senang mendengarnya, kuharap kalian bisa lebih akrab nantinya. Yasudah hati-hati dijalan dan jaga diri kalian baik-baik” pesannya padaku.

 

“Ya oppa, kau juga jaga dirimu baik-baik. Istirahatlah yang cukup jangan terlalu memaksakan dirimu. Penampilan sempurna itu memang penting tapi kesahatanmu juga tidak kalah pentingnya. Jadi jika ada waktu untuk istirahat, pergunakanlah waktumu dengan baik untuk benar-benar beristirahat. Sudah dulu oppa aku sudah hampir sampai didepan sekolah Donghan. Annyeong oppa” balasku ikut berpesan padanya sebelum sambungan kami berakhir.

 

Cheonsa side end

 

 

Donghae side

 

“Ya oppa, kau juga jaga dirimu baik-baik. Istirahatlah yang cukup jangan terlalu memaksakan dirimu. Penampilan sempurna itu memang penting tapi kesahatanmu juga tak kalah pentingnya. Jadi jika ada waktu untuk istirahat pergunakanlah waktumu dengan baik untuk benar-benar beristirahat. Sudah dulu oppa aku sudah hampir sampai didepan sekolah Donghan. Annyeong oppa”

 

Entah mengapa mendengarkan pesan darinya mampu membuatku senang. Tak bisa kuhentikan senyum lebarku yang terus menghiasi wajah tampanku ini.

 

“Biasanya orang pertama yang akan dihubungi olehmu itu eomma mu atau Donghan, tapi sekarang kenapa jadi Cheonsa yang pertama kali kau hubungi” sindir Heechul hyung padaku.

 

“Jangan senyum-senyum sendiri seperti orang bodoh hyung, kau bukan lagi remaja yang baru jatuh cinta” ledek Kyuhyun menatapku sejenak sebelum kembali sibuk dengan laptopnya.

 

“Memangnya benar ya Donghae sedang jatuh cinta?” tanya Sungmin hyung keheranan.

 

“Yak, kalian ini kenapa sih? Aku kan hanya menghubunginya untuk mengingatkan jam pulang sekolah Donghan” sewotku.

 

“Hae, akui saja kalau kau memang sudah jatuh hati padanya. Benar apa kata Kyu, kau sudah bukan lagi bocah remaja yang akan merasa tersipu dan malu-malu saat jatuh cinta” kali ini giliran Eunhyuk yang ikut-ikutan meledekku membuatku tidak bisa menahan diri untuk tidak melemparkan botol air mineral yang ada dalam genggamanku kearahnya.

 

“Sekarang aku jadi mengerti Hae” ujar Leeteuk hyung mulai bergabung.

 

“Mengerti apa hyung?” tanyaku sedikit penasaran.

 

“Aku jadi mengerti bahwa ada makna dibalik pertemuan kalian ini” jawabnya.

 

DEG~

 

Jantungku mendadak berdetak dengan cepat karena jawaban dari Leeteuk hyung seolah memang ada benarnya.

 

“Kurasa juga begitu hyung, bukankah selalu ada makna dibalik sebuah pertemuan. Mungkin saja Tuhan memang sudah menakdirkan kalian untuk bertemu meskipun baru sekarang kalian dipertemukan” sahut Siwon yang sedari tadi sibuk berselancar di media sosialnya.

 

“Jangan membuang kesempatan yang ada didepan matamu Hae, jika kau memang menyukainya akui saja. Toh saat ini kau tengah sendiri dan hubungan Cheonsa dengan kekasihnya itu bukankah sudah berakhir. Sepertinya tidak ada salahnya untuk memulainya” Yesung hyung yang sedari tadi hanya mendengarkan perbincangan ikut angkat bicara.

 

“Lagi pula Donghan juga menyukainya, jadi sepertinya tidak akan ada masalah. Sekarang yang kau butuhkan adalah usaha, jika kau menyukainya kejar dia dan dapatkan hatinya” kini Kangin hyung juga ikut angkat bicara.

 

“Sudah lima tahun lebih berlalu, kau berhak membuka lembaran baru dengan wanita lain yang sudah berhasil mencuri hatimu. Donghan masih membutuhkan figur seorang ibu. Aku yakin Hankyo disana juga tidak akan keberatan jika kau mulai membuka hatimu. Terlebih lagi ini untuk Cheonsa. Han Cheonsa. Gadis kecil yang pernah ikut mengisih hari-harinya dulu” ujar Leetuk hyung yang segera diamini oleh member lainnya.

 

“Kami akan mendukungmu Hae” Shindong hyung menghampiri dan menepuk bahuku.

 

Aku hanya bisa terdiam mendengar penuturan mereka. Mungkin yang mereka katakan memang benar adanya. Dibalik pertemuan kami mungkin memang ada maksud tersendiri. Perasaan ini, mungkin juga aku mulai menyukainya atau malah mulai mencintainya. Sepertinya memang tidak akan ada salahnya jika aku berusaha untuk memulainya. Mulai membuka hatiku untuknya. Untuk seorang gadis bernama Han Cheonsa.

Donghae side

 

~ TBC ~

Categories: Fanfiction | Tinggalkan komentar

“My Second Love is My Last Love” Part_6


part6

Second Love Part_6 by.HaeGhie1815

_______________________________________________________

Cast : Han Cheonsa, Lee Donghae, Lee Jongsuk

Cast other : Super Junior member, Lee Family, Lee Donghan

_______________________________________________________

 

Donghae side

 

“Annyeong haseyo” sapaan dari segerombol mahluk-mahluk yang pagi ini memang sengaja ku undang datang untuk sarapan bersama. Hyung dan dongsaengdeul ku, member super junior.

 

“Kalian sudah datang rupanya” aku baru saja selesai dengan aktivitas dapurku.

 

“Tentu saja, kau sendiri yang memaksa kami untuk datang pagi-pagi dan memesan banyak makanan seperti ini” keluh Heechul hyung dan aku hanya bisa berkacak pinggang memeperhatikan kegiatan mereka.

 

Mereka yang masuk bersamaan kedalam rumah dengan beberapa kantung plastik ditangan mereka. Kini tengah sibuk menatap meja panjang pendek yang biasa kami gunakan untuk mengadakan makan bersama saat merayakan sesuatu. Setelah selesai menata meja mereka mulai sibuk membereskan berbagai macam makanan yang mereka bawa.

 

“Ini maksudnya apa?” tanya Cheonsa yang ternyata masih berdiri terpaku disebelahku.

 

Ia tak henti-hentinya menatap semua member yang masih sibuk dihadapan kami dengan heran. Matanya bahkan sampai tak berkedip saking takjubnya dengan pemandangan dihadapannya.

 

“Pesta penyambutan untukmu dan Yeonsa” jawabku yang dibalasnya dengan tatapan tidak percaya.

 

“Mungkin aku belum sadar sepenuhnya, mungkin juga nyawaku belum terkumpul sepenuhnya” gumamannya membuatku terkekeh.

 

“Kau masih tidak percaya kalau mereka itu nyata?” aku tidak percaya bahwa gadis ini begitu menggemaskan dengan segala ketidak sadarannya ini. “Yak, coba kalian katakan sesuatu lebih dulu padanya agar dia segera sadar” seruku pada semua member yang sudah hampir menyelesaikan kegiatannya menata meja.

 

“Annyeong Cheonsa-sshi” mereka kompak mengucapkan salam padanya tapi responnya tetap saja sama. Ia masih menatapku seolah mencari jawaban yang tepat dengan kondisi pagi ini.

 

“Huwaaa, mimpi apa aku semalam? Kenapa pagi ini ada banyak pria tampan dihadapanku” Yeonsa yang entah sejak kapan muncul segera berseru heboh mendapati semua member yang kini sudah duduk rapih ditempatnya masing-masing.

 

“Yang satu ini siapa hyung?” tanya Ryeowook sambil menunjuk Yeonsa yang masih tak beralih dari tempatnya.

 

“Annyeong haseyo, Han Yeonsa imnida” belum sempat aku memperkenalkannya gadis itu segera berseru memperkenalkan dirinya sendiri. “Sekarang aku harus duduk dimana” tanyanya heboh kepada seluruh member.

 

Akhirnya sarapan pagi ini berlangsung dengan penuh keceriaan. Cheonsa sudah mendapatkan kembali kesadarannya selang beberapa waktu dan kini ia yang duduk tepat disebelahku mulai sibuk menyuapi Donghan yang baru ikut bergabung dimeja makan bersama kami juga dengan Kyuhyun yang sudah kembali meracuni putraku dengan segala macam game melalui PSP kesayangan mereka masing-masing.

 

Yeonsa, tidak perlu ditanya lagi. Ia sudah terlalu sibuk dengan dunianya bercanda ria dengan member lain yang tentunya memiliki sense humor penuh seperti Shindong, Eunhyuk, Kangin dan Heechul hyung. Gadis itu begitu bersemangat bercerita banyak hal pada mereka.

 

Aku justru sibuk membahas kegiatan diluar negeri kami untuk beberapa minggu kedepan bersama Leeteuk, Yesung, Sungmin hyung, Siwon dan Ryeowook yang entah sejak kapan jadi lebih memilih bergabung dalam perbincangan serius ini. Meski sesekali kudapati ia melirik kearah Yeonsa yang kadang tertawa terpingkal-pingkal berkat guyonan Shindong hyung.

 

***

 

“Butuh bantuan” tawarku setibanya didapur setelah kembali menutup pintu depan dengan rapat.

 

“Boleh” jawabnya segera membuatku ikut turun tangan membantunya mencuci peralatan makan yang tadi kami gunakan.

 

Semua member sudah kembali ke dorm mereka masing-masing kecuali Sungmin hyung yang lebih memilih pulang kerumahnya. Donghan sudah duduk anteng diruang tengah menonton beberapa film kartun kesukaannya karena hari ini hari minggu. Yeonsa sedang dikamarnya, katanya hari ini dia ada sedikit kegiatan diluar. Berhubung hari ini aku sedang tidak ada kegiatan jadi kuputuskan untuk membantu Cheonsa karena aku tidak tega melihatnya melakukan segala sesuatunya sendiri.

“Hari ini kau tidak pergi?” tanyanya seakan bisa menebak isi pikiranku.

 

“Aku sedang tidak ada kegiatan hari ini, mungkin baru besok aku akan sibuk melakukan persiapan sebelum berangkat minggu depan” dan ia tampak ber-Oh ria menanggapiku dengan tangan yang masih sibuk mencuci piring dan mangkuk yang sepertinya belum berkurang juga sedari tadi.

 

Aku dan member Super Junior lainnya memang sudah merencanakan untuk kembali melakukan world tour kami yang bertajuk Super Show karena beberapa member kami sudah kembali dari tugas wamil mereka. Kami memutuskan untuk terus bersama dalam satu grub meski sebagian besar diantara kami sudah berkeluarga. Itu semua kami lakukan karena ELF yang masih terus mendukung kami. Diluar sana masih banyak ELF yang menyayangi kami dan menginginkan kami terus berdiri diatas panggung maka dari itu kami sepakat untuk tidak berhenti menjadi Super Junior. Kami akan terus menjadi Super Junior untuk ELF dan selama ELF masih ada untuk kami.

 

“Oh ya, Yeonsa pernah bilang padaku bahwa kau itu dulunya ELF, apa itu benar?” ia segera menghentikan kegiatannya dan beralih menatapku kaget.

 

“Aiish, dasar mulut ember” umpatnya kesal. “Dia… tidak… memberitahumu… tentang siapa… biasku kan?” tanyanya dengan ragu.

 

“Dia tidak memberitahuku tapi apa benar kau ELF?” ia tampak menghela napasnya sejenak sebelum kembali membilas peralatan makan yang sudah selesai dicucinya sedangkan aku membantu mengeringkannya dan mengembalikan peralatan makan itu ketempatnya semula. Sambil menunggu jawabannya.

 

“Itu dulu, sulu sekali” jawaban singkat yang membuat keningku berkerut.

 

“Maksudmu?” pantas saja reaksinya aneh seperti tadi saat semua member datang bersamaan.

 

“Yah dulu aku memang ELF tapi aku tidak tau apakah sekarang aku masih bisa menyebut diriku sebagai ELF atau bukan” ia tampak sedang berpikir sejenak sebelum menatapku. “Aku sudah terlalu lama tidak melakukan kegiatan fangirling sejak lama, tapi aku masih menjadi penikmat lagu-lagu yang kalian nyanyikan” lanjutnya kini dengan ekspresi jenakanya.

 

“Benarkah kau masih menjadi penikmat musik kami?” aku sedikit meragukan jawabannya.

 

“Tentu saja, eonni selalu menyanyikan lagu kalian setiap berada didalam kamar mandi dan tak henti-hentinya mendengarkan lagu-lagu kalian setiap kali tidak ada kegiatan dirumah” sahut Yeonsa yang entah sejak kapan muncul dibelakang kami. “Dan mungkin kau akan terkejut oppa kalau kau tau siapa bias eonni di Super Junior” lanjutnya membuat Cheonsa langsung kelabakan tapi aku malah tertarik.

 

“Bocah tengik tutup mulutmu segera sebelum gelas ini mendarat mulus dikepalamu” detik berikutnya Yeonsa segera melarikan diri sebelum kakaknya benar-benar melakukan tindakan kejamnya membuat Donghan yang tadinya asik menonton kini ikut memperhatikan kami.

 

“Kalau kulihat dari sifatmu sepertinya kemungkinan besar biasmu itu Heechul hyung atau bisa juga Kyuhyun” ujarku penasaran sambil memperhatikannya dari atas kebawah dan dari bawah keatas.

 

“Mungkin” jawabnya ketus sebelum kembali menyelesaikan pekerjaannya yang memang sudah hampir selesai berkat bantuanku.

 

“Dulu semasa kau masih menjadi ELF… apa kau pernah menonton konser kami secara langsung?” tanyaku setelah kami saling diam untuk beberapa saat.

 

Ia tampak menghitung dengan jari-jemarinya yang lentik “Pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima dan keenam. Konser terakhir yang kutonton adalah Super Show kalian yang keenam, sisanya aku sudah tidak pernah lagi melakukannya”.

 

“Kenapa?” tanyaku penasaran dan sedikit kesal karena dia mengatakannya dengan ekspresi yang begitu datar.

 

“Haruskah aku memberitahu alasanku padamu?” dia malah balik bertanya padaku.

