“My Second Love is My Last Love” Part_6


part6

Second Love Part_6 by.HaeGhie1815

_______________________________________________________

Cast : Han Cheonsa, Lee Donghae, Lee Jongsuk

Cast other : Super Junior member, Lee Family, Lee Donghan

_______________________________________________________

 

Donghae side

 

“Annyeong haseyo” sapaan dari segerombol mahluk-mahluk yang pagi ini memang sengaja ku undang datang untuk sarapan bersama. Hyung dan dongsaengdeul ku, member super junior.

 

“Kalian sudah datang rupanya” aku baru saja selesai dengan aktivitas dapurku.

 

“Tentu saja, kau sendiri yang memaksa kami untuk datang pagi-pagi dan memesan banyak makanan seperti ini” keluh Heechul hyung dan aku hanya bisa berkacak pinggang memeperhatikan kegiatan mereka.

 

Mereka yang masuk bersamaan kedalam rumah dengan beberapa kantung plastik ditangan mereka. Kini tengah sibuk menatap meja panjang pendek yang biasa kami gunakan untuk mengadakan makan bersama saat merayakan sesuatu. Setelah selesai menata meja mereka mulai sibuk membereskan berbagai macam makanan yang mereka bawa.

 

“Ini maksudnya apa?” tanya Cheonsa yang ternyata masih berdiri terpaku disebelahku.

 

Ia tak henti-hentinya menatap semua member yang masih sibuk dihadapan kami dengan heran. Matanya bahkan sampai tak berkedip saking takjubnya dengan pemandangan dihadapannya.

 

“Pesta penyambutan untukmu dan Yeonsa” jawabku yang dibalasnya dengan tatapan tidak percaya.

 

“Mungkin aku belum sadar sepenuhnya, mungkin juga nyawaku belum terkumpul sepenuhnya” gumamannya membuatku terkekeh.

 

“Kau masih tidak percaya kalau mereka itu nyata?” aku tidak percaya bahwa gadis ini begitu menggemaskan dengan segala ketidak sadarannya ini. “Yak, coba kalian katakan sesuatu lebih dulu padanya agar dia segera sadar” seruku pada semua member yang sudah hampir menyelesaikan kegiatannya menata meja.

 

“Annyeong Cheonsa-sshi” mereka kompak mengucapkan salam padanya tapi responnya tetap saja sama. Ia masih menatapku seolah mencari jawaban yang tepat dengan kondisi pagi ini.

 

“Huwaaa, mimpi apa aku semalam? Kenapa pagi ini ada banyak pria tampan dihadapanku” Yeonsa yang entah sejak kapan muncul segera berseru heboh mendapati semua member yang kini sudah duduk rapih ditempatnya masing-masing.

 

“Yang satu ini siapa hyung?” tanya Ryeowook sambil menunjuk Yeonsa yang masih tak beralih dari tempatnya.

 

“Annyeong haseyo, Han Yeonsa imnida” belum sempat aku memperkenalkannya gadis itu segera berseru memperkenalkan dirinya sendiri. “Sekarang aku harus duduk dimana” tanyanya heboh kepada seluruh member.

 

Akhirnya sarapan pagi ini berlangsung dengan penuh keceriaan. Cheonsa sudah mendapatkan kembali kesadarannya selang beberapa waktu dan kini ia yang duduk tepat disebelahku mulai sibuk menyuapi Donghan yang baru ikut bergabung dimeja makan bersama kami juga dengan Kyuhyun yang sudah kembali meracuni putraku dengan segala macam game melalui PSP kesayangan mereka masing-masing.

 

Yeonsa, tidak perlu ditanya lagi. Ia sudah terlalu sibuk dengan dunianya bercanda ria dengan member lain yang tentunya memiliki sense humor penuh seperti Shindong, Eunhyuk, Kangin dan Heechul hyung. Gadis itu begitu bersemangat bercerita banyak hal pada mereka.

 

Aku justru sibuk membahas kegiatan diluar negeri kami untuk beberapa minggu kedepan bersama Leeteuk, Yesung, Sungmin hyung, Siwon dan Ryeowook yang entah sejak kapan jadi lebih memilih bergabung dalam perbincangan serius ini. Meski sesekali kudapati ia melirik kearah Yeonsa yang kadang tertawa terpingkal-pingkal berkat guyonan Shindong hyung.

 

***

 

“Butuh bantuan” tawarku setibanya didapur setelah kembali menutup pintu depan dengan rapat.

 

“Boleh” jawabnya segera membuatku ikut turun tangan membantunya mencuci peralatan makan yang tadi kami gunakan.

 

Semua member sudah kembali ke dorm mereka masing-masing kecuali Sungmin hyung yang lebih memilih pulang kerumahnya. Donghan sudah duduk anteng diruang tengah menonton beberapa film kartun kesukaannya karena hari ini hari minggu. Yeonsa sedang dikamarnya, katanya hari ini dia ada sedikit kegiatan diluar. Berhubung hari ini aku sedang tidak ada kegiatan jadi kuputuskan untuk membantu Cheonsa karena aku tidak tega melihatnya melakukan segala sesuatunya sendiri.

