Uncategorized

Attention Please!!!


For your information, hahaha

Untuk kalian yang masih setia mengulik-ngulik blog saya. Buat kalian yang masih setia nungguin update-an dari fanfiction saya. Mulai sekarang kalian bisa cek langsung di ‘WATTPAD’ karena sekarang saya sudah beralih menulis cerita disana.

Bagi kalian yang berminat untuk ceki-ceki fanfictionnya bisa langsung kunjungi ke ‘@voldemort_1004’

Di ‘WATTPAD‘ sana ceritanya lebih banyak, lebih lengkap, lebih seru dan pastinya lebih gereget lagi dari sebelumnya. Buat kalian yang Fishy masih bisa kangen-kangenan sama kisah fiksi Donghae si ‘Pangeran Ikan Amis Picisan yang Tamvan‘ hehee

So, jangan lupa untuk kunjungi dan follow account ‘WATTPAD’ saya guys. Ditunggu yah…^^~

https://www.wattpad.com/user/voldemort_1004

https://www.wattpad.com/396454321-your-smile-prolog

Categories: Uncategorized | Tinggalkan komentar

“My Second Love is My Last Love” Part_4


Second Love Part_4 by.HaeGhie1815

Second Love Part_4 by.HaeGhie1815

_______________________________________________________

Cast : Han Cheonsa, Lee Donghae, Lee Jongsuk

Cast other : Super Junior member, Lee Family, Lee Donghan

_______________________________________________________

One Week Later

 

Kantor agency Wellmade STARM hari ini mendadak jadi lebih ramai dibandingkan biasanya, banyak wartawan berkerumun di depan gedung membuat Cheonsa dan beberapa karyawan lainnya kesulitan untuk masuk kedalam. Butuh waktu cukup lama dan perjuangan yang keras bagi mereka untuk sampai kedalam dengan kondisi baik-baik saja.

“Wah, apa pagi ini ada demo, kenapa didepan kantor jadi seramai itu” keluh Cheonsa sembari membenahi pakaiannya yang sedikit agak kusut karena berdesak-desakan dengan kerumunan wartawan diluar.

“Kau tidak tau bahwa hari ini nona Park akan mengumumkan pertunangannya?” celetuk salah seorang karyawan wanita yang kebetulan mendengar ucapannya.

“진짜 (Jinjja?) Benarkah? Nona Park? Ap yang kau maksud Park Jung In-sshi?” tanya Cheonsa mencoba memastikan.

“Kau ini bagaimana sih, kau kan asisten pribadinya tapi mengapa kau sama sekali tidak tahu berita sepenting ini” jawabnya sewot dan segera berlalu meninggalkan Cheonsa yang masih diliputi dengan begitu banyak tanda tanya berputar dikepalanya.

Dicubitinya punggung tangannya guna membuktikan bahwa ia sedang tidak bermimpi sekarang dan ternyata rasanya sakit. Itu berarti bahwa ia memang sedang dalam kondisi sadar sepenuhnya.

“Wah daebak. Pria macam apa yang sudah bisa menahlukkan hati singa  betina itu”, ujarnya lirih agar tak seorangpun mendengarnya.

 

Cheonsa side

 

Aku terus berjalan keruangannya tapi sesampainya didalam aku tidak menemukan sosoknya seperti biasa dibalik meja kerjanya. Mungkin memang benar hari ini ia akan mengumumkan pertunangannya seperti yang tadi sudah dikatakan oleh karyawan wanita itu. Tapi anehnya kenapa perasaanku saat ini mendadak tidak enak. Kuusap dadaku yang terasa sesak secara tiba-tiba.

“Cheonsa…”

Kubalikkan tubuhku segera setelah mendengar namaku dipanggil oleh suara seseorang yang sedari tadi memenuhi pikiranku.

“Kau disini rupanya…”

“Ya?”

“Kau ini kenapa? Kenapa kaget seperti itu? Ayolah kau harus ikut aku sekarang, ada yang musti kau kerjakan untukku” katanya segera mengembalikan kesadaranku yang sedari tadi terbang entah kemana.