 

“Tentu saja, kau harus memberitahuku”

 

“Ajhumma” panggilan Donghan segera mengalihkan perhatiannya yang sebelumnya masih tampak menimbang-nimbang akan menjawab pertanyaanku atau tidak. “Kapan mau bikin pudingnya? Ajhumma tidak lupa kan dengan janji ajhumma semalam”.

 

“Sebentar lagi ya, kau duduk saja dulu ajhumma sudah hampir selesai membereskan dapur, kalau sudah selesai kita langsung buat pudingnya, ok” hasilnya ia benar-benar tak lagi memperdulikanku dengan pertanyaan yang masih terasa menggantung diujung lidah.

 

Donghae side end

 

***

 

Malam ini Yeonsa tidak pulang, tadi sebelum makan malam ia menghubungin Cheonsa dan mengatakan padanya bahwa akan menginap dirumah temannya. Jadi malam ini hanya ada Cheonsa, Donghan dan Donghae yang menghuni apartemen itu.

 

“Kau belum tidur?” tanya Cheonsa pada Donghae yang masih asik menonton tv saat ia hendak ke dapur mengambil segelas air untuk mengobati kekeringan dikerongkongannya.

 

“Belum” jawabnya tanpa beralih menatap Cheonsa. “Apa Donghan sudah tidur?” tanyanya kali ini.

 

“Dia baru saja tidur setelah mulutku lelah mendongenginya” jawab Cheonsa kini ikut duduk di sofa yang didudukin Donghae tentunya dengan tetap menjaga jarak. “Anakmu benar-benar sangat manja, aku hampir saja kehabisan suara karena terus saja berceloteh tentang cerita Pinokio, gadis berkerudung merah dan beberapa dongen lainnya” keluh Cheonsa yang langsung mengalihkan perhatian Donghae padanya.

 

“Tapi dia cukup menggemaskan bukan?”

 

“Yah… Donghan memang sangat menggemaskan dan aku sangat menyukainya”

 

Seharian ini ketiganya memang hanya menghabiskan waktu didalam apartemen mengingat bahwa Donghan baru saja sembuh dari demam yang dialaminya kemarin malam. Donghae dan Cheonsa, keduanya sibuk menemani Donghan bermain seharian. Mulai dari membuat puding bersama didapur, bermain mobil-mobilan, robot-robotan, 숨바꼭빌 (Sumbakkokjil) petak umpet yang berhasil membuat Donghan tak henti-hentinya tertawa karena Cheonsa tidak pandai dalam hal bersembunyi. Tentu saja, bagaimana mana bisa bersembunyi tanpa tertangkap didalam sebuah apartemen dengan ruangan yang sudah terlalu akrab bagi ayah dan anak itu. Ketiganya asik bermain seharian sampai yang terakhir mereka asik bermain monopoly. Permainan yang sangat disukai oleh Cheonsa. Permainan yang membuat kemenangan berbalik padanya.

 

“Dia pasti kelelahan” komentar Donghae dan kembali tersenyum mengingat semua yang mereka lakukan seharian ini.

 

“Istrimu cantik ya” celetuk Cheonsa yang secara tiba-tiba membuat senyum diwajah Donghae meredup seketika.

 

Kedua mata Cheonsa kini tengah fokus menatap bingkai foto berukuran cukup besar yang tergantung di dinding, tepat dihadapan mereka membuat Donghae juga ikut menatap sebuah lukisan yang menggambarkan dirinya dengan mendiang istrinya.

 

“Kenapa setelah beberapa kali kemari, kenapa baru sekarang aku sadar kalau lukisan kalian terpajang disitu. Kalian tampak sangat serasi” Donghae hanya dapat terdiam mendengarkan penuturan Cheonsa.

 

Ingatannya kembali berputar, kembali mengingat berbagai macam kenangannya yang telah lalu bersama mendiang istrinya. Kembali kemasa dimana istrinya masih berada disisinya, kembali kemasa indah yang jika diingatnya justru akan kembali mengoyak luka dan rasa sakitnya yang sudah sejak lama ia sembunyikan.

 

“Dulu… aku begitu mengidolakan istrimu, sangat mengidolakannya sampai menjadikannya salah satu alasanku untuk menjadi seorang dokter selain karena appaku tentunya. Dia dokter yang hebat, seorang dokter relawan yang sangat hebat”

 

Yah benar, mendiang istri Donghae memang berprofesi sebagai dokter, dokter relawan yang hebat. Dokter relawan yang selalu menjalankan tugasnya dengan baik, tanpa pamrih dan sungguh-sungguh mengabdikan dirinya untuk menolong orang lain. Membuat Donghae terkadang kesal karena mendiang istrinya itu terlalu mengabaikan kepentingannya karena terlalu memperhatikan orang lain.

 

“Sayang aku tidak bisa melanjutkan cita-citaku saat itu, jika saja appa dan eomma masih hidup sampai detik ini. Maka sudah bisa dipastikan aku akan menjadi dokter yang hebat sama seperti dirinya”

 

Tampak kesedihan yang begitu mendalam dari nada suara Cheonsa yang kini masih belum melepaskan pandangannya sedari tadi.

 

“Tapi aku senang…” seru Cheonsa dengan nada suaranya yang tiba-tiba saja berubah kembali ceria membuat Donghae terperanjat dan kini keduanya jadi saling bertatapan. “…setidaknya aku pernah bertemu dengan istrimumeskipun kejadian itu sudah lama. Dia benar-benar baik dan ramah padaku saat itu” lanjutnya.

 

“Kau… pernah bertemu dengannya?” tanya Donghae tak percaya.

 

“Hemm, aku pernah bertemu dengannya…”

 

 

Flashback

 

Seoul Hospital

Seorang gadis tengah berjongkok didepan mesin penjual minuman. Ia terus berjongkok dengan kesal didepan mesin tersebut, karena mesin itu tidak juga mengeluarkan minuman kaleng yang diinginkannya padahal uangnya jelas-jelas sudah masuk kedalam mesin.

 

“Yak, kenapa minumannya tidak mau keluar kau bahkan sudah menelan koin terakhir yang kumiliki. Cepat keluarkan, aku haus, aku mau minum jus kesukaanku” rengeknya yang kini sudah memeluk mesin penjual minuman tersebut. Membuat orang-orang disekitarnya memandanginya dengan pandangan yang sulit untuk dijelaskan.

 

“Dasar mesin bobrok” makinya kesal dan baru saja hendak menendang mesin tersebut tapi segera diurungkan niatnya tersebut karena sekaleng jus apel yang ia inginkan sudah muncul dihadapannya atau lebih tepatnya seseorang memberikan kaleng minuman itu kepadanya.

 

“Untukmu…”

 

Seorang wanita cantik dengan jas putih kini tengah berdiri dihadapannya gadis itu. Gadis itu hanya menatapnya dan seolah tak berniat menerima pemberian wanita itu.

 

“Berhentilah memaki karena semua orang sedang memperhatikanmu sekarang”

 

Gadis itu hanya melihat kesekitarnya dan ternyata memang benar bahwa semua orang sedang menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa ia terima.

 

“Terima kasih” ucap gadis itu ketus menerima kaleng minumannya dengan kasar dan berjalan menuju kursi yang letaknya tak jauh dari mesin penjual minuman tadi.

 

“Kau pasien yang baru tiga hari lalu menjalani operasi usus buntu kan? Kau putri dari dokter Han kan? Siapa namamu?” tanya wanita yang ternyata salah seorang dokter dirumah sakit tersebut ramah setelah ia ikut duduk disamping gadis itu.

 

“Han Cheonsa” jawab gadis itu dingin.

 

Sekitar tiga hari yang lalu Cheonsa dilarikan kerumah sakit oleh orang tuanya karena menderita usus buntu dan harus segera menjalani operasi hari itu juga karena kondisi yang tampak tidak memungkinkan untuk menunda proses operasi.

 

“Wah nama yang cantik” komentarnya.

 

Senyum manisnya tak lepas dari wajah dokter itu yang masih terus memperhatikan Cheonsa yang sedari tadi bersikap ketus dan dingin padanya.

 

“Perkenalkan, namaku Han Hankyo” Cheonsa tampak tak tertarik sedikitpun mendengar setiap kata yang keluar dari mulutnya “Kita punya marga yang sama ya” lanjutnya masih berusaha memancing reaksi gadis disebelahnya yang tak bereaksi hanya sibuk meneguk minumannya.

 

“Harusnya sekarang ini kau masih belum boleh minum-minuman seperti itu karena kau kau masih dalam masa pemulihan” kata wanita itu mencoba menjelaskan. “Bagaiman kalau sampai dokter Han tau, beliau pasti akan memarahiku”.

 

Mendengar itu kata ‘menghukum’ keluar dari mulutnya membuat Cheonsa segera bereaksi, ia menatap dokter wanita bernama Hankyo itu dengan penasaran. Cheonsa mungkin tidak mengenalnya tapi dia yakin bahkan sangat yakin bahwa waniti dihadapannya ini adalah wanita yang sama yang begitu tidak disukainya sejak beberapa bulan yang lalu.

 

“Kalau benar kau akan dihukum, maka aku akan dengan senang hati menontonnya nanti saat kau mendapatkan hukumanmu” ujar Cheonsa ketus lengkap dengan smirknya.

 

Penuturan Cheonsa tidak laju membuat senyum yang sedari tadi menghiasi wajah Hankyo pudar begitu saja.

 

“Yak kau gadis kecil yang lucu” seru Hankyo segera mengacak poni Cheonsa yang berhasil membuat gadis itu justru semakin kesal dan segera beranjak dari duduknya hendak kembali ke ruang rawatnya.

 

***

 

Hari keempat Cheonsa dirumah sakit. Hari ini jadi semakin kesal sekitar lima kali lipat dari sebelumnya karena appa dan eomma memarahinya yang ketahuan meminum minuman kaleng kemarin. Cheonsa begitu kesal dan berpikir bahwa dokter wanita kemarin itulah yang mengadukannya.

 

“Pasti saat ini kau sedang marah padaku dan beranggapan bahwa aku yang sudah mengadukanmu pada dokter Han kan?”

 

Tanpa berbalikpun Cheonsa sudah bisa menebak siapa yang datang dan ikut duduk disebelahnya. Dibangku taman yang berada dibelakang rumah sakit, tempat yang strategis bagi Cheonsa untuk menyendiri.

 

“Benarkan dugaanku, sepertinya kau sangat marah padaku”

Lagi Cheonsa masih berusaha sebisa mungkin untuk tetap bersikap tak acuh padanya, menekan emosinya hingga titik terendah.

 

“Ini untukmu…” katanya sebari menyodorkan susu kotak rasa pisang kesukaan Cheonsa “Sebagai permintaan maaf” Cheonsa masih berusaha untuk dia dan tidak memperdulikan orang disebelahnya. Menganggapnya tidak pernah ada seolah ia tengah sendirian dibangku taman ini.

 

“Appamu bilang selain jus apel yang kemarin kau juga sangat menyukai susu kotak rasa pisang jadi hari ini kubawakan ini sebagai permintaan maaf. Ini jauh lebih sehat dibanding yang kemarin” jelas Hankyo sembari menggoyang-goyangkan susu kotak itu karena Cheonsa tak juga bereaksi.

 

“Kesukaan kita ternyata sama ya, aku juga sangat menyukai yang rasa ini…”

 

Bruuuk~

 

Hankyo belum juga sempat menyelesaikan kalimatnya namun Cheonsa dengan kesal menepis susu kotak tersebut hingga jatuh ketanah. Ia begitu terkejut dengan reaksi Cheonsa tapi sedtik kemudian ia kembali memasang senyum diwajahnya.

 

“Siapa bilang aku suka susu kotak rasa pisang, aku tidak menyukainya, aku benar-benar tidak suka, jadi kita itu tidak sama, aku tidak mau disamakan denganmu” bentak Cheonsa kembali membuang muka dan sekuat tenaga mengatur napasnya agar kembali normal.

 

“Kalau kau tidak suka yang itu, apa yang kusakai? Sebutkan saja, aku akan membawakannya untukmu” tawarnya yang malah semakin membuat Cheonsa merasa jengkel.

 

“Aku suka kau tidak bicara denganku, tidak menatapku, tidak tersenyum dihadapanku dan tentunya tidak menemuiku. 혼자 있고 싶어요 (Honja itgo sipeoyo) Aku ingin sendiri, jadi sebaiknya kau pergi sekarang juga, aku tidak suka melihatmu disekitarku” rasanya habis sudah kesabaran Cheonsa saat itu. Hankyo hanya mengangguk paham dan segera bangkit dari duduknya.

 

“Baiklah aku mengerti, kalau begitu aku akan pergi sekarang tapi aku pastikan untuk datang lagi menemuimu besok, lusa atau bahkan mungkin seterusnya” katanya sebelum pergi meninggalkan Cheonsa sendiri dengan kekesalannya.

 

“Kenapa sih wanita menyebalkan seperti itu bisa menjadi dokter dan kenapa juga wanita itu harus dipilihnya” geram Cheonsa sembari memperhatikan punggung Hankyo yang semakin menjauh.

 

***

 

Hankyo segera berlari keruang VIP tempat Cheonsa dirawat diikuti oleh beberapa orang perawat.

 

“Sejak kapan ia mengalami sakit seperti ini?” tanya Hankyo panik pada salah seorang perawat.

Cheonsa masih saja merintih kesakitan sembari memegangi perut sebelah kanannya. Keringat dinginnya terus bergulir membasahi keningnya. Wajahnya jauh lebih pucat dari sebelumnya. Matanya tetap terpejam menahan rasa sakit yang kini tengah menggerayangi tubuhnya termasuk bagian perut atau mungkin lebih tepatnya bagian bekas operasinya.

 

Hankyo dengan cekatan memeriksa kondisi Cheonsa dan segera menginstruksikan kepada beberapa perawat untuk membantunya memeberikan penanganan pada Cheonsa. Meskipun ia tampak begitu khawatir dan panik ia tetap bisa menjalankan tugasnya dengan baik sebagai seorang dokter dalam menangani pasiennya.

 

***

 

Cheonsa mulai membuka kedua matanya pagi ini setelah kejadian semalam. Ia benar-benar kehilangan kesadarannya, seingatnya semalam ia merintintih kesakitan dan beberapa perawat sibuk menangani kondisinya termasuk dokter Hankyo.