“Hari ini kau tidak pergi?” tanyanya seakan bisa menebak isi pikiranku.

 

“Aku sedang tidak ada kegiatan hari ini, mungkin baru besok aku akan sibuk melakukan persiapan sebelum berangkat minggu depan” dan ia tampak ber-Oh ria menanggapiku dengan tangan yang masih sibuk mencuci piring dan mangkuk yang sepertinya belum berkurang juga sedari tadi.

 

Aku dan member Super Junior lainnya memang sudah merencanakan untuk kembali melakukan world tour kami yang bertajuk Super Show karena beberapa member kami sudah kembali dari tugas wamil mereka. Kami memutuskan untuk terus bersama dalam satu grub meski sebagian besar diantara kami sudah berkeluarga. Itu semua kami lakukan karena ELF yang masih terus mendukung kami. Diluar sana masih banyak ELF yang menyayangi kami dan menginginkan kami terus berdiri diatas panggung maka dari itu kami sepakat untuk tidak berhenti menjadi Super Junior. Kami akan terus menjadi Super Junior untuk ELF dan selama ELF masih ada untuk kami.

 

“Oh ya, Yeonsa pernah bilang padaku bahwa kau itu dulunya ELF, apa itu benar?” ia segera menghentikan kegiatannya dan beralih menatapku kaget.

 

“Aiish, dasar mulut ember” umpatnya kesal. “Dia… tidak… memberitahumu… tentang siapa… biasku kan?” tanyanya dengan ragu.

 

“Dia tidak memberitahuku tapi apa benar kau ELF?” ia tampak menghela napasnya sejenak sebelum kembali membilas peralatan makan yang sudah selesai dicucinya sedangkan aku membantu mengeringkannya dan mengembalikan peralatan makan itu ketempatnya semula. Sambil menunggu jawabannya.

 

“Itu dulu, sulu sekali” jawaban singkat yang membuat keningku berkerut.

 

“Maksudmu?” pantas saja reaksinya aneh seperti tadi saat semua member datang bersamaan.

 

“Yah dulu aku memang ELF tapi aku tidak tau apakah sekarang aku masih bisa menyebut diriku sebagai ELF atau bukan” ia tampak sedang berpikir sejenak sebelum menatapku. “Aku sudah terlalu lama tidak melakukan kegiatan fangirling sejak lama, tapi aku masih menjadi penikmat lagu-lagu yang kalian nyanyikan” lanjutnya kini dengan ekspresi jenakanya.

 

“Benarkah kau masih menjadi penikmat musik kami?” aku sedikit meragukan jawabannya.

 

“Tentu saja, eonni selalu menyanyikan lagu kalian setiap berada didalam kamar mandi dan tak henti-hentinya mendengarkan lagu-lagu kalian setiap kali tidak ada kegiatan dirumah” sahut Yeonsa yang entah sejak kapan muncul dibelakang kami. “Dan mungkin kau akan terkejut oppa kalau kau tau siapa bias eonni di Super Junior” lanjutnya membuat Cheonsa langsung kelabakan tapi aku malah tertarik.

 

“Bocah tengik tutup mulutmu segera sebelum gelas ini mendarat mulus dikepalamu” detik berikutnya Yeonsa segera melarikan diri sebelum kakaknya benar-benar melakukan tindakan kejamnya membuat Donghan yang tadinya asik menonton kini ikut memperhatikan kami.

 

“Kalau kulihat dari sifatmu sepertinya kemungkinan besar biasmu itu Heechul hyung atau bisa juga Kyuhyun” ujarku penasaran sambil memperhatikannya dari atas kebawah dan dari bawah keatas.

 

“Mungkin” jawabnya ketus sebelum kembali menyelesaikan pekerjaannya yang memang sudah hampir selesai berkat bantuanku.

 

“Dulu semasa kau masih menjadi ELF… apa kau pernah menonton konser kami secara langsung?” tanyaku setelah kami saling diam untuk beberapa saat.

 

Ia tampak menghitung dengan jari-jemarinya yang lentik “Pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima dan keenam. Konser terakhir yang kutonton adalah Super Show kalian yang keenam, sisanya aku sudah tidak pernah lagi melakukannya”.

 

“Kenapa?” tanyaku penasaran dan sedikit kesal karena dia mengatakannya dengan ekspresi yang begitu datar.

 

“Haruskah aku memberitahu alasanku padamu?” dia malah balik bertanya padaku.

 

“Tentu saja, kau harus memberitahuku”

 

“Ajhumma” panggilan Donghan segera mengalihkan perhatiannya yang sebelumnya masih tampak menimbang-nimbang akan menjawab pertanyaanku atau tidak. “Kapan mau bikin pudingnya? Ajhumma tidak lupa kan dengan janji ajhumma semalam”.