Ia tampak begitu cantik sekaligus anggun dengan busananya yang tidak seperti pakaian yang biasa ia kenakan ke kantor. Make up yang ia gunakan meski terlihat natural mampu membuat wajahnya yang hari ini penuh senyum semakin merubah penilaianku tentang kata “나쁜 (Nappeun) Kejam” yang biasa kugunakan padanya.

Kami pergi kesebuah gedung yang letaknya tidak begitu jauh dari kantor agency. Kami pergi diantarkan oleh supir pribadinya, setelah melewati pintu belakang kantor karena pintu masuk diblokir dengan puluhan wartawan sedari pagi tadi. Jumlahnya tidak berkurang sedikitpun justru malah semakin bertambah setiap menitnya.

“Tetaplah berdiri disini, jangan pergi kemana-mana” perintahnya saat kami tiba didalam sebuah gedung auditorium yang sepertinya memang sengaja dipersiapkan untuk acara konferensi pers.

Nona Park memintaku untuk duduk disudut ruangan dekat dengan panggu tempatnya berdiri saat ini. Ia turun tangan sendiri mengurus segala persiapan di meja konferensi pers sedangkan aku hanya duduk diam memperhatikan semua orang yang berlalu lalang dengan kesibukan mereka masing-masing. Kepalaku terasa sedikit pusing karena aku hanya dibiarkan duduk disini memperhatikan dan menunggu sesuatu yang sepertinya malah membuat kecemasanku semakin bertambah.

“Kau kenapa?” tanya nona Park yang sudah kembali menghampiriku.

“Ah tidak, aku tidak apa-apa” jawabku dengan seulas senyum berusaha setenang mungkin dihadapannya.

“Cheonsa-ya, karena hari ini adalah hari bahagiaku… aku ingin membaginya denganmu… aku ingin kau juga mendengarnya secara langsung jadi karena itu aku mengajakmu untuk datang kemari bersamaku” katanya sambil memegangi kedua bahuku. “Kau karyawan terbaik setelah sahabatmu Yuri, sebelumnya maafkan aku karena sering bersikap keras padamu dan juga maaf karena sudah banyak menyusahkanmu selama ini. Diluar itu semua aku sudah menganggapmu seperti adikku sendiri” imbuhnya dengan senyum manis yang ia tujukan padaku, yang justru malah membuat kepala mendadak terasa kosong.

“Nona anda harus segera kembali ke dalam karena sebentar lagi kami akan membukakan pintu ruangan untuk wartawan diluar sana” kata seorang pria dengan setelannya yang tampak rapih dan berwibawa membuat nona Park mengalihkan perhatianku sesaat.

“Baiklah” balasnya kemudian pria itu undur diri dengan membungkukkan tubuhnya sopan. “Kau dengarkan bahwa aku harus segera kembali kedalam jadi kumohon tetaplah disini, tetap ditempatmu” katanya padaku yang kujawab dengan anggukan mengerti.

Lidahku terlalu kelu untuk mengeluarkan kata-kata. Wanita itu mendadak jadi sosok yang asing dimataku. Apakah ini efek karena ia akan segera melepaskan masa lajangnya, batinku. Detik berikutnya ruangan sudah dipenuhi dengan puluhan wartawan saat kesadaranku mulai kembali setelah mendapatkan perlakuan tak lazim darinya. Beberapa diantaranya ada yang kukenali wajahnya saat berdesak-desakan tadi pagi didepan gedung agency.

“…setauku pasangan wanitanya berbeda usia sekitar tiga atau empat tahun dari pria itu”

“Benar, yang kudengar juga begitu. Dia bekerja di kantor agency si pria dan katanya ia menjabat sebagai wakil direktur disana”

“Wah wanita itu sungguh beruntung bisa mendapatkan pria setampan dia”

“Tentu saja, bagaimana tidak jika si pria begitu tampan, sukses, baik hati, ramah dan gilai banyak wanita”

Tiba-tiba saja rasa penasaran semakin menjadi-jadi setelah mendengarkan percakapan dari dua orang wartawan yang kini duduk tepat disebelahku. Bukan penasaran pada si wanita yang mereka bicarakan tapi aku begitu penasaran dengan si pria. Pria seperti apa yang sudah berhasil menakhlukan wanita itu.