 

Mengingat nama itu membuatnya segera sadar dan hendak bangun dari ranjangnya tapi tak berhasil karena rasa sakit diperutnya menghalanginya untuk bangun. Kedua matanya segera melebar saat disadarinya bahwa ada seseorang disebelahnya. Hankyo masih terlelap dengan posisin duduk dan merebahkan kepalanya dipinggir ranjang Cheonsa. Dengan tangan yang masih menggenggam erat tangan Cheonsa.

 

Menyadari hal itu Cheonsa buru-buru menarik tangannya membuat Hankyo segera terjaga dari tidurnya, “Syukurlah kau sudah sadar”.

 

Cheonsa kembali berusaha mengacuhkannya dengan membuang mukanya kesamping, ia masih tidak ingin melihat Hankyo pagi ini. Kenapa juga Hankyo sampai tertidur diruangannya sambil menggenggam tangannya erat, pikirnya.

 

“Karena kau sudah kembali sadar aku akan keluar sekarang, kau harus tetap beristirahat, jangan pergi kemanapun karena aku tidak ingin melihatmu merintih kesakitan seperti semalam” pesan Hankyo sebelum ia keluar.

 

“Wanita itu benar-benar keras kepala rupanya, kenapa dia tidak juga paham padahal aku sudah dengan susah payah menunjukkan ketidak sukaanku padanya” gumam Cheonsa kesal mengingat Hankyo yang masih saja bersikap baik dan selalu muncul dihadapannya.

 

***

 

Sudah hampir seminggu Cheonsa dirumah sakit tapi ia belum juga diijinkan untuk pulang karena kondisinya benar-benar belum pulih sepenuhnya. Terlebih lagi karena kejadian beberapa hari yang lalu. Ia jadi menyesal karena tidak menuruti perkataan Hankyo untuk tidak meminum jus apel dari mesin penjual minuman tempo hari.

 

Siang ini ia kembali ke taman, menyendiri lagi disana. Kondisinya sudah jauh lebih baik hari ini. Tidak ada lagi rasa sakit diperutnya jadi dia sudah bisa kembali berjalan kesana kemari.

 

“…putri dokter Han sepertinya benar-benar tidak menyukai dokter Hankyo…” suara salah seorang perawat yang tengah berbincang dengan kedua temannya sesama perawat begitu mengusik ketenangan Cheonsa.

 

“Sepertinya sih begitu, kulihat beberapa hari setelah operasi dokter Hankyo sempat menghampirinya dan mengajaknya bicara tapi gadis itu bersikap ketus padanya…” perawat yang kedua ikut angkat bicara.

 

“Benar-benar, aku juga melihat beberapa hari yang lalu saat ia berteriak keras mengusir dokter Hankyo, gadis itu tampak begitu kesal dan menyuruh dokter Hankyo agar tidak menampakkan wajah dihadapannya” tandas perawat yang pertama kali membuka pembicaraan ia berusaha membenarkan.

 

“Harusnya dia tidak bersikap seperti itu pada dokter Hankyo, kalian ingat tidak saat gadis itu kembali mengalami rasa sakit beberapa malam yang lalu. Dokter Hankyo terus saja menjaganya semalaman suntuk sampai pagi bahkan, padahalkan kan ia sedang dalam kondisi hamil. Ia sangat mengkhawatirkan kondisi gadis itu sampai tak beralih sedikitpun dari ruangannya”

 

“Mustinya dokter Hankyo pulang saja, toh gadis itu kelihatannya sama sekali tidak berterima kasih padanya setelah ia menungguinya semalaman. Kudengar ia kembali mengusir dokter Hankyo pagi itu setelah menyadari bahwa dokter Hankyo menungguinya sampai tertidur. Ia terus menggenggam tangan gadis itu sepanjang malam. Kasihan dokter Hankyo” ujar perawat yang ketiga mengasihini Hankyo yang terus saja diperlakukan dengan tidak seharusnya oleh Cheonsa.

 

Cheonsa sudah hendak beranjaak dari tempatnya untuk segera kembali keruang rawatnya karena salah satu diantara perawat itu kembali membuka suaranya.

 

“Setahuku dulu gadis itu tidak seperti itu. Dulu dia gadis yang manis dan ramah pada semua orang. Aku masih ingat betapa ramahnya ia setiap kali datang mengunjungi dokter Han diruangannya. Ia selalu menyapa semua orang yang berpapasan dengannya. Entah itu dokter, perawat, pasien, keluarga pasien, bahkan terkadang ia tampak bercengkrama dengan beberapa cleaning service dirumah sakit. Tapi sudah beberapa bulan belakangan ia sering datang dengan wajah datar dan dinginnya. Ia tidak lagi seceria dulu dan tidak lagi seramah dulu”.

 

Kali ini Cheonsa benar-benar bangkit dari duduknya dan mulai berjalan mendekat kearah perawat-perawat yang sedari tadi terus menjadikan dirinya topik pembicaraan yang hangat diantara ketiganya.

 

“Suster” tegur Cheonsa dengan ekspresi datarnya membuat ketiga perawat itu kalang kabut ditempatnya.

 

“Ya… ada yang bisa kubantu” tanya salah satu diantara mereka gugup.

 

“Aku lapar” jawab Cheonsa cuek dan segera berlalu dengan diikuti oleh perawat itu yang kini seolah sedang berperan sebagai salah seorang pengasuh dadakan Cheonsa.

 

***

 

Kebetulan tadi saat Cheonsa hendak pergi ketaman dan dari kejauhan melihat Hankyo melintas, jadilah kini ia membuntutinya dan memperhatikannya dari jauh seperti saat ini. Cheonsa terus berdiri disudut koridor, ia tak henti-hentinya memperhatikan Hankyo yang sedari tadi dengan telaten menyuapi seorang pasien yang usianya sudah renta. Seorang nenek yang sepertinya tidak ditemani sanak keluarganya.

 

Hal itu mengingatkan Cheonsa pada dirinya sendiri, beberapa hari dirawat dirumah sakit tanpa ditemani oleh kedua orang tuanya. Appanya masih menjalani seminarnya diluar kota sejak operasinya selesai. Eommanya sibuk dirumah menemani adiknya Yeonsa yang akan segera menjalani ujian. Alhasil ia selalu sendirian dirumah sakit ini tanpa teman. Hanya kadang-kadang saja eommanya datang bersama Yeonsa menjenguknya untuk beberapa jam. Sedangkan appanya sesekali menghubunginya untuk menanyakan keadaannya.

 

Belakang ia baru mengetahui bahwa appanya lah yang menitipkan dirinya pada Hankyo. Pantas saja Hankyo begitu memperhatikannya dan terus menjaganya meski Cheonsa terus saja berkeras menolaknya. Hankyo adalah salah seorang dokter yang sangat dipercaya oleh appanya selama ini. Bahkan sekali lagi tanpa sepengetahuan gadis itu, bagi appanya Hankyo sudah dianggap sebagai putrinya sendiri karena Hankyo sudah tidak lagi memiliki orang tua. Dengan kata lain Hankyo adalah anak yatim piatu.

 

Setelah mengetahui semua itu Cheonsa tidak lagi mengusirnya setiap kali Hankyo datang mendekat. Ia juga mulai mengurangi sikap datar dan dinginnya kepada Hankyo, sesekali ia akan membalas pertanyaan yang Hankyo ajukan meski hanya dengan anggukan, gelengan atau kata-kata yang begitu singkat seperti ya dan tidak.

 

Flashback end

 

 

“Seminggu setelah keluar dari rumah sakit aku berusaha untuk kembali kesana, aku berniat untuk menemuinya dan meminta maaf padanya akan sikapku yang sebelumnya sudah kelawatan padanya tapi sayangnya kudengar dia sedang bertugas menjadi dokter relawan disebuah desa. Pada saat itu aku sampai harus merengek pada appa agar diantarkan menemuinya. Sesampainya disana aku hanya tetap tidak berani mendekatinya, aku hanya memandanginya dari kejauhan. Memandanginya yang sedang sibuk memeriksa pasien-pasiennya yang kebanyakan para manula dan anak-anak itu. Ia terus saja melayani mereka dengan ramah. Senyumnya tak pernah pudar sedikitpun dari wajahnya yang cantik. Maka sejak hari itu keputusan dan cita-citaku untuk menjadi seorang dokter semakin kuat” sejenak Cheonsa melirik Donghae yang masih setia mendengarkan ceritanya.

 

“Dua bulan setelahnya aku benar-benar lulus ujian masuk fakultas kedokteran dengan nilai terbaik. Aku tak lantas pulang kerumah hari itu, aku berlari menuju rumah sakit dengan perasaan gembira. Berniat memberitahukan hasil pengumuman itu padanya. Aku ingin ia menjadi orang pertama yang mengetahui berita kelulusanku. Aku sangat ingin memberitahukan kabar gembira itu padanya namun…” Cheonsa menggantungkan kalimatnya matanya kini mulai berkaca-kaca, dihelanya napasnya yang terasa begiu berat.

 

“Setibanya dirumah sakit… apa mengabarkan padaku bahwa ia sudah pergi untuk selamanya hari itu… dia pergi sebelum aku sempat mengucapkan rasa terima kasihku karena selama ini sudah menyayangiku, menjagaku, menyemangati serta mendukungku…” air mata yang sedari tadi ditahannya kini mengalir begitu saja setelah ingatan itu datang menghampirinya. Donghae hanya mampu terdiam menyaksikannya, ia juga sudah tak lagi mampu menahan air matanya untuk tidak jatuh.

 

“Maafkan aku, maafkan aku karena dulu pernah membencinya. Maaf” lirih Cheonsa dengan penuh sesal pada Donghae yang pikirannya masih dipenuhi tentang kejadian tujuh tahun lalu. Kejadian saat Hankyo meninggalkannya untuk selama-lamanya.

 

“Kau tidak seharusnya meminta maaf padaku, Hankyo tidak pernah membencimu, sama sekali tidak. Ia begitu menyayangimu, teramat sangat menyayangimu” balas Donghae membuat Cheonsa merasa kebingungan setelah mendengarkannya. “Aku tidak menyangka bahwa pada akhirnya aku bisa bertemu denganmu. Dengan gadis kecil yang begitu disayangi Hankyo beberapa tahun yang lalu. Seorang gadis kecil yang sudah dianggapnya sebagai adik kandungnya sendiri”

“Maksudmu apa? Donghae-sshi, aku sama sekali tidak mengerti” Cheonsa semakin bingung mendengarkan penuturan Donghae.

 

“Dulu Hankyo… setiap kali Hankyo pulang bekerja… ia tak pernah berhenti menceritakan kepadaku tentang seorang gadis kecil yang ditemuinya dirumah sakit. Seorang gadis kecil yang dititpkan oleh seniornya yang sudah ia anggapa seperti ayah kandungnya untuk ia jaga. Seorang gadis kecil yang dingin, datar dan selalu bersikap ketus padanya. Dan kali ini aku benar-benar bisa bertemu dengan gadis kecil itu” jelas Donghae “Percayalah padaku Han Cheonsa, apapun yang telah kau lakukan pada Hankyo… percayalah bahwa ia begitu menyayangimu bahka ia sangat menyayangimu tidak peduli dengan segala sikapmu dulu terhadapnya”

 

“Kau tidak sedang membohongiku kan? Kau tidak sedang menghiburku kan?” Cheonsa tampak tidak percaya dengan ucapan Donghae.

 

“Aku tidak sedang berbohong padamu. Hankyo memang menyayangi, sangat, sangat menyayangimu” tampak kesungguhan dimata Donghae yang sedari tadi tak lepas dari pandangan Cheonsa. “Sebelum menghembuskan napas terakhirnya, Hankyo sempat berpesan padaku untuk menamai putra kami dengan nama Donghan, Dong yang diambil dari namaku dan Han yang diambil dari margamu dan Hankyo. Itulah sebabnya mengapa aku menggunakan nama itu pada Donghan. Itu bukti bahwa Hankyo begitu menyayangimu setulus hatinya”

 

Air mata Cheonsa semakin deras mengalir setelah mendengarkan jawaban Donghae yang memastikan pada dirinya bahwa wanita yang pernah dibencinya itu ternyata begitu menyayangi dengan tulus. Ia bahkan masih mengingat dengan jelas bayolan konyol Cheonsa yang memintanya untuk menggunakan nama Cheonsa untuk bayi yang akan segera dilahirkannya kala itu. Bayi yang kini tumbuh menjadi seorang bocah yang mulai dekat dengannya, bahkan sudah cukup dekat dengan. Bocah yang selalu bersikap manja padanya. Bocah yang kini dijaganya dengan penuh kasih.

 

Padahal dulu Cheonsa begitu membenci ibu dari bocah itu, menganggapnya sebagai seseorang dengan peran antagonis tapi nyatanya justru ialah tokoh antagonis sesungguhnya. Waktu bergulir begitu cepat, meninggalkan segala kesalahan yang pernah dilakukannya dimasa lampau sebelum ia sempat memperbaiki kesalahan tersebut. Mungkin jika waktu bisa kembali, Cheonsa ingin memperbaiki segala kesalahannya kala itu. Sangat ingin.

 

Waktu malam ini terasa bergulir begitu lambat, sangat lambat diantara keduanya. Sebagian dari kesalah pahaman dan ketidak tahuan mereka sedikit demi sedikit mulai terkuak kepermukaan. Mereka dipertemukan dengan cara yang tidak pernah bisa mereka terka. Melalui orang dan luka yang hampir sama mereka rasakan. Bertemu setelah bertahun-tahun melewati masa itu. Masa dimana keduanya belum saling mengenal satu sama lain. Disaat keduanya masih terpisah dengan jalan hidupnya masing-masing.

 

~ TBC ~

Categories: Fanfiction | Tinggalkan komentar

“My Second Love is My Last Love” Part_5


Second Love Part_4 by.HaeGhie1815

Second Love Part_5 by.HaeGhie1815

_______________________________________________________

Cast : Han Cheonsa, Lee Donghae, Lee Jongsuk

Cast other : Super Junior member, Lee Family, Lee Donghan

_______________________________________________________

Cheonsa side

 

“Eonni” seru Yeonsa yang sudah berdiri didepan rumah dengan gelisah, ia segera berlari menghampiriku diikuti dengan Shin ajhumma yang membuatku semakin bertanya-tanya.