 

“Sebentar lagi ya, kau duduk saja dulu ajhumma sudah hampir selesai membereskan dapur, kalau sudah selesai kita langsung buat pudingnya, ok” hasilnya ia benar-benar tak lagi memperdulikanku dengan pertanyaan yang masih terasa menggantung diujung lidah.

 

Donghae side end

 

***

 

Malam ini Yeonsa tidak pulang, tadi sebelum makan malam ia menghubungin Cheonsa dan mengatakan padanya bahwa akan menginap dirumah temannya. Jadi malam ini hanya ada Cheonsa, Donghan dan Donghae yang menghuni apartemen itu.

 

“Kau belum tidur?” tanya Cheonsa pada Donghae yang masih asik menonton tv saat ia hendak ke dapur mengambil segelas air untuk mengobati kekeringan dikerongkongannya.

 

“Belum” jawabnya tanpa beralih menatap Cheonsa. “Apa Donghan sudah tidur?” tanyanya kali ini.

 

“Dia baru saja tidur setelah mulutku lelah mendongenginya” jawab Cheonsa kini ikut duduk di sofa yang didudukin Donghae tentunya dengan tetap menjaga jarak. “Anakmu benar-benar sangat manja, aku hampir saja kehabisan suara karena terus saja berceloteh tentang cerita Pinokio, gadis berkerudung merah dan beberapa dongen lainnya” keluh Cheonsa yang langsung mengalihkan perhatian Donghae padanya.

 

“Tapi dia cukup menggemaskan bukan?”

 

“Yah… Donghan memang sangat menggemaskan dan aku sangat menyukainya”

 

Seharian ini ketiganya memang hanya menghabiskan waktu didalam apartemen mengingat bahwa Donghan baru saja sembuh dari demam yang dialaminya kemarin malam. Donghae dan Cheonsa, keduanya sibuk menemani Donghan bermain seharian. Mulai dari membuat puding bersama didapur, bermain mobil-mobilan, robot-robotan, 숨바꼭빌 (Sumbakkokjil) petak umpet yang berhasil membuat Donghan tak henti-hentinya tertawa karena Cheonsa tidak pandai dalam hal bersembunyi. Tentu saja, bagaimana mana bisa bersembunyi tanpa tertangkap didalam sebuah apartemen dengan ruangan yang sudah terlalu akrab bagi ayah dan anak itu. Ketiganya asik bermain seharian sampai yang terakhir mereka asik bermain monopoly. Permainan yang sangat disukai oleh Cheonsa. Permainan yang membuat kemenangan berbalik padanya.

 

“Dia pasti kelelahan” komentar Donghae dan kembali tersenyum mengingat semua yang mereka lakukan seharian ini.

 

“Istrimu cantik ya” celetuk Cheonsa yang secara tiba-tiba membuat senyum diwajah Donghae meredup seketika.

 

Kedua mata Cheonsa kini tengah fokus menatap bingkai foto berukuran cukup besar yang tergantung di dinding, tepat dihadapan mereka membuat Donghae juga ikut menatap sebuah lukisan yang menggambarkan dirinya dengan mendiang istrinya.

 

“Kenapa setelah beberapa kali kemari, kenapa baru sekarang aku sadar kalau lukisan kalian terpajang disitu. Kalian tampak sangat serasi” Donghae hanya dapat terdiam mendengarkan penuturan Cheonsa.

 

Ingatannya kembali berputar, kembali mengingat berbagai macam kenangannya yang telah lalu bersama mendiang istrinya. Kembali kemasa dimana istrinya masih berada disisinya, kembali kemasa indah yang jika diingatnya justru akan kembali mengoyak luka dan rasa sakitnya yang sudah sejak lama ia sembunyikan.

 

“Dulu… aku begitu mengidolakan istrimu, sangat mengidolakannya sampai menjadikannya salah satu alasanku untuk menjadi seorang dokter selain karena appaku tentunya. Dia dokter yang hebat, seorang dokter relawan yang sangat hebat”

 

Yah benar, mendiang istri Donghae memang berprofesi sebagai dokter, dokter relawan yang hebat. Dokter relawan yang selalu menjalankan tugasnya dengan baik, tanpa pamrih dan sungguh-sungguh mengabdikan dirinya untuk menolong orang lain. Membuat Donghae terkadang kesal karena mendiang istrinya itu terlalu mengabaikan kepentingannya karena terlalu memperhatikan orang lain.

 

“Sayang aku tidak bisa melanjutkan cita-citaku saat itu, jika saja appa dan eomma masih hidup sampai detik ini. Maka sudah bisa dipastikan aku akan menjadi dokter yang hebat sama seperti dirinya”

 

Tampak kesedihan yang begitu mendalam dari nada suara Cheonsa yang kini masih belum melepaskan pandangannya sedari tadi.