“Maaf… maaf karena sedikit mengganggu pembicaraan kalian” kataku mencoba ikut bergabung dalam perbincangan mereka karena tak mampu lagi menekan rasa penasaranku. “Apa kalian tau siapa pasangan pria yang akan mengumumkan pertunangan hari ini? Apa dia seorang publik figur? Apa dia bekerja di Wellmade STARM juga?” tanyaku membuat mereka menghadiahiku tatapan mengejek.

“Nona kau ini sebenarnya siapa? Masa kau tidak tau siapa yang akan bertunangan hari ini”

“Benar itu, kau ini berasal dari planet mana sampai tidak tahu. Apa gunanya kau berada disini kalau kau tidak tahu apa-apa. Seluruh negeri ini sudah tahu siapa yang menjadi tokoh utama untuk hari ini” cibir keduanya padaku yang membuatku sedikit menyesal karena sudah mencoba bertanya pada orang yang salah.

“Pria itu bekerja di tempat yang sama dengan wanitanya. Dia seorang aktor yang tampan dan sukses, dia…” seorang wartawan pria yang tiba-tiba bergabung hendak memberitahuku segera menghentikan kalimatnya dan kembali fokus kedepan setelah seorang pria yang akan menjadi moderator untuk acara ini muncul bersiap mengambil tempat.

Seseorang yang begitu kukenal, seorang yang sudah seminggu lebih tak kutemui muncul dari balik pintu dan berjalan keatas panggung selang beberapa waktu setelah moderator acara tersebut memberikan pembukaan. Jantungku segera berpacu dengan cepat. Ia duduk disalah satu kursi yang berada tepat ditengah. Mataku tak bisa beralih begitu saja dari sosoknya.

“Kenapa dia ada disini?” gumamku tak habis pikir.

Tak butuh waktu lama karena setelahnya nona Park juga keluar dari balik pintu yang sama seperti yang dilakukan pria itu dan segera duduk tepat disebelahnya. Membuat jantungku semakin berpacu lebih cepat sepuluh kali lipat dari seharusnya. Wanita itu menatap dan tersenyum padaku dari tempatnya sekarang. Kubalas senyumnya dengan susah payah karena aku terlalu fokus pada pria yang kini masih berada di sampingnya.

“Apa yang dia lakukan disini setelah beberapa hari menghilang?” gumamku lagi.

“Lihatlah, betapa serasinya mereka” seru salah seorang wartawan wanita yang tadi mencibirku.

“Kau benar, semakin dilihat keduanya tampak begitu serasi seolah tak terlihat perbedaan usia diantara keduanya” seru wartawan yang satunya menambahi.

“Apakah… yang bertunangan hari ini… Lee Jongsuk?” tanyaku ragu.

Berharap bahwa mereka akan menghadiahiku setidaknya kata “Tidak” atau “Bukan” namun kenyataannya berbeda. Ketakutanku yang tiba-tiba hadir ternyata memang nyata.

“Kemana saja kau selama ini? Bahkan desas-desus mengenai kencan mereka sudah beredar sejak beberapa hari yang lalu karena keduanya sempat tertangkap netizen tengah makan malam bersama” jawabnya melengkapi sudah kebodohan dan ketidak tahuanku selama ini.

Pergi. Menjauh adalah hal pertama yang perlu kulakukan saat ini. Aku harus segera pergi meninggalkan tempat ini sebelum aku mempermalukan diriku sendiri. Ku kerahkan segenap sisa-sisa tenaga yang kumiliki, segera kuseret langkahku yang terasa begitu berat ini menjauh dari tempat yang kuanggap menakutkan itu.