 

“Ajhumma sedang apa disini?” tanyaku langsung karena sudah terlanjur penasaran dengan kedatangannya. “Bukankah aku sudah membayar lunas uang kontrakan untuk tiga bulan kedepan?” tanyaku lagi membuatnya jadi terlihat serba salah. “Sebenarnya ada apa ini?” tanyaku pada Yeonsa yang sudah memasang tampang sedih.

 

“Aku bingung harus memulainya dari mana tapi…”

 

“Ajhumma, sepertinya lebih baik kita masuk dulu kedalam biar lebih enak bicaranya” selaku memotong kata-katanya.

 

Yang kurasakan saat ini bagaikan tersambar petir disiang bolong. Kabar dari Shin ajhumma benar-benar membuatku membeku seketika. Bagaimana tidak jika secara mendadak ia mengabarkan padaku bahwa aku dan Yeonsa harus segera pindah dari rumah yang sudah kami diami bertahun-tahun ini. Ia mengatakan padaku bahwa seseorang sudah membeli lahan disekitar tempat tinggal kami temasuk lahan yang kami tempati ini dan ia memintaku untuk segera mengosongkan rumah ini.

 

“Ajhumma… tak bisakah kau memberikan kami waktu lebih lama sedikit untuk mencari tempat tinggal baru” keluhku padanya “Aku bahkan sudah membayar untuk tiga bulan kedepan, setidaknya berikan kami waktu sekitar seminggu bukannya tiga hari seperti ini”.

 

“Maafkan aku, aku juga tidak bahwa pihak perusahaan itu berniat melakukan pembokaran lebih cepat dari yang pernah mereka rencanakan” balasnya sambil mengembalikan uang sewa yang sudah kubayarkan padanya beberapa hari lalu. “Maka dari itu aku kembalikan uangmu dan carilah tempat tinggal baru karena rumah ini harus benar-benar dikosongkan tiga hari lagi” lanjutnya dengan perasaan tidak enak padaku.

 

Hanya itu yang bisa Shin ajhumma sampaikan padaku. Kepalaku mau pecah rasanya memikirkan masalah yang datang secara berturut-turut padaku. Baru pagi tadi aku mengundurkan diri dan menjadi pengangguran sekarang harus terusir juga dari rumah yang sudah sekian tahun kutinggali bersama adikku. Rasanya seperti sudah jatuh tertimpa tangga pula, pikirku.

 

Sebenarnya sudah sejak lama aku mendengar bahwa kawasan ini akan segera dirombak menjadi apartemen mewah. Hanya saja aku tidak berpikir bahwa akan secepat ini angkat kaki dari dari tempat ini. Ini terlalu mendadak dan pastinya akan sangat sulit bagiku untuk segera menemukan tempat tinggal baru dalam waktu sesingkat ini.

 

“Aku bisa gila kalau seperti ini jadinya” gerutuku sekuat tenaga menahan diri agar tidak lagi menangis dengan berusaha memejamkan mataku yang ternyata jadi semakin sulit karena otakku terus saja dipenuhi dengan berbagai macam masalah yang datang tanpa diundang.

 

“Eonni…” panggil Yeonsa yang sudah menyembulkan kepalanya dipintu kamarku yang tidak sepenuhnya dibuka olehnya.

 

“Wae?” tanyaku malas.

 

“Donghae oppa mencarimu, sepertinya ada yang tidak beres karena dia datang sendiri dengan wajah panik” jawabnya membuatku segera bangkit dari atas kasur empukku dan berlari keluar.

 

“Donghae-sshi, ada apa datang selarut ini sendiri?” tanyaku setibanya diluar karena mendapati ia datang tanpa Donghan.

 

“Sebelumnya maafkan aku karena sudah mengganggu waktu istirahatmu tapi aku tidak tau lagi harus bagaimana jadi aku segera berlari kesini untuk menemuimu”

 

“Iya tapi ada apa? Kenapa kau sepanik ini?” tanyaku karena ia terus bicara berbelit-belit membuatku semakin pusing saja.

 

“Donghan…”

 

“Iya Donghan kenapa?”

 

“Donghan mengalami demam sejak semalam dan sampai saat ini demamnya belum juga turun. Ia terus saja mengigau dan memanggil namamu” jelasnya.

 

“Memangnya kau tidak membawanya kedokter?”

 

“Aku sudah memanggilkan dokter untuknya, bahkan aku sudah memberikannya obat tapi tetap saja tidak ada perubahan makanya aku datang kemari” katanya membuatku harus mendengus kesal karena pria bodoh ini benar-benar tidak bisa mengurus putranya dengan baik.

 

“Baiklah kau tunggu sebentar, aku akan segera berganti pakaian dan ikut denganmu” kataku sebelum kembali kedalam dan berganti pakaian.

 

***

 

Aku segera berlari ke kamar Donghan dimana sudah ada Leeteuk dan Eunhyuk disana menunggui Donghan yang masih mmejamkan matanya diatas tempat tidurnya dengan kompresan dikeningny.

 

“Donghan-ah” seruku segera memeriksa kondisinya dan benar saja demam cukup tinggi.

 

“어떻게? (Eotteokhe?) Bagaimana?” tanya Donghae yang kini sudah berdiri disebelahku bersama dengan Yeonsa yang terpaksa kuajak karena tidak tega membiarkannya sendirian dirumah.

 

“Kenapa kau mengompresnya dengan air dingin?” tanyaku kesal “Kau harusnya mengompresnya dengan air hangat agar dia tidak menggigil karena kedinginan. Yeonsa-ya, ambilkan aku air hangat sekarang” perintahku pada Yeonsa yang segera dibantu oleh Eunhyuk.

 

“Ruangan ini terlalu pengap, kenapa pendingin ruangannya harus dimatikan. Ruangan ini harusnya dibiarkan tetap sejuk dan jangan membungkus tubuhnya dengan selimut setebal ini kalau begini caranya wajar saja demamnya tidak bisa turun” lanjutku membuat Leeteuk segera menghidupkan AC dan kusingkirkan selimut tebal yang menutupi tubuh Donghan dari ujung kaki hingga sebatas bahu.

 

“Ajhumma” rintih Donghan sembari menggenggam tanganku erat.

 

“Aku haus” katanya dan Donghae segera keluar kamar untuk mengambilkan anaknya minum.

 

“Ini eonni” kata Yeonsa yang sudah kembali dengan baskom berisi air hangat.

 

“Yeonsa kau bisa membuat bubur kan?” tanyaku pada Yeonsa yang segera mengangguk paham.

 

“Tentu saja” jawabnya dan segera melirik kearah Eunhyuk bermaksud untuk meminta bantuannya yang langsung mengekori Yeonsa.

 

“Leeteuk-sshi, bisa kau bantu aku memijat telapak kaki Donghan?” tanyaku pada Leeteuk yang sedari tadi hanya berdiri memperhatikanku. “Gunakan ini untuk memijatnya” kataku sambil menyerahkan baby oil yang sengaja kubawa langsung dari rumah karena aku berpikir disini pasti tidak ada.

 

“Ini air minumnya” kata Donghae menyerahkan segelas air putih padaku.

 

“Jika anakmu demam seperti ini kau harus banyak memberinya minum karena jika tidak dia bisa mengalami dehidrasi. Memberikan pijatan ditubuhnya itu juga penting karena itu akan merelaksasikan tubuhnya. Sebentar lagi juga panasnya pasti turun” ujarku sambil membantu Donghan minum.

 

“Cheonsa-sshi, kau sangat pandai dalam hal merawat anak” puji Leeteuk yang segera membuatku terkekeh karenanya.

 

“Aku hanya belajar dari pengalaman karena selama ini aku sendiri yang mengurus adikku” jawabku padanya.

 

“Oh ya, kudengar dari Yeonsa katanya kau pernah kuliah di fakultas kedokteran. Apa itu benar?”

 

“Mwo?” pekik Leeteuk setelah mendengar pertanyaan Donghae.

 

“Hemm, aku memang sempat berkuliah hingga tahun keduaku tapi akhirnya terpaksa berhenti” jawabku berusaha mengulas senyum mengingat masa itu sedikit menyedihkan.

 

“Pantas saja kau paham betul bagaimana mengatasi demam Donghan” kata Leeteuk menanggapi. “Nah selesai, berhubung Cheonsa sudah datang aku harus kembali ke dorm sekarang untuk beristirahat” serunya setelah selesai memijit kaki Donghan. “Beberapa hari ini aku tidak bisa tidur karena terlalu banyak kegiatan” imbuhnya sebelum keluar kamar.

 

“Ajhumma…” panggil Donghan lagi kembali membuka matanya.

 

“Ada apa?” tanyaku.

 

“Ajhumma 가지마요 (Kajimayo) jangan pergi, temani aku” rengeknya membuatku tersenyum melihat tingkahnya yang manja.

 

“Eumm, sekarang tidurlah dulu sambil menunggu Yeonsa nonna sedang membuatkan bubur untukmu. Ajhumma akan tetap disini menjagamu” bujukku berhasil membuatnya kembali memejamkan mata dan mendekap tangan kananku erat kedepan dadanya.

 

“Malam ini menginaplah disini, aku sudah meminta Eunhyuk untuk membereskan kamar untuk kau dan Yeonsa” kata Donghae yang kini sudah duduk ditepi tempat tidur Donghan.

 

“Tenanglah, aku akan tetap disini menunggui Donghan sampai demamnya reda” balasku sambil menepik-nepuk tangan mungilnya yang memeluk tangan kananku.

 

Cheonsa side end

 

 

Donghae side

 

Gadis ini benar-benar baik hati dan begitu memperhatikan Donghan dengan sangat baik meskipun ia sedikit keras kepala. Aku sempat kaget tadi saat ia memarahiku karena membuat banyak kesalahan dalam merawat Donghan yang akhirnya menyebabkan demamnya tidak bisa cepat reda.

 

Seandainya istri masih hidup. Aku yakin ia juga akan melakukan hal yang sama seperti yang Cheonsa lakukan saat ini pada Donghan, batinku masih memeperhatikannya yang kini sudah tertidur sambil memeluk Donghan erat.

 

“Omo” pekikku kaget saat berbalik mendapati Yeonsa masih duduk diruang tengah dengan wajah murungnya setelah aku keluar dari kamar Donghan bersiap hendak kembali ke kamarku. “Kenapa kau disini? Kenapa tidak tidur dikamar tamu yang sudah disiapkan Eunhyuk tadi?” tanyaku bingung.

 

“Aku tidak bisa tidur oppa” jawabnya lesu.

 

“Kenapa? Ada apa? Ceritakan saja padaku, siapa tau aku bisa membantumu” kataku yang kini ikut duduk disofa yang berada tepat diseberangnya. “Ceritalah, setidaknya dengan sedikit berbagi cerita denganku itu akan mengurangi bebanmu” kataku lagi membuatnya menghembuskan napasnya yang terasa berat.

 

“Apa tidak apa jika aku menceritakannya kepadamu?” tanyanya ragu.

 

“Tentu saja. Jika sebuah rahasia maka aku akan menjaga rahasiamu dengan baik. Percayalah padaku, aku janji” janjiku padanya membuatnya tersenyum senang.

 

***

 

“Appa” seru Donghan yang saat ini sudah berada dimeja makan sibuk dengan semangkuk bubur didepannya.

 

“Huwaaa, jagoan appa sudah sembuh ternyata” kataku sambil memeluk dan mengacak rambutnya.

 

“Selamat pagi” sapa Cheonsa dan Yeonsa yang sedang sibuk memasak didapur hampir bersama.

 

“Selamat pagi” balasku sembari mengacak poni Yeonsa saat hendak mengambil gelas didapur. “Tidurmu nyenyak semalam?” tanyaku yang dijawab anggukan olehnya.

 

“Ada apa ini? Kenapa kalian berdua terlihat jadi semakin akrab?” tanya Cheonsa penuh selidik melihat kami berdua yang memang terasa makin akrab setelah sesi curhat semalam.

 

“몰래 (Mollae) Rahasia” jawab Yeonsa sambil menjulurkan lidah mengejek kakaknya.

 

“Iish, baiklah aku tidak akan bertanya lagi” balasnya sambil menata meja makan yang segera dipenuhi dengan berbagai macam makanan untuk kami sarapan pagi ini.

 

Melihat meja makan yang sudah dipenuhi oleh masakan Cheonsa yang selau enak membuatku tak sabar untuk segera memanjakan cacing-cacing yang saat ini sudah bersorak didalam perutku.

 

“잡수세요 (Japsuseyo) Mari makan” seru Yeonsa yang sudah menempati bangku disebelah Donghan yang masih belum menyelesaikan sarapannya.

 

“Yak, kau harus mencuci muka dan tanganmu terlebih dahulu sebelum makan” pekik Cheonsa sembari memukul tanganku yang sudah hampir berhasil meraih sumpitku dengan. “Sebagai seorang appa kau harus mengajarkan hal-hal yang baik pada putramu” nasihatnya membuatku patuh dan segera bangkit menuju kamar mandi dengan enggan.

 

“Donghan-ah, kau tidak boleh meniru sifat buruk appamu itu ya” nasihat Yeonsa menambahi membuatku semakin jengkel dengan keduanya yang terlalu kompak untuk menasihatiku agar menjadi appa yang baik bagi Donghan.

 

***

 

Cerita Yeonsa semalam terus saja mengusik pikiranku. Entah mengapa aku jadi merasa cukup terganggu mendengar musibah yang kini tengah menimpa mereka. Aku harus melakukan sesuatu untuk membantu mereka tapi apa yang harus aku lakukan, pikirku sambil mengacak rambutku frustasi.

 

“Appa kau kenapa? Apa kepalamu pusing?” tanya Donghan yang ternyata sudah mengalihkan perhatiannya dari acara TV yang ia tonton.

 

“Tidak, appa hanya sedang memikirkan sesuatu” jawabku.

 

“Appa aku bosan” keluhnya “Harusnya ajhumma tetap disini menemaniku sampai aku benar-benar sembuh, bukannya dirumah bersama appa seperti sekarang. Ini membosankan” tambahnya lagi sambil berjalan menuju kamarnya.

 

“Yak, apanya yang membosankan? Harusnya kau senang appa bisa meluangkan waktu untuk menemanimu. Bukankah dulu kau selalu mengeluh karena appa terlalu sibuk bekerja” protesku sambil mengekorinya ke dalam kamar.

 

“Itu dulu sebelum ada ajhumma” balasnya cuek kemudian berbaring diatas tempat tidurnya sambil memunggungiku.