 

“Tapi aku senang…” seru Cheonsa dengan nada suaranya yang tiba-tiba saja berubah kembali ceria membuat Donghae terperanjat dan kini keduanya jadi saling bertatapan. “…setidaknya aku pernah bertemu dengan istrimumeskipun kejadian itu sudah lama. Dia benar-benar baik dan ramah padaku saat itu” lanjutnya.

 

“Kau… pernah bertemu dengannya?” tanya Donghae tak percaya.

 

“Hemm, aku pernah bertemu dengannya…”

 

 

Flashback

 

Seoul Hospital

Seorang gadis tengah berjongkok didepan mesin penjual minuman. Ia terus berjongkok dengan kesal didepan mesin tersebut, karena mesin itu tidak juga mengeluarkan minuman kaleng yang diinginkannya padahal uangnya jelas-jelas sudah masuk kedalam mesin.

 

“Yak, kenapa minumannya tidak mau keluar kau bahkan sudah menelan koin terakhir yang kumiliki. Cepat keluarkan, aku haus, aku mau minum jus kesukaanku” rengeknya yang kini sudah memeluk mesin penjual minuman tersebut. Membuat orang-orang disekitarnya memandanginya dengan pandangan yang sulit untuk dijelaskan.

 

“Dasar mesin bobrok” makinya kesal dan baru saja hendak menendang mesin tersebut tapi segera diurungkan niatnya tersebut karena sekaleng jus apel yang ia inginkan sudah muncul dihadapannya atau lebih tepatnya seseorang memberikan kaleng minuman itu kepadanya.

 

“Untukmu…”

 

Seorang wanita cantik dengan jas putih kini tengah berdiri dihadapannya gadis itu. Gadis itu hanya menatapnya dan seolah tak berniat menerima pemberian wanita itu.

 

“Berhentilah memaki karena semua orang sedang memperhatikanmu sekarang”

 

Gadis itu hanya melihat kesekitarnya dan ternyata memang benar bahwa semua orang sedang menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa ia terima.

 

“Terima kasih” ucap gadis itu ketus menerima kaleng minumannya dengan kasar dan berjalan menuju kursi yang letaknya tak jauh dari mesin penjual minuman tadi.

 

“Kau pasien yang baru tiga hari lalu menjalani operasi usus buntu kan? Kau putri dari dokter Han kan? Siapa namamu?” tanya wanita yang ternyata salah seorang dokter dirumah sakit tersebut ramah setelah ia ikut duduk disamping gadis itu.

 

“Han Cheonsa” jawab gadis itu dingin.

 

Sekitar tiga hari yang lalu Cheonsa dilarikan kerumah sakit oleh orang tuanya karena menderita usus buntu dan harus segera menjalani operasi hari itu juga karena kondisi yang tampak tidak memungkinkan untuk menunda proses operasi.

 

“Wah nama yang cantik” komentarnya.

 

Senyum manisnya tak lepas dari wajah dokter itu yang masih terus memperhatikan Cheonsa yang sedari tadi bersikap ketus dan dingin padanya.

 

“Perkenalkan, namaku Han Hankyo” Cheonsa tampak tak tertarik sedikitpun mendengar setiap kata yang keluar dari mulutnya “Kita punya marga yang sama ya” lanjutnya masih berusaha memancing reaksi gadis disebelahnya yang tak bereaksi hanya sibuk meneguk minumannya.

 

“Harusnya sekarang ini kau masih belum boleh minum-minuman seperti itu karena kau kau masih dalam masa pemulihan” kata wanita itu mencoba menjelaskan. “Bagaiman kalau sampai dokter Han tau, beliau pasti akan memarahiku”.

 

Mendengar itu kata ‘menghukum’ keluar dari mulutnya membuat Cheonsa segera bereaksi, ia menatap dokter wanita bernama Hankyo itu dengan penasaran. Cheonsa mungkin tidak mengenalnya tapi dia yakin bahkan sangat yakin bahwa waniti dihadapannya ini adalah wanita yang sama yang begitu tidak disukainya sejak beberapa bulan yang lalu.

 

“Kalau benar kau akan dihukum, maka aku akan dengan senang hati menontonnya nanti saat kau mendapatkan hukumanmu” ujar Cheonsa ketus lengkap dengan smirknya.

 

Penuturan Cheonsa tidak laju membuat senyum yang sedari tadi menghiasi wajah Hankyo pudar begitu saja.

 

“Yak kau gadis kecil yang lucu” seru Hankyo segera mengacak poni Cheonsa yang berhasil membuat gadis itu justru semakin kesal dan segera beranjak dari duduknya hendak kembali ke ruang rawatnya.

 

***

 

Hari keempat Cheonsa dirumah sakit. Hari ini jadi semakin kesal sekitar lima kali lipat dari sebelumnya karena appa dan eomma memarahinya yang ketahuan meminum minuman kaleng kemarin. Cheonsa begitu kesal dan berpikir bahwa dokter wanita kemarin itulah yang mengadukannya.

 

“Pasti saat ini kau sedang marah padaku dan beranggapan bahwa aku yang sudah mengadukanmu pada dokter Han kan?”