Aku terus berjalan menjauh dengan langkah yang terseok-seok dan berhenti disalah satu halte tak jauh dari gedung tadi. Duduk disalah satu bangku halte, bersandar ditiang penyangganya. Kuatur napasku yang semakin tak beraturan. Paru-paruku seolah tak bekerja dengan baik kali ini karena aku benar-benar kesulitan mendapatkan pasokan oksigen yang begitu kubutuhkan.

Dadaku terasa begitu sakit, rasanya teramat sakit membuatku hampir mati. Mataku memanas seketika. Aku tak lagi mampu menahan cairan bening yang kini sudah membanjiri pipiku. Isakan yang sedari tertahan sudah tak mampu lagi kuredam, kubiarkan lolos begitu saja dari tenggorokanku. Tak lagi kupedulikan orang-orang yang kini mulai menatapku dengan rasa ingin tahu mereka. Aku sudah tak peduli lagi. Aku sudah tak mampu menahan rasa sakit yang sedari beberapa waktu lalu mulai menggerogotiku.

Cheonsa side end

 

 

Donghae side

 

“Hae, hae-ya, apa kau sudah mendengar berita pagi ini?” seru Eunhyuk yang baru saja keluar dari kamarnya dengan heboh menghampiriku dan (희철) Heechul hyung yang masih asik menonton drama korea di dorm hari ini.

“Kau ini kenapa sih? Kenapa kau jadi hobi menggosip seperti mereka” semburku kesal sembari melirik Heechul hyung dan (려욱) Ryeowook yang baru kembali dari dapur untuk bergabung menonton TV.

“Karena berita yang satu ini ada hubungannya denganmu” katanya semakin dipenuhi kehebohan.

Segera setelahnya ia merebut remote yang ada ditangan Heechul hyung dan mengganti tontonan kami dengan program infotainment yang selalu menjadi acara favorit beberapa member kami yang hobi bergosip ria.

“Lihat itu” serunya menunjuk-nunjuk layar TV dihadapan kami. “Itu… Lee Jongsuk hari ini mengumumkan pertunangannya” tambahnya lagi yang langsung membuatku membelalakkan mata.

Mencari sosok yang sebenarnya tak ingin kulihat berada disisi pria itu.

“Wanitanya lumayan cantik” komentar Heechul hyung.

“Wanita yang mana hyung?” tanyaku masih mencari-cari sosok gadis itu disana.

“Ya wanita yang memakai gaun itu. Wanita yang berdiri tepat disampingnya itu bodoh, memangnya wanita yang mana lagi” jawab Heechul hyung kesal.

“Tapi itu bukan Cheonsa” balasku polos karena tak juga menemukan dirinya disana.

“Siapa yang bilang Cheonsa, pria itu bertunangan dengan orang lain. Itu berarti hubungannya dengan Cheonsa sudah berakhir” jelas Eunhyuk entah mengapa membuatku segera melonjak dan berseru penuh kebahagiaan.

“Hyung, sepertinya kau perlu memeriksakan otakmu itu kedokter” komentar Ryeowook sembari menatapku ngeri.

“Lalu… jika pria itu bertunangan dengan wanita lain… bagaimana ya kondisi Cheonsa saat ini?” celetuk Eunhyuk yang segera membuatku berhenti dari uforiaku yang memang terasa cukup berlebihan.

“Apa aku harus menghubunginya?” tanyaku meminta saran pada ketiga mahluk dihadapanku saat ini.

“Yah mungkin sebaiknya begitu, hubungi dia sekarang… kau pikir dia akan menanggapi panggilan orang asing yang baru dikenalnya beberapa minggu ini saat pikiran dan perasaannya tengah kacau” jawaban Heechul hyung jengkel yang segera membuatku mengurungkan niatku untuk menghubunginya.

“Kenapa tak kau hubungi saja adiknya, tanyakan padanya kondisi Cheonsa saat ini, tidak mungkin kan adiknya tidak…”

Belum sempat Eunhyuk menyelesaikan perkataannya aku segera menyambar jaketku yang tadi kugeletakkan asal dilantai.

“Yak ikan bodoh kau mau kemana” jerit Heechul hyung tapi kurasa aku tak lagi memiliki waktu untuk menjelaskan padanya.