 

“Coba ajhumma bisa seperti Kim ajhumma, Yoo ajhumma atau Seo ajhumma, pasti saat ini aku tidak akan kesepian karena ajhumma akan selalu menemaniku” ujarnya menyebutkan satu persatu mantan pengasuhnya yang sebelumnya pernah bekerja disini untuk menjaga Donghan setiap kali aku tak berada dirumah.

 

“Donghan-ah…” panggilku seketika mendapatkan ide cemerlang berkat dirinya.

 

“Waeyo appa?”

 

“Apa kau ingin ajhumma terus bersamamu, menjagamu dan selalu menemanimu?” tanyaku segera mendekat dan duduk di atas tempat tidur Donghan.

 

“Tentu saja aku mau” jawabnya kini penuh semangat.

 

“Baiklah kalau begitu, appa akan segera mengabulkan keinginanmu” balasku.

 

“Benarkah? Benarkah appa bisa melakukannya?” tanyanya lagi.

 

“Pasti bisa” jawabku dengan bersungguh-sungguh.

 

Donghae side end

 

 

Cheonsa side

 

“Maaf nona, sekarang sudah tidak ada tempat yang kosong lagi untuk kusewakan. Dua hari yang lalu sudah terisi” kata seorang ajhumma padaku saat aku dan Yeonsa mendatangi rumahnya setelah menemukan brosur yang bertuliskan menyewakan tempat tinggal yang ia iklankan.

 

“Oh begitu, kalau begitu terima kasih ajhumma, kami permisi” pamit kami sopan.

 

“Eonni, sebaiknya kita pulang dulu sekarang. Ini sudah larut malam dan sudah puluhan tempat kita kunjungi tapi tak ada satupun tempat yang kosong, semuanya sudah ditempati oleh penghuni baru” keluh Yeonsa yang memang sudah terlihat lelah.

 

“Harusnya tadi kau pulang saja dan biarkan aku yang mencari sendiri” kataku.

 

“Mian” katanya sedih.

 

“Ya sudah, sekarang kita pulang saja. Biar besok eonni yang pergi mencari lagi, siapa tau besok kita benar-benar mendapatkan tempat tinggal yang pas dan bisa segera pindah dari sana” balasku berusaha tetep terlihat tegar dihadapannya.

 

***

“Eonni, besok biarkan aku menemanimu lagi ya?” pinta Yeonsa manja sambil terus bergelayut padaku.

 

“Shireo” tolakku.

 

“Kau mana boleh seperti ini, aku kan mau menemanimu” rengeknya seperti seorang anak kecil.

 

“Hei tuan putri, berhentilah bersikap manja dan kekanak-kanakan seperti ini. Ingat berapa usiamu sekarang. Sebentar lagi kau akan menjalani meninggalkan seragam SMAmu dan menjadi seorang mahasiswa jadi berhentilah merengek padaku” ejekku tapi ia sudah tak bereaksi dan pandangannya fokus kedepan.

 

Memperhatikan seorang pria jangkung yang kini tengah berdiri didepan rumah kami. Menyunggingkan sebuah senyum simpul yang dulu pernah begitu kugilai tapi sekarang tidak lagi karena senyum itu telah berubah menjadi senyum yang memuakan bagiku.

 

“Masuklah duluan” perintahku pada Yeonsa yang langsung menurut.

 

“Jika kau tidak tuli maka sudah bisa kupastikan bahwa kau ini bodoh” kata pertama yang kugunakan sebagai sebuah sapaan baginya.

 

“Bodoh? Yah, mungkin aku memang benar-benar bodoh” gumamnya masih tetap mempertahankan senyumnya yang jadi semakin menjijikkan itu.

 

“Harus berapa kali lagi aku mengenyahkanmu. Kenapa kau selalu datang lagi, lagi dan lagi dihadapanku. Aku sudah benar-benar muak setiap kali harus melihatmu terus datang dengan senyum yang sama seperti itu. Kau sungguh menjijikkan dimataku” nada suaraku jadi semakin meninggi tanpa kusadari emosiku kembali meluap begitu saja karena kehadirannya.

 

“Aku akan tetap datang padamu lagi, lagi dan lagi sampai kau mau mendengarkan penjelasanku” ia terlihat semakin keras kepala dari hari kehari.

 

“Pergi, aku tidak pernah membutuhkan penjelasan apapun darimu karena yang kubutuhkan saat ini hanyalah… kau enyah dari hidupku” kataku sadis.

 

“Kenapa kau memutuskan untuk berhenti bekerja?” tanyanya mengganti topik pembicaraan diantara kami yang justru malah membuat kepalaku semakin terasa mendidih.

 

“Kau masih bisa bertanya padaku padahal kau sendiri sudah tau jawabannya” sindirku semakin kesal dengan tingkahnya. “Berhentilah bicara omong kosong dan menyingkir dari hadapanku dan juga hidupku” pintaku tegas sebelum kembali kedalam rumah.

 

“Apakah aku perlu bersujud dihadapanmu agar kau mau memeberiku waktu untuk menjelaskan semuanya padamu agar tak ada lagi kesalah pahaman diantara kita” serunya menghentikan langkahku.

 

“Berhentilah mengganti topik pembicaraan sesuka hatimu dan juga… berhentilah bertindak bodoh dihdapanku karena itu sudah tidak perlu lagi kau lakukan. Aku sudah berusaha untuk merelakanmu. Aku bahkan sudah benar-benar merelakanmu untuk wanita itu, jadi kuharap setelah ini kau tidak perlu lagi datang padaku karena aku tak ingin melihatnya terluka sama seperti luka yang kurasakan karena dirimu” bentakku tanpa berbalik menghadap dirinya.

 

Kudengar derap langkahnya, ia berjalan menghampiriku yang masih tak ingin menatapnya. Tak ingin ia melihat air mataku yang kini sudah membanjiri pipiku. Aku sungguh tak ingin terlihat lemah dihadapannya. Namun nyatanya ia tetap menghampiriku dan membalikkan tubuh menghadap dirinya. Memperlihatkan air mata yang sudah dengan susah payah kusembunyikan darinya beberapa waktu ini.

 

“Orang tuamu… orang tuamu beberapa waktu yang lalu datang dan sudah menjelaskan semuanya padaku. Maka dari itu kuputuskan untuk merelakanmu” pengakuanku padanya.

 

 

Flashback

 

Malam ini tiba-tiba saja orang tua Jongsuk datang kerumahku dengan sikap angkuh sang ayah yang tak pernah berubah sejak pertama kali kami bertemu denganku. Ia selalu tampak tidak pernah menyukaiku karena aku hanya wanita biasa dan terlebih lagi karena aku seorang yatim-piatu.

 

Beliau datang bersama isterinya untuk mengancamku agar tak lagi mendekati putra sulung mereka sekaligus menjelaskan tentang pertunangan Jongsuk dan Jung In beberapa hari sebelumnya yang ternyata memang sudah direncanakan oleh orang tua Jongsuk tanpa seijinnya.

 

“Akhiri hubungan diantara kalian, jauhi putraku dan mulailah hidup barumu tanpa dirinya. Sejak awal aku memang sudah tidak mengijinkan kalian menjalin hubungan tapi kalian tetap nekad berhubungan diam-diam dibelakang kami. Berhentilah saat kau masih bisa berhenti tapi jika tidak maka aku yang akan menghentikannya. Kuharap kau mau mengerti” pesan ayah Jongsuk padaku sebelum ia kembali masuk kedalam mobilnya.

 

“Kau pasti bisa menemukan pria yang jauh lebih baik setelah ini, jaga dirimu baik-baik” ujar ibu Jongsuk “Kami pamit dulu” katanya kemudian ikut masuk kedalam mobil mereka yang segera melaju.

 

Flashback end

 

 

Hatiku seperti teriris-iris mengingat kata-kata orang tuanya padaku, itulah yang membuatku berkeras untuk membencinya. Jujur ini terlalu sulit bagiku, tapi aku bisa apa. Aku hanya harus melakukannya mau ataupun tidak. Harus sebelum kami semakin tersakiti satu sama lain karena hubungan kami yang takkan pernah bisa dipertahankan lagi.

 

“Kumohon… kumohon berhenti menjadikan orang tuaku sebagai alasan untuk mengakhiri hubungan kita… kumohon” mohonnya padaku sungguh-sungguh.

 

“Lalu bagaimana dengannya, bagaimana dengan wanita yang akan segera kau nikahi itu. Berhentilah bersikap egois, kau juga harus memikirkan perasaannya. Bagaimana jika ia terluka. Cukup… cukup biar aku saja yang terluka disini. Jangan korbankan perasaannya karena aku tau betapa bahagianya ia saat ini”

 

“Bagaimana denganku?” jeritnya. “Apa kau hanya memikirkan dirimu dan dia? Kenapa kau tidak memikirkan juga tentangku? Aku juga terluka karena semua ini” ada rasa keputus asaan yang kurasakan dari nada suaranya yang terdengar begitu bergetar.

 

Wajahnya sudah mulai dibanjiri air mata, inilah kali pertama aku melihatnya benar-benar menangis. Rasanya begitu menyesakkan melihatnya dalam kondisi seperti ini. Ia semakin menguatkan cengkeramannya dibahuku.

 

“Setidaknya kau harus lebih memikirkan kedua orang tuamu, selama mereka masih berada disisimu… bahagiakanlah mereka dan belajarlah untuk menerima kenyataan bahwa… bahwa kita tidak lagi ditakdirkan untuk bersama…” pesanku padanya yang dengan susah payah kuucapkan mengakhiri pembicaraan diantara kami.

 

Aku segera masuk kedalam rumah dan menutup pintu rumahku rapat. Isak tangisnya diluar sana terdengar jauh lebih keras dari sebelumnya. Terdengar jauh lebih memilukan lagi bagiku. Membuat tubuhku yang masih bersender dipintu merosot seketika, jatuh terduduk dilantai yang terasa sangat dingin. Bahkan jauh lebih dingin dari biasanya.

 

“Tuhan mungkinkah keputusan yang sudah kuambil ini tepat, jika memang tepat kumohon hilangkanlah rasa sesak yang menyiksaku ini” rintihku dengan keras mendekap dadaku yang memang terasa begitu sesak hingga kurasa aku hampir kehabisan napas.

 

 

Cheonsa side end

 

 

“Yeonsa-ya, cepatlah ini sudah cukup siang” jerit Cheonsa kesal memanggil adiknya yang masih sibuk berkutat dikamarnya. “Apa sih yang sedang kau lakukan? Cepatlah kita tidak bisa membuang waktu, kalau kau masih lama aku akan pergi sendiri dan kau tunggu saja dirumah” ancam Cheonsa setelah melihat adiknya keluar dari kamar dan menghampirinya didepan pintu.

 

“Ini salahmu eonni, kenapa tidak membangunkanku lebih awal” protes Yeonsa tak terima dengan semua omelan sang kakak yang kini sudah berkacak pinggang dihadapannya.

 

“Sudahlah jangan banyak bicara, cepat pakai sepatumu aku akan menunggumu diluar…” omelan Cheonsa segera terhenti saat ia membuka pintu rumahnya dan menemukan seorang pria dengan senyum ramahnya dibalik pintu terlihat sedang menunggunya.

 

“Donghan, kenapa kau datang sepagi ini” tanya Cheonsa segera pada bocah kecil yang masih menggandeng tangan ayahnya Lee Donghae setelah ia sadar dari keterkejutannya.

 

“Untunglah kami belum terlambat” ucap Donghae membuat alis Cheonsa dan Yeonsa saling bertautan.

 

Keduanya saling lirik satu sama lain dengan bingung karena mendapatkan kunjungan secara tiba-tiba pagi ini.

 

***

 

“Pengasuh?” seru Cheonsa kaget saat tengah bicara dengan Donghae di ruang tengah membuat Yeonsa dan Donghan yang tengah asik bermain tak jauh dari keduanya ikut tercuri perhatiannya.

 

“Iya pengasuh” ucap Donghae membenarkan apa yang baru saja didengar oleh Cheonsa.

 

“Jadi maksudmu… aku menjadi pengasuh Donghan?” tanya Cheonsa masih dengan kebingungan yang memenuhi kepalanya.

 

“Eumm begitulah, minggu depan aku akan kembali sibuk dengan berbagai macam kegiatan diluar negeri dan itu berarti aku butuh seseorang untuk bisa menjaga Donghan dengan baik selama aku tidak ada dirumah dan…” ia melirik Donghan sejenak yang sudah kembali asik bermain dengan Yeonsa “…berhubung kau sedang tidak memiliki pekerjaan sekarang dan Donghan juga sepertinya akan sangat senang jika kau yang menjaganya jadi… kau mau kan menjadi pengasuhnya?” tanyanya setelah menjelaskan panjang lebar alasannya pada Cheonsa yang masih terpaku ditempatnya.

 

***

 

“Kamar ini sudah dibereskan dan disiapkan untuk kalian berdua. Kau dan Yeonsa” jelas Donghae sembari membukakan pintu kamar yang dimaksudnya.

 

“Jadi aku harus sekamar dengan eonni?” tanya Yeonsa sambil memperhatikan seluruh sudut kamar yang sukup luas itu pada Donghae yang masih berdiri diambang pintu.

 

“Yak Han Yeonsa” seru Cheonsa sudah hampir kesal pada adiknya.

 

“Tentu saja, bukankah eonnimu takut hantu makanya tidak berani tidur sendiri? Jadi kusiapkan kamar untuk kalian berdua” jawabnya polos.

 

“Mwo??? Sejak kapan…” belum sempat Yeonsa melanjutkan ucapannya Cheonsa dengan cepat membungkam mulutnya dengan kedua tangannya sambil mengisyaratkan Donghae agar segera keluar dari kamar itu meninggalkan mereka berdua.

 

Kini keduanya resmi tinggal satu di apartemen Donghae setelah Cheonsa menerima tawaran pekerjaan yang diajukan pria itu padanya. Sebagai seorang pengasuh.

 

Tawaran yang diajukannya cukup menguntungkan dan mustahil untuk menolaknya di saat mendesak seperti ini. Cheonsa hanya perlu mengurus segala kebutuhan dan keperluan Donghan, membantu membereskan rumah layaknya seorang pekerja rumah tangga biasanya. Meski awalanya Donghae hanya memintanya fokus pada Donghan tapi begitulah Cheonsa. Sebagai timbal balik karena sudah diberikan tempat tinggal sementara ia memutuskan untuk membantu ayah dan anak itu untuk bertugas membersihkan rumah dan beres-beres setiap hari termasuk mereka tak boleh sungkan untuk meminta bantuan padanya.