 

Tanpa berbalikpun Cheonsa sudah bisa menebak siapa yang datang dan ikut duduk disebelahnya. Dibangku taman yang berada dibelakang rumah sakit, tempat yang strategis bagi Cheonsa untuk menyendiri.

 

“Benarkan dugaanku, sepertinya kau sangat marah padaku”

Lagi Cheonsa masih berusaha sebisa mungkin untuk tetap bersikap tak acuh padanya, menekan emosinya hingga titik terendah.

 

“Ini untukmu…” katanya sebari menyodorkan susu kotak rasa pisang kesukaan Cheonsa “Sebagai permintaan maaf” Cheonsa masih berusaha untuk dia dan tidak memperdulikan orang disebelahnya. Menganggapnya tidak pernah ada seolah ia tengah sendirian dibangku taman ini.

 

“Appamu bilang selain jus apel yang kemarin kau juga sangat menyukai susu kotak rasa pisang jadi hari ini kubawakan ini sebagai permintaan maaf. Ini jauh lebih sehat dibanding yang kemarin” jelas Hankyo sembari menggoyang-goyangkan susu kotak itu karena Cheonsa tak juga bereaksi.

 

“Kesukaan kita ternyata sama ya, aku juga sangat menyukai yang rasa ini…”

 

Bruuuk~

 

Hankyo belum juga sempat menyelesaikan kalimatnya namun Cheonsa dengan kesal menepis susu kotak tersebut hingga jatuh ketanah. Ia begitu terkejut dengan reaksi Cheonsa tapi sedtik kemudian ia kembali memasang senyum diwajahnya.

 

“Siapa bilang aku suka susu kotak rasa pisang, aku tidak menyukainya, aku benar-benar tidak suka, jadi kita itu tidak sama, aku tidak mau disamakan denganmu” bentak Cheonsa kembali membuang muka dan sekuat tenaga mengatur napasnya agar kembali normal.

 

“Kalau kau tidak suka yang itu, apa yang kusakai? Sebutkan saja, aku akan membawakannya untukmu” tawarnya yang malah semakin membuat Cheonsa merasa jengkel.

 

“Aku suka kau tidak bicara denganku, tidak menatapku, tidak tersenyum dihadapanku dan tentunya tidak menemuiku. 혼자 있고 싶어요 (Honja itgo sipeoyo) Aku ingin sendiri, jadi sebaiknya kau pergi sekarang juga, aku tidak suka melihatmu disekitarku” rasanya habis sudah kesabaran Cheonsa saat itu. Hankyo hanya mengangguk paham dan segera bangkit dari duduknya.

 

“Baiklah aku mengerti, kalau begitu aku akan pergi sekarang tapi aku pastikan untuk datang lagi menemuimu besok, lusa atau bahkan mungkin seterusnya” katanya sebelum pergi meninggalkan Cheonsa sendiri dengan kekesalannya.

 

“Kenapa sih wanita menyebalkan seperti itu bisa menjadi dokter dan kenapa juga wanita itu harus dipilihnya” geram Cheonsa sembari memperhatikan punggung Hankyo yang semakin menjauh.

 

***

 

Hankyo segera berlari keruang VIP tempat Cheonsa dirawat diikuti oleh beberapa orang perawat.

 

“Sejak kapan ia mengalami sakit seperti ini?” tanya Hankyo panik pada salah seorang perawat.

Cheonsa masih saja merintih kesakitan sembari memegangi perut sebelah kanannya. Keringat dinginnya terus bergulir membasahi keningnya. Wajahnya jauh lebih pucat dari sebelumnya. Matanya tetap terpejam menahan rasa sakit yang kini tengah menggerayangi tubuhnya termasuk bagian perut atau mungkin lebih tepatnya bagian bekas operasinya.

 

Hankyo dengan cekatan memeriksa kondisi Cheonsa dan segera menginstruksikan kepada beberapa perawat untuk membantunya memeberikan penanganan pada Cheonsa. Meskipun ia tampak begitu khawatir dan panik ia tetap bisa menjalankan tugasnya dengan baik sebagai seorang dokter dalam menangani pasiennya.

 

***

 

Cheonsa mulai membuka kedua matanya pagi ini setelah kejadian semalam. Ia benar-benar kehilangan kesadarannya, seingatnya semalam ia merintintih kesakitan dan beberapa perawat sibuk menangani kondisinya termasuk dokter Hankyo.

 

Mengingat nama itu membuatnya segera sadar dan hendak bangun dari ranjangnya tapi tak berhasil karena rasa sakit diperutnya menghalanginya untuk bangun. Kedua matanya segera melebar saat disadarinya bahwa ada seseorang disebelahnya. Hankyo masih terlelap dengan posisin duduk dan merebahkan kepalanya dipinggir ranjang Cheonsa. Dengan tangan yang masih menggenggam erat tangan Cheonsa.

 

Menyadari hal itu Cheonsa buru-buru menarik tangannya membuat Hankyo segera terjaga dari tidurnya, “Syukurlah kau sudah sadar”.