***

Aku sudah sampai didepan rumahnya setelah menjemput Donghan sepulang sekolah. Segera kuajak Donghan kerumahnya setelah bertanya apakah ia merindukan Cheonsa dan ingin bertemu dengannya. Beruntungnya Donghan memang selalu merindukannya, jadi mudah sekali bagiku untuk membawa putraku datang kemari menemuinya sebagai sebuah alasan. Alasan paling tepat untuk menemuinya. Mengetahui kondisinya.

“Oh oppa, Donghan”

Yeonsa tampak kaget mendapatiku dan Donghan setelah ia membukakan pintu rumahnya.

“Nonna, dimana ajhumma?” tanya Donghan otomatis tanpa perlu kuajari terlebih dahulu.

“Eumm… itu… anu… ajhumma… dia sedang tidak enak badan” jawab Yeonsa bingung.

Donghan yang tanpa perlu dikomando segera berlari kedalam rumah dan bergegas masuk ke kamar Cheonsa, sedangkan aku menunggu diruang tengah bersama Yeonsa yang kini tampak cemas. Aku begitu penasaran dengan kondisinya saat ini setelah pemberitaan itu. Pasti saat ini perasaan gadis itu sedang tak karuan. Gadis malang, batinku.

“Aku sudah mendengar beritanya” kataku mencoba memulai obrolan dengan Yeonsa yang terus duduk dengan gelisah. “Apa eonnimu baik-baik saja? Bagaimana kondisinya?” tanyaku penasaran.

“Yang pasti dia tidak sedang dalam kondisi yang baik saat ini” jawab Yeonsa dengan gurat kesedihan diwajahnya.

Aku mengerti betul bagaimana perasaannya saat ini tanpa perlu bertanya langsung padanya. Ia pasti begitu terluka bahkan mungkin sangat terluka. Tapi aku berharap ia tidak akan terlalu larut dalam lukanya karena itu justru akan menghancurkannya.

“Eonni…” Yeonsa mulai membuka mulutnya yang sedari tadi dikuncinya rapat-rapat.

Ia menceritakan semua yang dialami gadis itu seharian ini. Mulai dari melihat secara langsung konfrensi pers yang dilakukan kekasihnya tepat didepan matanya setelah beberapa waktu menghilang tanpa jejak. Pria itu menghianati kepercayaannya. Menghianati setiap pengorbanan yang selama ini telah ia lakukan sebagai kekasih yang tak pernah dianggap menurutnya.

“Donghae-sshi, maaf karena kau harus melihatku dalam kondisi seperti ini” sapanya yang baru saja keluar dari kamarnya bersama Donghan.

Wajahnya tampak begitu menyedihkan dengan mata sembabnya yang bisa kupastikan bahwa sedari tadi ia terus menangis tanpa henti.

“Justru aku yang harusnya minta maaf karena datang disaat yang tak tepat waktu seperti sekarang” balasku dengan pandangan yang tak bisa kulepaskan darinya yang kini sudah duduk di hadapanku.

“Ini benar-benar memalukan” katanya berusaha mengulaskan senyum dengan susah payah dihadapanku. “Sungguh aku benar-benar malu menampakkan wajahku yang kusut ini” keluhnya sambil menepuk-nepuk pipinya.

“Eonni, istirahatlah dikamarmu” perintah Yeonsa.

“Benar apa yang dikatakan Yeonsa, sebaiknya kau istirahat saja… kau tidak perlu keluar dari kamarmu” kataku ikut menambahi karena merasa tak tega melihat kondisinya seperti itu.

“Tenanglah, aku sudah merasa jauh lebih baik sekarang karena ada Donghan disini” katanya sambil mengacak rambut Donghan gemas.

“Ajhumma tidak boleh menangis lagi. Aku akan memarahi orang jahat yang sudah membuat ajhummaku menangis” celetukkan Donghan berhasil membuatnya tertawa dengan lepas seperti biasa.