 

Yeonsa juga terpaksa tinggal bersamanya sebelum ia resmi memulai kuliahnya dan tinggal di asrama di universitasnya. Ia sudah memutuskan untuk tinggal dia asrama nantinya dengan alasan agar bisa lebih serius belajar dan tentunya bisa sedikit meringankan tugas Cheonsa sebagai seorang kakak.

 

“Eonni-ya, memang sejak kapan kau jadi penakut sampai kita harus tinggal sekamar seperti ini? Bukankah disini ada beberapa kamar jadi kita tidak perlu sekamar” serbu Yeonsa setelah pintu kamar kembali tertutup dan meninggalkan keduanya didalam sini dengan beberapa tas, koper juga berbagai macam barang bawaan yang mereka bawa dari rumah mereka yang masih berserakan dilantai.

 

“Itu hanya alasanku saja karena aku takut dia melakukan hal yang tidak kuinginkan jika saja malam itu aku menerima tawarannya untuk menginap dikamar ini” terangnya sembari mengingat kejadia malam itu saat pertama kali mereka bertemu karena Donghan.

 

“Ahh… jadi kau berpikiran kotor tentangnya saat itu” celetuk Yeonsa yang segera dihadiahi sentilan dikeningnya hingga gadis itu mengaduh kesakitan.

 

“Siapa yang berpikiran kotor?”

 

“Ya kau itu eonni”

 

“Aku tidak berpikiran kotor, hanya saja… walau bagaimanapun juga dia tetap seorang pria… meskipun dia baik… pokoknya tetap saja menakutkan dan aku harus bisa menjaga diriku baik-baik”

 

“Iish, kau kolot sekali eonni”

 

“Sudahlah jangan dibahas lagi, pokoknya selama kita tinggal disini, kau harus bisa bekerjasama denganku untuk menjaga Donghan dan mengurus rumah” perintah Cheonsa pada sang adik yang segera mengangguk mantap “Jaga sikapmu dengan baik, berhentilah bersikap kekanak-kanakan, berhenti merengek ataupun mengeluh seperti tadi padanya, belajarlah untuk lebih bertanggung jawab lagi setelah ini dan yang terpenting jaga mulutmu ini jangan sampai seperti tadi kau hampir saja mempermalukanku didepannya” lanjut Cheonsa sambil menarik bibir Yeonsa yang sudah mengerucut membuatnya jadi semakin kesal dengan kakaknya yang kini jadi semakin bawel dimatanya itu.

 

***

 

“안녕, 잘잤어요? (Annyeong, jaljasseoyo?) Selamat pagi, apakah tidurmu nyenyak?” sapa Donghae yang sudah berada didapur lebih dulu dariku dan Yeonsa yang kini masih asik bergelung dengan selimut hangatnya dikamar.

 

“Kau bangun sepagi ini?” tanyaku tak percaya sembari menghampirinya yang sedang sibuk didapur.

 

“당연하지 (Dangyeonhaji) Tentu saja, aku harus bangun lebih pagi untuk membuat sarapan spesial sebuah pesta sambutan kecil untuk dua penghuni baru di apartemen ini” jawabnya dengan senyum polos yang justru semakin membuat Cheonsa kebingungan.

 

“Huwaa daebak, tak kusangka kau bisa juga bangun sepagi ini hanya untuk membuat sarapan” seru Cheonsa yang kini jadi takjub melihat aktivitas Donghae yang terasa begitu langka dimatanya.

 

“Kau tidak perlu setakjub itu padaku, begini-begini aku juga bisa memasak meskipun mungkin rasanya tidak sebaik masakan yang kau buat tapi kau harus tetap menghargai usahaku ini” protes Donghae yang menyadari tatapan Cheonsa padanya.

 

“Yayaya, aku percaya padamu dan terima kasih untuk niat baik dan usahamu ini” balas Cheonsa berusaha memberikan senyuman termanisnya pada mahluk amis dihadapaannya ini.

 

“Nah beginilah seharusnya, tersenyum ini jauh lebih baik dari pada menatapku dengan tatapan seperti tadi. Setidaknya dengan tersenyum akan mengurangi sedikit kerutan dikeningmu itu” komentar Donghae yang segera mendapatkan pukulan ringan di bahunya.

 

“Lanjutkan saja acara memasakmu daripada mengomentari wajahku” omel Cheonsa yang langsung memberengut kesal tapi justru malah membuat Donghae terbahak karena melihat ekspresi kesalnya. “Yak kenapa kau jadi tertawa seperti ini” jeritnya kesal.

 

“Wah rasanya sudah cukup lama aku tidak tertawa seperti ini dipagi hari” seru Donghae setelah berhasil menghentikan tawanya yang membuat Cheonsa berkacak pinggang dihadapannya.

 

“Berhenti tertawa atau masakanmu akan menjadi gosong nanti karena kau terlalu banyak tertawa dan kau tidak berniat menggagalkan acara penyambutanmu ini dengan hasil yang tidak memuaskan kan?”

 

Cheonsa segera membereskan meja makan dan mulai sibuk menata berbagai macam lauk pendamping disana meninggalkan Donghae yang sudah kembali sibuk dengan kegiatannya sembari menunggu Donghan juga Yeonsa keluar dari kamar mereka untuk segera bergabung dimeja makan.

 

“Sepertinya ada yang datang” kata Cheonsa yang segera menuju pintu sedangkan Donghae hanya tersenyum ditempatnya dan masih sibuk dengan kegiatannya.

 

“Annyeong haseyo”

 

 

~ TBC ~

Categories: Fanfiction | Tinggalkan komentar

“My Second Love is My Last Love” Part_1


Second Love Part_1 by. HaeGhie1815

Second Love Part_1 by. HaeGhie1815

_______________________________________________________

Cast : Han Cheonsa, Lee Donghae Lee Jongsuk

Cast other : Super Junior member, Lee Family, Lee Donghan

_______________________________________________________

“예 선배님 (Ye seonbaenim) Ya senior, aku sudah membelikan semua pesananmu… ya aku masih dijalan… ya aku sudah hampir sampai… ya… ya… ya…” seru seorang gadis yang tengah kewalahan menjawab panggilan masuk ke ponselnya.

Pip~

“Selalu saja seperti ini, kalau bukan karena dia atasanku mana mau aku diperlakukan seperti ini” keluhnya setelah panggilan itu berakhir.

“Dia itu benar-benar menyebalkan dan cerewet. Rasanya wajar jika akhirnya dia menjadi perawan tua, lagipula laki-laki mana yang mau memacari wanita seperti penyihir tua itu” lanjutnya geram karena semakin kerepotan dengan berbagai macam kantung belanjaan yang dibawanya.

“Harusnya dia sedikit berbaik hati padaku, setidaknya suruhlah salah seorang dari karyawannya untuk mengantarkanku atau kalau perlu dia sendiri yang sesekali turun tangan membantuku untuk membawa semua belanjaan bodoh ini. Kalau bukan karena dia aku tidak akan mau bertahan bekerja ditempat itu. Dan kalau bukan karena aku benar-benar membutuhkan uang untuk membiayai sekolah adikku sudah kupastikan aku sudah angkat kaki sejak dulu” jeritnya kesal sambil terus berjalan menyusuri jalanan Apgujeong-dong yang selalu ramai.

Ia terus saja menggerutu disepanjang jalan dengan dengan langkah yang sedikit terseok-seok. Sampai tak dipedulikannya lagi orang-orang yang memandang aneh padanya karena yang ada dikepalanya saat ini hanyalah segera sampai ketempat kerjanya. Segera memberikan tas-tas belanjaan yang sangat membebaninya itu.

“Yak, yak, yak (한천사) Han Cheonsa, kau ini kemana saja eoh? Kenapa lama sekali baru sampai? Kau tau aku sudah menunggumu hampir dua jam lebih dan kau baru datang sekarang” amuk seorang wanita berumur 37 tahun itu saat anak buahnya tiba dan menghampirinya.

“죄송해요 선배님 (Jwesonghaeyo sunbaenim) Maafkan aku senior, jalanan terlalu ramai hari ini, lagipula barang bawaanku hari ini lebih banyak dibandingkan biasanya jadi aku…”

“Apa kau pikir aku akan mentolelir semua kesalahanmu?” selanya ketus membuat gadis itu hanya menunduk lesu sambil mengangsurkan tas-tas belanjaan itu didekat meja kerjanya. “Bukankah sudah ku katakan berulang-ulang kali padamu untuk tepat waktu. Kenapa kau terus saja memilih berjalan kaki bukannya naik taksi? Kau selalu saja menggunakan ongkos taksi yang kuberikan untuk keperluan lain. Kau selalu saja membuat kepalaku pusing. Sekarang keluarlah, kau boleh pulang tapi besok jangan lagi kau ulangi. Ingat itu” begitulah akhir dari ceramah panjang seorang wanita bernama (박정인) Park Jung In itu kepada karyawannya yang selalu pasrah dengan semua amukannya.

“Ye sunbaenim, sekali lagi maafkan aku” balas gadis itu sambil membungkukan tubuhnya dan segera keluar dari ruangan atasannya yang menyebalkan itu.

“Lagi?” tanya seorang pria jangkung yang muncul secara tiba-tiba dihadapannya.

“Ini semua karena ulahmu, harusnya aku sudah angkat kaki sejak dulu dari sini. Bekerja dengannya sangat menguras tenaga dan emosiku” jawabnya kesal.

“Kau harus lebih bersabar lagi menghadapinya. Nona Park memang seperti itu, tapi sebenarnya dia wanita yang sangat baik. Percayalah padaku” balas pria itu dengan senyum hangat yang menghiasi wajahnya yang tampan.

“Yayaya, terserah kau saja” katanya jengkel berusaha mengakhiri perbincangan mereka sebelum moodnya semakin buruk. “Kalau begitu aku pulang duluan, (연사) Yeonsa pasti sudah menungguku dirumah” pamitnya.

“Baiklah, hati-hati dijalan, maaf aku tidak bisa mengantarkanmu pulang” balasnya sambil melambaikan tangan.

“Memangnya kapan kau bisa benar-benar mengantarkanku. Aktor terkenal sepertimu mana mungkin punya waktu sekedar untuk mengantarku pulang kerumah” gumamnya setelah keluar dari gedung tempatnya bekerja agar tak tertangkap dengar oleh pria yang menjadi lawan bicara tadi.

Cheonsa side

Wellmade STARM agency adalah tempatku bekerja selama kurang lebih tiga tahun lamanya. yang meagency yang menaungi aktor dan aktris yang terkenal seperti (하지원) Ha Jiwon, (이전혁) Lee Junhyuk, (이종석) Lee Jongsuk dan masih banyak lagi.

Aku bisa bekerja diagency itu karena bantuan dari seorang teman yang sebelumnya pernah bekerja disana. Waktu itu ia sengaja meminta bantuanku untuk menggantikan posisinya beberapa pekan sebagai asisten dari Park Jung In sunbaenim yang menurutku seperti penyihir tua itu selama masa cutinya hamilnya. Tapi nyatanya justru aku harus menggantikannya total sampai sekarang, sampai hampir tiga tahun lamanya.

Wanita itu sebenarnya tidak sejahat yang sering kukatakan, ada kalanya ia tampak seperti malaikat tapi setiap kali masa datang bulannya datang atau saat moodnya buruk ia terus saja menyiksaku. Menyuruhku ini dan itu, hal-hal yang merepotkan seperti hari ini contohnya.

Pekerjaan ini awalnya terasa menyenangkan karena aku bisa keluar masuk tempat itu dan bertemu dengan beberapa artis yang bernaung didalamnya. Tapi setelah beberapa bulan berlalu aku mulai lelah dan selalu ingin berhenti dari pekerjaan itu. Penyebabnya hanya karena bekerja dengan seorang perawan tua yang menyebalkan, yang selau membuatku stres berkepanjangan dan terkadang merasa benar-benar tertekan karenanya.

Orang-orang terdekatku terus saja berusaha menyemangatiku. Terlebih lagi setiap aku pulang kerumah dan bertatap muka dengan adik perempuanku. Adik yang menjadi satu-satunya anggota keluarga yang kumiliki di dunia ini. Melihat dan mengingat bahwa ia membutuhkan biaya untuk terus melanjutkan pendidikannya, itulah yang selalu membuatku kembali mendapatkan kekuatanku untuk terus bekerja disana menjadi asisten nona Park.

Hingga beberapa bulan setelahnya semangatku yang hampir sepenuhnya berakhir kembali lagi, seratus kali lebih bersemangat dari sebelumnya karena seorang pria tampan yang selama dua tahun ini menjadi kekasihku. Ia terus saja memberikanku dukungan dan semangat. Selalu menguatkanku agar tak mudah menyerah dalam segala hal termasuk pekerjaanku yang masih kujalani saat ini. Lee Jongsuk.

Semua orang pasti tidak akan percaya jika aku mengatakannya, tapi itu memang kenyataannya. Pria itu benar-benar kekasihku. Yah, meskipun hubungan kami terbilang rahasia. Tak seorangpun mengetahuinya kecuali orang-orang terdekat kami bahkan pihak agencynya pun tidak mengetahui tentang hubungan kami. Itu karena kami sangat berhati-hati dan selalu berusaha menjaga hubungan kami dengan baik agar tak ketahuan

Tidak perlu kujelaskan mengapa kami melakukannya karena kuyakini hampir semua orang tau bahwa di negara ini resikonya terlalu berbahaya,  jika mengingat statusnya yang sebagai seorang publik figure dan diriku yang bukan siapa-siapa ini. aku bisa saja mati atau dikucilkan habis-habisan oleh penggemarnya jika sampai hubungan kami ketahuan oleh publik. Kujamin seratus persen bahwa penggemarnya tidak akan mungkin bisa menerimaku dengan baik jika mereka tahu itu.

Drrt~ Drrt~

Getar ponsel membuatku segera kurogoh saku hoddie dengan semangat. Kuhentikan langkahku sejenak tepat didepan gerbang sekolah yang selalu kulalui hampir setiap harinya.

“Datanglah ke apartemenku nanti malam. Aku rindu makan malam berdua denganmu”

Begitulah pesan singkat yang dikirimkan Jongsuk padaku. Pesan singkat darinya membuat moodku yang buruk segera berubah menjadi baik seketika. Rasanya senang bukan kepalang karena ini berarti kami akan berkencan malam ini setelah beberapa minggu ini kami jarang bertemu. Dia terlalu sibuk dengan kegiatannya diluar. Jadwalnya yang padat selalu saja menjadi penghalang bagi hubungan kami.