 

Cheonsa kembali berusaha mengacuhkannya dengan membuang mukanya kesamping, ia masih tidak ingin melihat Hankyo pagi ini. Kenapa juga Hankyo sampai tertidur diruangannya sambil menggenggam tangannya erat, pikirnya.

 

“Karena kau sudah kembali sadar aku akan keluar sekarang, kau harus tetap beristirahat, jangan pergi kemanapun karena aku tidak ingin melihatmu merintih kesakitan seperti semalam” pesan Hankyo sebelum ia keluar.

 

“Wanita itu benar-benar keras kepala rupanya, kenapa dia tidak juga paham padahal aku sudah dengan susah payah menunjukkan ketidak sukaanku padanya” gumam Cheonsa kesal mengingat Hankyo yang masih saja bersikap baik dan selalu muncul dihadapannya.

 

***

 

Sudah hampir seminggu Cheonsa dirumah sakit tapi ia belum juga diijinkan untuk pulang karena kondisinya benar-benar belum pulih sepenuhnya. Terlebih lagi karena kejadian beberapa hari yang lalu. Ia jadi menyesal karena tidak menuruti perkataan Hankyo untuk tidak meminum jus apel dari mesin penjual minuman tempo hari.

 

Siang ini ia kembali ke taman, menyendiri lagi disana. Kondisinya sudah jauh lebih baik hari ini. Tidak ada lagi rasa sakit diperutnya jadi dia sudah bisa kembali berjalan kesana kemari.

 

“…putri dokter Han sepertinya benar-benar tidak menyukai dokter Hankyo…” suara salah seorang perawat yang tengah berbincang dengan kedua temannya sesama perawat begitu mengusik ketenangan Cheonsa.

 

“Sepertinya sih begitu, kulihat beberapa hari setelah operasi dokter Hankyo sempat menghampirinya dan mengajaknya bicara tapi gadis itu bersikap ketus padanya…” perawat yang kedua ikut angkat bicara.

 

“Benar-benar, aku juga melihat beberapa hari yang lalu saat ia berteriak keras mengusir dokter Hankyo, gadis itu tampak begitu kesal dan menyuruh dokter Hankyo agar tidak menampakkan wajah dihadapannya” tandas perawat yang pertama kali membuka pembicaraan ia berusaha membenarkan.

 

“Harusnya dia tidak bersikap seperti itu pada dokter Hankyo, kalian ingat tidak saat gadis itu kembali mengalami rasa sakit beberapa malam yang lalu. Dokter Hankyo terus saja menjaganya semalaman suntuk sampai pagi bahkan, padahalkan kan ia sedang dalam kondisi hamil. Ia sangat mengkhawatirkan kondisi gadis itu sampai tak beralih sedikitpun dari ruangannya”

 

“Mustinya dokter Hankyo pulang saja, toh gadis itu kelihatannya sama sekali tidak berterima kasih padanya setelah ia menungguinya semalaman. Kudengar ia kembali mengusir dokter Hankyo pagi itu setelah menyadari bahwa dokter Hankyo menungguinya sampai tertidur. Ia terus menggenggam tangan gadis itu sepanjang malam. Kasihan dokter Hankyo” ujar perawat yang ketiga mengasihini Hankyo yang terus saja diperlakukan dengan tidak seharusnya oleh Cheonsa.

 

Cheonsa sudah hendak beranjaak dari tempatnya untuk segera kembali keruang rawatnya karena salah satu diantara perawat itu kembali membuka suaranya.

 

“Setahuku dulu gadis itu tidak seperti itu. Dulu dia gadis yang manis dan ramah pada semua orang. Aku masih ingat betapa ramahnya ia setiap kali datang mengunjungi dokter Han diruangannya. Ia selalu menyapa semua orang yang berpapasan dengannya. Entah itu dokter, perawat, pasien, keluarga pasien, bahkan terkadang ia tampak bercengkrama dengan beberapa cleaning service dirumah sakit. Tapi sudah beberapa bulan belakangan ia sering datang dengan wajah datar dan dinginnya. Ia tidak lagi seceria dulu dan tidak lagi seramah dulu”.

 

Kali ini Cheonsa benar-benar bangkit dari duduknya dan mulai berjalan mendekat kearah perawat-perawat yang sedari tadi terus menjadikan dirinya topik pembicaraan yang hangat diantara ketiganya.

 

“Suster” tegur Cheonsa dengan ekspresi datarnya membuat ketiga perawat itu kalang kabut ditempatnya.

 

“Ya… ada yang bisa kubantu” tanya salah satu diantara mereka gugup.

 

“Aku lapar” jawab Cheonsa cuek dan segera berlalu dengan diikuti oleh perawat itu yang kini seolah sedang berperan sebagai salah seorang pengasuh dadakan Cheonsa.