“Baiklah, ajhumma akan berhenti menangis sekarang. Kau harus benar-benar memarahi orang jahat itu nanti, ok” balasnya kemudian membuat kondisinya kini seperti mulai pulih kembali. “(아이고) Aigoo, uri Donghan neomu (예뽀) yeppo” serunya sembari memeluk Donghan erat membuatku dan Yeonsa saling lirik satu sama lain dengan senyum puas.

Ternyata rencanaku untuk membawa Donghan kemari tidaklah salah. Kehadiran Donghan justru malah berhasil mengembalikan moodnya yang semula buruk menjadi kembali baik. Aku jadi ikut lega melihatnya.

***

“Masakan ajhumma memang yang paling enak, jauh lebih enak dari masakan Wookie samcheon” ujar Donghan sebelum berpamitan pada Cheonsa yang kini mengantarkan kami keluar.

“정말? (Jeongmal?) Sungguh?” tanyanya.

“Eoh, jeongmalyo” jawab Donghan dengan penuh semangat.

“Ya sudah, sekarang kau harus pamit dan katakan terima kasih pada ajhumma karena sudah mau direpotkan olehmu hari ini” perintahku pada Donghan yang segera dipatuhinya.

“Ajhumma, terima kasih untuk masakannya. Aku pulang dulu tapi besok aku mau kesini lagi. Bolehkan appa?” kata Donghan diakhiri dengan pertanyaan yang ia tujukan padaku.

“Hei, kau mana boleh merepotkan ajhumma terus menerus seperti itu” tukasku membuatnya segera memasang wajah kesalnya yang tampak begitu menggemaskan.

“Donghan tidak merepotkan ko’. Justru ajhumma sangat senang jika Donghan datang, ajhumma jadi tidak kesepian dan punya teman bermain. Yeonsa nonna juga senang setiap kali Donghan datang, jadi kau boleh datang kemari kapanpun kau mau” ujarnya membuat Donghan kegirangan.

“Ajhumma…” panggilnya sembari menggerak-gerakkan tangannya membuat Cheonsa segera berjongkok mensejajarkan tinggi mereka.

“Wae…”

Chu~

Sebuah kecupan dari Donghan berhasil mendarat tepat dibibir Cheonsa membuat gadis itu membeku ditempatnya untuk beberapa saat.

“Yak… Lee Donghan… aissh” jeritku pada bocah itu tapi dia sudah keburu masuk kedalam mobil meninggalkanku dan Cheonsa yang sudah kembali berdiri tegak dihadapanku.

“Anak itu benar-benar manis dan menggemaskan” kekeh Cheonsa karena ulah Donghan barusan kepadanya.

“Maaf…” kataku sembari menggaruk tengkukku yang tidak gatal.

“Untuk apa minta maaf, yang barusan itu kan hanya tindakan refleknya sebagai ucapan terima kasih padaku” terangnya yang mebuatku membelalakkan mata tak percaya dengan reaksinya. “Donghae-sshi, kau harus lebih banyak meluangkan waktumu untuk menemani Donghan agar kau bisa mengerti banyak hal tentang putramu itu yang mungkin belum kau ketahui. Dia anak yang manis dan… menggemaskan” lanjutnya masih membuatku sedikit keheranan.

“Baiklah, kalau begitu kami pulang dulu dan terima kasih untuk makan malamnya” pamitku berpura-pura paham dengan apa yang ia katakan.

“Baiklah, 조심해 (Josimhae) hati-hati dijalan” katanya sambil melambaikan tangan pada Donghan yang sudah berada didalam mobil.

 

Donghae side end

 

 

Cheonsa side

“Wow daebak, sekarang kau bahkan bisa tertawa setelah seharian ini menangis tersedu-sedu seperti orang gila” seru Yeonsa padaku yang kini sudah duduk diruang tengah bersamanya.

“Entahlah, bocah itu seperti obat mujarab yang bisa langsung menyembuhkan lukaku” ujarku. “Sudahlah aku mau kembali ke kamarku, aku perlu tidur sekarang dan berharap semua ingatan pahit hari ini lenyap begitu saja setelah besok kembali membuka mata” lanjutku dan hendak kembali kekamar namun langkahku harus terhenti saat mendengar pintu rumah kami kembali diketuk.