“Aaauuuw” jeritku seketika karena sebuah benda mendarat tepat diatas kepalaku.

“Uups…” suara kaget seorang bocah laki-laki yang segera berjalan menghampiriku. “아쭘마 (Ajhumma) Bibi kau tidak apa-apakan?” tanyanya polos membuat mataku mendelik kesal padanya.

“뭐 아쭘마? (Mwo ajhumma?) Apa bibi?” pekikku tak percaya karena bocah ini berani memanggilku dengan sebutan ajhumma. Setua itukah aku, pikirku sambil memegangi kepalaku yang ternyata terkena lemparan bekas kaleng minuman yang jatuh ditanah tak jauh dari tempatku berdiri saat ini.

“Maaf… aku tidak sengaja…” katanya sambil berkali-kali membungkukkan tubuhnya dihadapanku.

“Ya… ya sudahlah. Kali ini kau kumaafkan tapi lain kali jangan diulangi lagi, perbuatanmu ini bisa saja membahayakan orang lain” balasku tak mau ambil pusing.

“Tapi ajhumma tunggu dulu…” cegahnya.

“Apalagi, aku sudah memaafkanmu. Sekarang pulanglah…”

“Ajhumma keningmu berdarah” selanya yang langsung membuat tanganku bergerak otomatis menyentuh keningku yang memang terasa berdenyut akibat insiden barusan.

“Oh ini hanya luka kecil, kau tidak perlu khwatir. Sekarang pulanglah…” bocah itu tiba-tiba saja menarik tanganku untuk mengikutinya sampai kesalah satu ayunan yang terletak tak jauh dari situ.

“Ajhumma duduklah” perintahnya membuatku bingung. “Aku bilang duduk” katanya yang sekarang sudah memaksaku untuk menuruti perintahnya sebelum kemudian ia mulai sibuk mengaduk isi ranselnya dan mengeluarkan selembar plaster kecil dan sapu tangan.

“Ah, biar aku saja yang…”

“Ajhumma diamlah, biar aku saja” selanya lagi berusaha menepis tanganku.

Membuatku mau tak mau hanya pasrah dengan perlakuannya. Pertama ia basahi sapu tangannya dengan air dari botol minumnya kemudian mengusapkan secara perlahan di keningku yang terluka baru setelahnya ia mulai memasangkan plaster untuk menutupi lukaku dengan perlahan.

“Selesai” katanya dengan senyum kaku yang ia tunjukkan padaku.

“Terima kasih” kataku kaku mengingat perlakuan bocah laki-laki ini yang terbilang aneh bagiku.

“Karena sudah selesai aku pulang dulu ajhumma” pamitnya sopan tapi entah mengapa lagi-lagi panggilan ajhumma itu membuatku kesal.

“Hei, berhentilah memanggilku dengan sebutan ajhumma. Panggil aku 누나 (nuna) kakak” sergahku.

“Tapi kau tidak terlihat seperti seorang nuna makanya aku memanggilmu dengan sebutan ajhumma” balasnya yang membuat mulutku sedikit menganga karena tak percaya mendapati seorang bocah seukuran dia bisa berkata seperti itu padaku.

“Hei adik kecil berapa umurmu sampai kau berani memanggilku dengan sebutan ajhumma?” tanyaku kesal.

“Lima tahun” jawabnya cuek dan segera berbalik hendak meninggalkanku.

“Gila, kenapa anak seumuran itu sudah bisa berkata seperti itu padaku. Aku berani jamin pasti orang tuanya tidak bisa mengajarinya dengan baik” gerutu yang sepertinya terdengar oleh bocah itu sehingga dia kembali berjalan kearahku.

“내 아빠 (nae appa) ayahku, mengajariku banyak hal” katanya ketus membuatku jadi salah tingkah.

“Ehmm, maaf” cengirku sedikit tak enak hati karena ternyata dia benar-benar mendengar ucapanku barusan.

Ia kembali berbalik dan berhenti di sebuah halte kecil didekat gerbang sekolah seperti sedang menunggu seseorang. Entah mengapa aku jadi sedikit penasaran dengan bocah ini sehingga aku kembali mendekati bocah itu dan ikut duduk disebelahnya. Ia tidak tampak terusik dengan kehadiranku. Bocah itu tetap duduk dengan kedua kaki kecilnya yang diayun-ayunkannya karena tak tak bisa mencapai tanah.

“Hei adik kecil kenapa kau malah duduk disini? Kenapa kau tidak pulang, kau bilang tadi mau pulang? Langit sudah hampir gelap” tanyaku mencoba membuka percakapan.

“Aku sedang menunggu jemputan” jawabnya.

“Memangnya dimana rumahmu?” tanyaku lagi tapi tidak langsung dijawabnya ia malah menatapku penuh curiga. “Yak jangan menatapku seperti itu. Aku hanya sekedar bertanya karena anak kecil sepertimu tidak baik jika sendirian ditempat seperti ini” jelasku sedikit kesal.

“Aku tinggal di (광진구, 자양 삼동) Gwangjin-gu, Jayang Sam (3)-dong” jawabnya sambil terus menatap mobil-mobil yang berlalu lalang.

“Wah, kebetulan sekali. Rumahku juga di Gwangjin-gu” seruku riang karena rumah kami berada di kawasan yang sama. “Hei, aku tidak sedang berbohong” tambahku lagi karena dia kembali menatapku dengan aneh.

Kulirik jam yang melingkar ditanganku sudah menunjukkan pukul enam sore, “Begini saja, bagaimana kalau aku antarkan kau pulang sekalian aku pulang kerumah. Lagipula rumah kita kan dekat” tawarku. “Anggap saja ini sebagai balasan terima kasihku karena kau sudah mengobati lukaku” tambahku dengan mengulaskan senyum manisku padanya. “Tenang saja, aku tidak akan berbuat jahat padamu. Tampangku ini bukan tampang penjahat, aku terlalu cantik untuk menjadi penjahat” sambungku penuh percaya diri.

Setelah sekian detik akhirnya bocah itu setuju dan mau kuantarkan pulang. Segera kustop salah satu taksi yang hendak melintas didepanku.

“Masuklah” kataku mempersilahkan bocah itu masuk duluan.

“아저씨 (Ajhussi) Paman, antarkan kami ke Gwangjin-gu” seruku pada supir taksi tersebut yang langsung melajukan taksinya.

Ongkos taxi yang diberikan nona Park yang tadinya mau kuberikan pada adikku akhirnya benar-benar harus kugunakan untuk ongkos taxi. Tapi ya sudahlah, mungkin hari ini memang aku harus sedikit dermawan pada bocah ini. Aku mana tega melihat anak seusianya dijam segini masih berada diluar rumah. Bukankah seharusnya saat ini ia sudah berada didirumahnya.

***

(이동한) Lee Donghan, nama bocah laki-laki yang secara tidak sengaja kutemui sore ini dalam perjalanan pulangku menuju rumah. Itu yang kuketahui setelah berhasil mengajaknya mengobrol selama diperjalanan. Meski aku yang selalu mengajukan banyak pertanyaan dan dia hanya menjawab pertanyaanku saja tanpa balas bertanya.

Bocah ini cenderung pendiam dan kaku tidak seperti bocah lain yang seusianya. Kalau bocah lainnya yang kutahu pasti sangat lincah dan pastinya akan sangat aktif dalam berbicara, bertingkah jenaka dan menyenangkan. Sedangkan dia, hanya duduk diam menghadap kejendela yang berada disisinya, memperhatikan jalanan yang ramai dan hanya akan bersuara setiap kali aku mengajukan pertanyaan.

Aku jadi penasaran seperti apa orang tuanya. Apakah mereka jarang mengajaknya berkomunikasi sampai jadi setenang ini, pikirku. Setiap kali aku memperhatikannya yang terus duduk diam seolah aku tak ada didekatnya.

“우와아아 대박 (Huwaaa daebakk) Wauuuw hebat” seruku setelah keluar dari dalam taksi. “Donghan, kau benar- tinggal disini?” tanyaku masih takjub dan tak percaya bahwa anak ini tinggal di apartemen mewah.

The Sharp Starcity apartement building C, rasanya wajar jika aku tampak begitu terkejut setelah mengetahui bahwa anak kecil yang ku antarkan pulang ini tinggal dilingkungan yang terbilang elit ini. Ini kali pertama aku melangkahkan kakiku kedalam gedung ini. Gedung yang hanya dengan mendengar namanya saja bisa membuatmu takjub. Sebagai seorang ELF aku begitu mengenal tempat ini. Karena disinilah idolaku tinggal. Super Junior.

“Ajhumma” panggil Donghan segera membuyarkan lamunanku. “Kau tidak berniat mengantarkanku sampai kedalam?” pertanyaannya mampu membuat mataku berbinar.

“Memangnya boleh?” tanyaku lebih terdengar seperti sebuah permohonan.

“Memang ada yang melarangmu untuk masuk?” tanyanya ketus dan tanpa permisi langsung mengandeng tanganku, membuatku hanya menurut saja mengekori bocah ini menuju lift.

“Lantai berapa?” tanyaku berniat membantunya memencet tombol lift yang sulit dicapainya.

“Lantai sebelas” jawabnya dengan nada ketusnya yang baru kusadari bahwa sedari tadi selalu digunakannya.

“가짜 (Kajja) Ayo” ajaknya yang lagi-lagi langsung menyeretku sesuka hatinya menyusuri koridor dan berhenti didepan apartemen bernomor 1102.

Entah mengapa tubuhku secara otomatis berbalik menatap pintu apartemen yang kebetulan berseberangan dengan apartemen Donghan. Pintu itu seolah memiliki kekuatan magis karena sudah berhasil menyihirku secara seketika untuk mendekat. Jemariku mulai menyusuri setiap coretan yang memenuhi pintu dan tembok disekelilingnya.

“Aku sedang tidak bermimpikan? Ini dorm mereka. Dorm 오빠들 (oppadeul). Dorm idolaku” gumamku sepenuh hati mengagumi apartemen itu.

“Ajhumma” lagi-lagi panggilan bocah itu merusak semua lamunanku.

“왜 (Wae?) Kenapa?” tanyaku sewot karena sedari tadi lamunanku selalu dibuyarkan.

Bocah itu hanya berdiri sambil menunjuk ke alat pengaman pintu yang terpasang cukup tinggi. Membuatku mengerti bahwa sekali lagi dia tidak bisa mencapainya. Dalam hati aku berharap bocah ini segera tumbuh tinggi agar tidak begitu merepotkan orang lain hanya sekedar untuk membantunya mencapai sesuatu yang ia butuhkan seperti saat ini. Tanpa perlu bertanya Donghan yang entah mengapa mempercayaiku langsung menyebutkan kombinasi angka yang menjadi password pintu apartemennya.

“Sekarang masuklah, aku harus segera pulang” kataku menyuruhnya segera masuk tapi anak itu bukannya masuk ia malah melirikku dengan tatapan yang aneh. “Kenapa lagi? Kau tidak sedang memintaku untuk tinggal dan menemanimu disini kan?” tanyaku yang entah mengapa mulai bisa menebak isi dikepala bocah yang kupikir aneh ini.

“Kau tidak berpikir untuk meninggalkan seorang anak kecil yang sedang kelaparan ini sendirian kan ajhumma?” tanyanya balik seperti orang dewasa yang membuatku merasa konyol seketika. “Aku benar-benar sedang kelaparan sekarang dan aku tau didalam sedang tidak ada makanan yang bisa langsung kumakan” keluhnya yang langsung berhasil membuatku merasa perasaan tidak tegaku yang berlebihan ini kambuh.

Hatiku terlalu lemah untuk menghadapi orang yang memelas dihadapanku terlebih lagi jika seorang anak kecil seperti dirinya. Aku benar-benar tidak tega.

“Baiklah, aku akan masuk kedalam dan memasak makan malam untukmu tapi setelah itu kau harus membiarkan aku pulang” kataku pasrah dan kemudian ikut masuk kedalam.

Apartemen ini cukup luas pikirku setibanya didalam. Aku terus saja mengekori Donghan yang kini sudah duduk di meja makan yang bersebelahan dengan dapur. Segera ku tarik salah satu kursi dimeja makan itu dan kugeletakkan tasku disana lalu menyambar celemek yang tersampir didekat kulkas kemudian memakainya. Kubuka pintu kulkas dihadapanku dan mengambil beberapa bahan makanan didalamnya yang bisa ku olah.

“Donghan-ah, bagaimana kalau kubuatkan nasi goreng dan telur gulung saja?” tanyaku padanya yang sedari tadi terus ternyata terus memperhatikanku.

“Terserah” jawabnya datar membuatku sedikit kecewa.

“Jawablah dengan lebih bersemangat, jangan seperti itu aku jadi tidak bersemangat kalau kau begitu” singutku membuatnya tampak menghela napas panjang.

“파이팅 아쭘마 (Fighting ajhumma) Semangat bibi” katanya mengangkat kedua tangannya yang dikepalkan dengan lemas.

“Ckckckc, apa seperti itu caramu memberi semangat. Kau harus lebih tulus mengucapkannya” protesku sambil menghampirinya dan lagi-lagi membuatnya menghela napas seperti sebuah persiapan.

“Fighting ajhumma” ulangnya kali ini dengan senyum yang sedikit dipaksakan membuatku harus menahan tawa karena tingkahnya yang memang terlihat lucu.

“이구, 넌 너무 곂다 (Aigoo, neon neomu kyeopta) Ya ampun, kau benar-benar menggemaskan” seruku berjongkok dihadapannya sambil mencubiti pipinya dengan gemas.

Perlakuanku yang barusan berhasil membuat pipinya merona merah mungkin karena terlalu malu. Jika dipikir-pikir lagi anak ini sebenernya memang lucu sekaligus menggemaskan dengan perilakunya yang memang sedikit berbeda. Meski ini baru pertama kalinya kami bertemu tapi rasanya aku sudah cukup menyukai anak ini.

“Oh ya, seingatku sedari tadi kau terus saja menyebut appa, appa dan appa. Bagaimana dengan ibumu?” tanyaku sambil sibuk mengiris daun bawang. “Donghan-ah, kau mendengarkanku kan?” tanyaku lagi menghentikan sejenak aktivitasku karena tak mendapatkan respon darinya dan mendapatinya menunduk lesu. “Kau kenapa?” segera kuhampiri dirinya karena merasa khawatir.