 

***

 

Kebetulan tadi saat Cheonsa hendak pergi ketaman dan dari kejauhan melihat Hankyo melintas, jadilah kini ia membuntutinya dan memperhatikannya dari jauh seperti saat ini. Cheonsa terus berdiri disudut koridor, ia tak henti-hentinya memperhatikan Hankyo yang sedari tadi dengan telaten menyuapi seorang pasien yang usianya sudah renta. Seorang nenek yang sepertinya tidak ditemani sanak keluarganya.

 

Hal itu mengingatkan Cheonsa pada dirinya sendiri, beberapa hari dirawat dirumah sakit tanpa ditemani oleh kedua orang tuanya. Appanya masih menjalani seminarnya diluar kota sejak operasinya selesai. Eommanya sibuk dirumah menemani adiknya Yeonsa yang akan segera menjalani ujian. Alhasil ia selalu sendirian dirumah sakit ini tanpa teman. Hanya kadang-kadang saja eommanya datang bersama Yeonsa menjenguknya untuk beberapa jam. Sedangkan appanya sesekali menghubunginya untuk menanyakan keadaannya.

 

Belakang ia baru mengetahui bahwa appanya lah yang menitipkan dirinya pada Hankyo. Pantas saja Hankyo begitu memperhatikannya dan terus menjaganya meski Cheonsa terus saja berkeras menolaknya. Hankyo adalah salah seorang dokter yang sangat dipercaya oleh appanya selama ini. Bahkan sekali lagi tanpa sepengetahuan gadis itu, bagi appanya Hankyo sudah dianggap sebagai putrinya sendiri karena Hankyo sudah tidak lagi memiliki orang tua. Dengan kata lain Hankyo adalah anak yatim piatu.

 

Setelah mengetahui semua itu Cheonsa tidak lagi mengusirnya setiap kali Hankyo datang mendekat. Ia juga mulai mengurangi sikap datar dan dinginnya kepada Hankyo, sesekali ia akan membalas pertanyaan yang Hankyo ajukan meski hanya dengan anggukan, gelengan atau kata-kata yang begitu singkat seperti ya dan tidak.

 

Flashback end

 

 

“Seminggu setelah keluar dari rumah sakit aku berusaha untuk kembali kesana, aku berniat untuk menemuinya dan meminta maaf padanya akan sikapku yang sebelumnya sudah kelawatan padanya tapi sayangnya kudengar dia sedang bertugas menjadi dokter relawan disebuah desa. Pada saat itu aku sampai harus merengek pada appa agar diantarkan menemuinya. Sesampainya disana aku hanya tetap tidak berani mendekatinya, aku hanya memandanginya dari kejauhan. Memandanginya yang sedang sibuk memeriksa pasien-pasiennya yang kebanyakan para manula dan anak-anak itu. Ia terus saja melayani mereka dengan ramah. Senyumnya tak pernah pudar sedikitpun dari wajahnya yang cantik. Maka sejak hari itu keputusan dan cita-citaku untuk menjadi seorang dokter semakin kuat” sejenak Cheonsa melirik Donghae yang masih setia mendengarkan ceritanya.

 

“Dua bulan setelahnya aku benar-benar lulus ujian masuk fakultas kedokteran dengan nilai terbaik. Aku tak lantas pulang kerumah hari itu, aku berlari menuju rumah sakit dengan perasaan gembira. Berniat memberitahukan hasil pengumuman itu padanya. Aku ingin ia menjadi orang pertama yang mengetahui berita kelulusanku. Aku sangat ingin memberitahukan kabar gembira itu padanya namun…” Cheonsa menggantungkan kalimatnya matanya kini mulai berkaca-kaca, dihelanya napasnya yang terasa begiu berat.

 

“Setibanya dirumah sakit… apa mengabarkan padaku bahwa ia sudah pergi untuk selamanya hari itu… dia pergi sebelum aku sempat mengucapkan rasa terima kasihku karena selama ini sudah menyayangiku, menjagaku, menyemangati serta mendukungku…” air mata yang sedari tadi ditahannya kini mengalir begitu saja setelah ingatan itu datang menghampirinya. Donghae hanya mampu terdiam menyaksikannya, ia juga sudah tak lagi mampu menahan air matanya untuk tidak jatuh.

 

“Maafkan aku, maafkan aku karena dulu pernah membencinya. Maaf” lirih Cheonsa dengan penuh sesal pada Donghae yang pikirannya masih dipenuhi tentang kejadian tujuh tahun lalu. Kejadian saat Hankyo meninggalkannya untuk selama-lamanya.

 

“Kau tidak seharusnya meminta maaf padaku, Hankyo tidak pernah membencimu, sama sekali tidak. Ia begitu menyayangimu, teramat sangat menyayangimu” balas Donghae membuat Cheonsa merasa kebingungan setelah mendengarkannya. “Aku tidak menyangka bahwa pada akhirnya aku bisa bertemu denganmu. Dengan gadis kecil yang begitu disayangi Hankyo beberapa tahun yang lalu. Seorang gadis kecil yang sudah dianggapnya sebagai adik kandungnya sendiri”

“Maksudmu apa? Donghae-sshi, aku sama sekali tidak mengerti” Cheonsa semakin bingung mendengarkan penuturan Donghae.

 

“Dulu Hankyo… setiap kali Hankyo pulang bekerja… ia tak pernah berhenti menceritakan kepadaku tentang seorang gadis kecil yang ditemuinya dirumah sakit. Seorang gadis kecil yang dititpkan oleh seniornya yang sudah ia anggapa seperti ayah kandungnya untuk ia jaga. Seorang gadis kecil yang dingin, datar dan selalu bersikap ketus padanya. Dan kali ini aku benar-benar bisa bertemu dengan gadis kecil itu” jelas Donghae “Percayalah padaku Han Cheonsa, apapun yang telah kau lakukan pada Hankyo… percayalah bahwa ia begitu menyayangimu bahka ia sangat menyayangimu tidak peduli dengan segala sikapmu dulu terhadapnya”

 

“Kau tidak sedang membohongiku kan? Kau tidak sedang menghiburku kan?” Cheonsa tampak tidak percaya dengan ucapan Donghae.

 

“Aku tidak sedang berbohong padamu. Hankyo memang menyayangi, sangat, sangat menyayangimu” tampak kesungguhan dimata Donghae yang sedari tadi tak lepas dari pandangan Cheonsa. “Sebelum menghembuskan napas terakhirnya, Hankyo sempat berpesan padaku untuk menamai putra kami dengan nama Donghan, Dong yang diambil dari namaku dan Han yang diambil dari margamu dan Hankyo. Itulah sebabnya mengapa aku menggunakan nama itu pada Donghan. Itu bukti bahwa Hankyo begitu menyayangimu setulus hatinya”

 

Air mata Cheonsa semakin deras mengalir setelah mendengarkan jawaban Donghae yang memastikan pada dirinya bahwa wanita yang pernah dibencinya itu ternyata begitu menyayangi dengan tulus. Ia bahkan masih mengingat dengan jelas bayolan konyol Cheonsa yang memintanya untuk menggunakan nama Cheonsa untuk bayi yang akan segera dilahirkannya kala itu. Bayi yang kini tumbuh menjadi seorang bocah yang mulai dekat dengannya, bahkan sudah cukup dekat dengan. Bocah yang selalu bersikap manja padanya. Bocah yang kini dijaganya dengan penuh kasih.

 

Padahal dulu Cheonsa begitu membenci ibu dari bocah itu, menganggapnya sebagai seseorang dengan peran antagonis tapi nyatanya justru ialah tokoh antagonis sesungguhnya. Waktu bergulir begitu cepat, meninggalkan segala kesalahan yang pernah dilakukannya dimasa lampau sebelum ia sempat memperbaiki kesalahan tersebut. Mungkin jika waktu bisa kembali, Cheonsa ingin memperbaiki segala kesalahannya kala itu. Sangat ingin.

 

Waktu malam ini terasa bergulir begitu lambat, sangat lambat diantara keduanya. Sebagian dari kesalah pahaman dan ketidak tahuan mereka sedikit demi sedikit mulai terkuak kepermukaan. Mereka dipertemukan dengan cara yang tidak pernah bisa mereka terka. Melalui orang dan luka yang hampir sama mereka rasakan. Bertemu setelah bertahun-tahun melewati masa itu. Masa dimana keduanya belum saling mengenal satu sama lain. Disaat keduanya masih terpisah dengan jalan hidupnya masing-masing.

 

~ TBC ~

Categories: Fanfiction | Tinggalkan komentar

Navigasi pos

Berani baca, berani komentar dong...^^~

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

S P I C Z Y

Wlcome to my Alter Ego...

Elfishy Siwonnie World

This Blog is dedicate to My Beloved Boys, Donghae & Siwon

My World Fanfic

Just My Fanfiction!!

Aprilia SapphireBlue World's

FICTION WORLD WITH MY IMAGINATION....

Sweet Caramel

My Sweety

Choniegyu Fan Fiction

Dedicate To Our Evil Magnae "Our Gyuhyun"

KPDK Fanfiction

Just For Fanfiction

The Story About Love

Love don’t cost a thing; except a lot of tears, a broken heart, and wasted years.

SpeciAll Sapphire Blue

All About Super Junior -SpeciAll-

My Room

Tempat kami berbagi imaginasi melalui fanfiction

FFindo

FanFic For Friends

Voldemort's Porch

Spoiled rich and a total bitch.

VJ Heru

Penulis humor yang kurang pamor.

Dazzlesme

Let it flow with your talent

Catatan Kika

Sebuah Catatan Kecil Dari Orang Yang Ingin Besar

== HaeLien ==

Planet for Lee Donghae the Alien

elf501

My World is Korean Pop

Superjunior Fanfiction 2010

All about fanfictions with Super Junior as the main characters!

Korean Chingu

Like Korea Love Indonesia ^^