Ia tampak begitu sedih, kesedihannya tampak begitu jelas tergambar diwajahnya yang seperti mengingatkanku pada seseorang. Wajahnya tampak tidak asing bagiku.

“내 엄마 (nae eomma) Eommaku sudah disurga” lirihnya membuat napasku tercekat seketika.

Segera kudekap erat tubuhnya secara refleks. Kuusap lembut punggungnya, berusaha menenangkan persaannya yang kuyakin saat ini sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Apalagi setelah melihat reaksi dan raut wajahnya yang tiba-tiba saja meredup.

“Donghan sayang, maaf ya. Ajhumma tidak bermaksud membuatmu sedih” ucapku dan perlahan dapat kurasakan tangan kecilnya berusaha membalas pelukanku.

Rasanya lega dan senang karena ia mau membalas pelukanku. Aku terus memeluknya untuk beberapa saat hingga kurasa ia mulai kembali tenang.

“Sekarang ajhumma akan menyelesaikan makan malammu dengan cepat. Kau pasti sudah benar-benar kelaparan kan” ujarku sambil sedikit menggelitik perutnya, membuatnya terkekeh karena kegelian.

“고마워요 아쭘마 (Gomawoyo ajhumma) terima kasih bibi” ucapnya tulus membangkitkan semangatku untuk segera menghidangkan nasi goreng terlezat untuknya.

***

“Yipie, nasi goreng dan telur gulungnya sudah selesai” seruku sambil membawakan sepiring nasi goreng yang sudah kubentuk dengan sedemikian rupa hingga menyerupai teddy bear lengkap dengan telur gulung yang akan menambah napsu makannya.

“Huwaaa, rasanya sayang untuk dimakan jika bentuknya sebagus ini” ucapnya dengan reaksi yang terasa lebih santai tidak kaku dan datar seperti sebelumnya.

“Meskipun bentuknya bagus tetap saja ini makanan, jadi harus dimakan. Ayo dimakan sekarang sebelum dingin” kataku menanggapinya.

“Ajhumma tidak ikut makan?” tanyanya bingung karena aku hanya menyiapkan seporsi untuknya.

“아니 (Ani) Tidak, kau saja” jawabku. “Apa kau mau ajhumma suapi?” tawarku membuatnya mendelik kaget.

Tanpa perlu menunggu jawaban darinya segera saja kuraih sendok yang sedari tak disentuhnya dan mulai menyendok nasi gorengnya dan… “A… buka mulutmu”.

Ia sempat tersenyum lebar sebelum membuka mulutnya dan menerima suapan dariku. Membuatku merasa sangat senang dan puas karena itu kali pertamaku mendapati bocah itu bisa tersenyum tanpa rasa kaku sedikitpun.

“Enak?” tanyaku penasaran menunggu reaksinya.

“어, 너무, 너무, 너무 맛있다 (Eoh, neomu, neomu, neomu masitta) Oh, sungguh, sungguh, sungguh enak” jawabnya sambil mengacungkan kedua ibu jarinya dihadapanku membuatku reflek memeluknya lagi karena begitu senang dengan reaksinya.

Aku terus menyuapinya dengan sabar sambil terus menggodanya. Kini Donghan tampak lebih manusiawi menurutku karena sudah lebih berekspresi. Dia tersenyum lebar, tertawa lepas dan banyak bersuara tidak seperti sebelumnya. Rasanya sangat lega bisa melihat anak ini ternyata masih sama seperti anak-anak lain pada umumnya.

Ia bersikap seperti tadi mungkin karena dia belum begitu mengenalku jadi kurasa dia memang butuh menyesuaikan diri terlebih dahulu padaku, pikirku. Selesai makan dan membereskan dapur kusempatkan diri untuk menemaninya sebentar lagi diruang tengah sambil menunggu appanya pulang. Tapi sudah hampir pukul sembilan malam appanya belum juga pulang.

“Donghan-ah, apakah appamu masih lama?” tanyaku yang sudah mulai bosan menunggu.

“Ajhumma sudah mau pulang ya?” balasnya membuatku mengangguk pasrah. “Appa pasti akan pulang malam lagi” katanya lesu.

“Apa appamu selalu pulang larut malam?” tanyaku penasaran.

“Hemm, appa terlalu sibuk” jawabnya sedih.

“Lalu kau akan sendirian menunggunya sampai malam?” tanyaku lagi.

“Tidak juga, biasanya ada ajhumma yang dulu merawatku tapi ajhumma itu sudah berhenti bekerja jadi biasanya samcheon-samcheonku yang akan menemaniku” jelasnya.

“삼촌 (Samcheon?) Paman?” tanyaku bingung.

“Iya. Aku punya banyak samcheon yang sering menemaniku tapi sepertinya malam ini tidak ada yang datang. Mungkin mereka juga sedang sibuk bekerja” jawabnya lagi yang semakin membuatku tak tega meninggalkannya sendirian kalau begini ceritanya.

***

Pada akhirnya terpaksa kuputuskan untuk tetap tinggal dan menemani Donghan yang malang ini hingga ia terlelap dengan diriku yang ikut berbaring ditempat tidurnya. Kubiarkan ia terlelap dengan menjadikan lenganku sebagai tempatnya bersandar. Sebagai bantalnya. Kutepuk-tepuk dengan lembut punggungnya karena saat ini ia tidur menyamping sambil melingkarkan tangannya dipinggangku. Mulutku masih bersenandung pelan meski kuyakini ia sudah benar-benar lelap sekarang.

Meski baru beberapa jam aku mengenalnya tapi entah mengapa, rasanya aku sudah mulai menyayanginya. Bahkan terasa sangat menyayanginya. Kuperhatikan lagi dengan seksama wajahnya yang semakin membuatku yakin bahwa garis wajahnya sangat mirip dengan seseorang. Tapi aku tidak ingat siapa itu.

“Sudah hampir jam dua belas malam appanya belum juga pulang. Appa macam apa yang membiarkan anaknya menunggu berjam-jam seperti ini” gerutuku tak habis pikir karena ayah Donghan tak kunjung tiba. “Yeonsa pasti sangat mengkhawatirkanku. Ini pertama kalinya kau tidak pulang kerumah dan kali pertama aku meninggalkannya dirumah sendirian. Mana ponselku mati, aku jadi tidak bisa mengabarinya” keluhku kesal.

Kudengar pintu depan terbuka menandakan seseorang datang tepat saat aku hendak beranjak dari tempat tidur Donghan.

“Donghan sayang, apa kau dirumah” suara seorang pria bergema memenuhi seisi apartemen ini dan terdengar suara derap langkahnya yang semakin mendekat ke kamar ini.

Krek~~

Pintu kamar itu terbuka tepat disaat aku hampir berhasil melepaskan pelukan Donghan yang begitu kencang. Membuatku kehilangan keseimbangan dan segera terjatuh dari ranjang yang berukuran kecil itu.

Tapi kenapa tidak terasa sakit pikirku yang sedari tadi menutup mataku. Kubuka perlahan kedua mataku dan ternyata kudapati seseorang berhasil menangkapku. Mata kami saling bertemu, aku bahkan tak bisa berkedip menatapnya. Seorang pria yang sangat familiar di bagiku juga ingatanku.  Pria yang dulu berhasil membuatku jatuh hati meski aku hanya bisa melihatnya dari jarak yang begitu jauh. Pria yang juga berhasil membuatku patah hati meski aku tak pernah memilikinya dan ia tak pernah mengenalnya.

“Kau…”

Cheonsa side end

 

 

~ TBC ~

Categories: Fanfiction | 7 Komentar

Author dan Fanfiction berCAST “LEE DONGHAE” yang ‘WAJIB’ di baca !


Kalo di Mrs. Cho_Kyura ada rekomendasiin ff yg cast utamanya EpilKYU terCINTA, disini author mau rekomend ff yg cast utamanya DONGHAE ikan tamvan yang ketamvanannya tak tertandingi diseluruh samudra… 😀

Pokoknya buat kalian yang penikmat FANFICTION apalagi yang cast utamanya suamiku terCINTA, LEE DONGHAE… 😀 #Piiiss ^^v
Yang jelas kalian wajib mampir nih kesini…

Lee Donghae

Lee Donghae

1. LDH-HCS (IJJAGYS)

Untuk blog yang satu ini favorit abis dah sama karya-karyanya, ceritanya bener-bener GAJE dan SOMPLAK abis, fiksinya bener-bener ngaco. Dijamin yang baca joke-jokenya gak berenti ngakak.
Ada satu cerita yang bikin aku sendiri bingung dan gak habis pikir sampek beli bukunya dan itupun sampek harus ada tanda tangannya… 😀
LOVELY COMPLEX season 1 & 2.
Itu ff yang paling TOP BGT dan buat kalian bakalan penasaran buat ikutin ceritanya sampek ke akar-akarnya.
Tapi ada juga ko’ cerita yang bisa bikin kalian berurai air mata.
Kalo gak percaya langsung tengok ke TKP :  http://beckhamlovesbadda.wordpress.com

 

2. HaeWon (Avery Bryant)

Disini juga gak kalah seru fanfic yang disajiin authornya, ceritanya semuanya menarik, bahasa asik dan bisa bikin kita seolah masuk dalam fiksinya. Ikut terlibat didalamnya.
Pokoknya gak boleh gak untuk mampir disini : misssterile.wordpress.com

 

3. ChonieGyu

Disini memang Donghae ikan tamvan berABS ku lebih sering dinistakan… 😀
Tapi kalian tetep wajib mampir kesini karena cerita yang ada disini gak kalah menarik, cerinya seru dan atraktif banget.
Contohnya: Are You Really My Husband Mr. Cho?
Ini cerita kocak banget, cuma sedikit melas sama Donghae… 😀

Penasaran? Cek langsung deh : http://choniegyu.wordpress.com/

 

4. Super Junior fanfiction 2010 (SJFF)

Nah buat kalian yang penggila ff dengan berbagai cast yang isinya member SUJU kalian bisa langsung mampir kesini. Karena aku sendiri rajin banget mantengin ff disini, lumayan buat buang bosen… 😀

Cek yaa : superjuniorff2010.wordpress.com

 

5. Lee HaeRa Space

Yang ini juga cast utamanya DONGHAE okan tamvan asal mokpo.
Pokoknya kalian bisa langsung cek di : http://simplefishhaera.wordpress.com

 

6. HaeLien

Ini author sejenis sama alien… 😀 #Piiss
Tapi hampir semua ff yang athornya buat aku pribadi suka banget sama cerita-ceritanya yang atraktif. Buat yang ELF maupun ELFishy or FISHY gak nyesel ko’ nongkrongin ff daro athornya yang mirip alien itu… 😀

Kalo masih gak percaya yuk di cek dulu : http://onlyhaeya.wordpress.com/

 

7. HaeMin & YeNeul couple

Disini ceritanya menarik banget, tapi aku gak lg ngebahas soal cerita tapi lebih ke sampul pictnya. semua sampul pict yang dipake semuanya simple se simple Mr. Simple tapi terkesan elegant. Dan I LIKE IT… 😀

Boleh deh di cek langsung : myworldfanfic.wordpress.com

 

8. HaeGhie1815

Ahahaha, yang terakhir promosiin blog sendiri gak apa ya… 😀
Kalo disini emang cast utamanya DONGHAE, karna seperti yang sudah-sudah dalam postingan ini selalu akan kalian temukan kata TAMVAN. Dan satu kata itulah yang mendasari mengapa cast utama disini selalu dia yang terCINTA… 😀

Untuk ff yang udah aku bikin sendiri secara pribadi… Ehemm, bisa dicek langsung dengan mengKLIK kalimat bertuliskan FANFICTION disebelah kanan pemirsa…

Tapi meskipun DONGHAE yang sebagai cast utamanya kalian yang CLOUD, SPARKYU, JEWEL, PETALS, ANGEL dll gak perlu khawatir, karena mereka tetep nyempil dalam berbagai kesempatan ko’. Buat yang masih gak percaya cek langsung aja deh mendingan… Dijamin gak nyesel palingan cuma mules doang… 😀

Mungkin ini aja yang bisa aku rekomend ke kalian pembaca dan penikmat setia FANFICTION. Sekian dan terima kasih telah berkunjung kesini. Ke blog gak jelas yang kadang cuma jadi tempat curhat pribadi saya ini… 😥

Dan untuk ff baru yang bakalan muncul keperedaran berjudul seperti pict dibawah ini. Untuk Lee Min Ho oppa, dari lubuk hati yang terdalam saya ucapkan JOSONGHAMNIDA. Karena kali ini anda yang akan saya korbankan dan nistakan… 😀

Let Me be Happy With Him by. HaeGhie1815

Let Me be Happy With Him by. HaeGhie1815

 

Buat kalian adakah athor yang kalian favoritkan dari daftar diatas? Kalo mau tambahin rekomend juga gak apa. Monggo. Silahkan. Kalo gitu saya pamit. ANYEONG… 🙂

GOMAPTA…^^~

Categories: Fanfiction | 2 Komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

S P I C Z Y

Wlcome to my Alter Ego...

Elfishy Siwonnie World

This Blog is dedicate to My Beloved Boys, Donghae & Siwon

My World Fanfic

Just My Fanfiction!!

Aprilia SapphireBlue World's

FICTION WORLD WITH MY IMAGINATION....

Sweet Caramel

My Sweety

Choniegyu Fan Fiction

Dedicate To Our Evil Magnae "Our Gyuhyun"

KPDK Fanfiction

Just For Fanfiction

The Story About Love

Love don’t cost a thing; except a lot of tears, a broken heart, and wasted years.

SpeciAll Sapphire Blue

All About Super Junior -SpeciAll-

My Room

Tempat kami berbagi imaginasi melalui fanfiction

FFindo

FanFic For Friends

Voldemort's Porch

Spoiled rich and a total bitch.

VJ Heru

Penulis humor yang kurang pamor.

Dazzlesme

Let it flow with your talent

Catatan Kika

Sebuah Catatan Kecil Dari Orang Yang Ingin Besar

== HaeLien ==

Planet for Lee Donghae the Alien

elf501

My World is Korean Pop

Superjunior Fanfiction 2010

All about fanfictions with Super Junior as the main characters!

Korean Chingu

Like Korea Love Indonesia ^^