“Nugu?” tanya Yeonsa padaku.

“Molla… apa Donghan kembali lagi?” gumamku. “Biar aku saja yang bukakan” sergahku saat Yeonsa sudah ingin beranjak dari duduknya.

Betapa terkejutnya aku saat pintu rumah kembali terbuka, yang kudapati bukan lagi Donghan ataupun Donghae. Yang kudapati saat ini justru seseorang yang tak ingin kulihat lagi. Lee Jongsuk.

“Kita perlu bicara” katanya segera saat aku hendak menutup kembali pintu rumahku.

“Aku sedang tidak ingin bicara atau sekedar menyapamu, aku tidak sudi” ujarku sadis dan kembali ingin menutup pintu rumahku  namun tangan kekarnya sudah mencengkeram pergelangan tanganku keras, kemudian menyeretku paksa untuk keluar.

Ia benar-benar membawaku paksa masuk kedalam mobilnya dengan seluruh kekuatan yang dimilikinya. Sekuat tenaga aku berusaha menolak dan memberontak tapi nyatanya tenaga yang kupunya tidak sebanding dengan yang ia miliki. Ahirnya aku terpaksa menyerah dan tidak lagi mencoba untuk melawannya, aku hanya duduk diam tak bersuara di dalam mobilnya yang terus melaju, menjauh dari rumahku sampai tepian sungai han yang tampak lengang. Jauh dari jangkauan pengunjung dan para pejalan kaki.

“Cepat katakan apa yang ingin kau katakan padaku karena aku sedang tak memiliki banyak waktu untuk sekedar berdiam disini menemani pria sepertimu” kataku dingin karena sedari tadi ia hanya diam membisu dan tak bereaksi membuatku semakin kesal padanya lebih dari sebelumnya. “Baiklah kalau tak ada yang ingin kau bicarakan, lebih baik aku pulang sekarang” kataku lagi segera ingin keluar dari mobilnya tapi dengan cepat ia menahanku.

“Maafkan aku” kata pertama darinya yang justru semakin memperburuk suasana hatiku. “Aku tau sekarang kau pasti sangat membenciku… tapi… kau harus mendengarkan penjelasanku lebih dulu sebelum kau semakin salah paham padaku” lanjutnya kini berusaha memberanikan diri menatap mataku.

“Salah paham katamu?” tanyaku ketus. “Kau benar, membencimu… saat ini aku sungguh sangat membencimu sampai rasanya aku tidak ingin lagi melihat wajahmu dihadapanku karena aku sangat, sangat membenci dirimu” makiku padanya yang tetap tak bergeming ditempatnya.

“Aku tidak butuh penjelasanmu, karena yang paling kubutuhkan hanyalah… kau enyah dari hadapanku sekarang juga… jangan pernah kembali lagi kehadapanku karena kehadiranmu hanya akan menorehkan luka yang semakin mendalam dihatiku… jadi kuharap setelah ini kita tidak perlu lagi bertemu…” gertakku sembari menepis tangannya yang masih memegang bahuku dan segera keluar dari mobilnya.

Pergi menjauh darinya saat ini, kurasa itu juga merupakan pilihan terbaik yang perlu kuambil. Aku sudah tak mampu lagi menahan air mataku yang terus berdesakan ingin keluar sedari tadi. Aku hanya tidak ingin memperlihatkan air mataku dihadapannya. Aku tidak ingin terlihat lemah dihadapannya. Mungkin aku memang membencinya saat ini. Aku tak ingin mendengarkan penjelasan apapun darinya yang mungkin akan semakin menyakiti perasaanku sendiri.

“Aku membencimu… aku sungguh-sungguh membencimu Lee Jongsuk… kau pria brengsek…” lirihku disela isak tangis yang kini semakin menderaku.

 

One Week Later

 

Pagi ini kukuatkan diriku untuk kembali datang ke kantor setelah kuhabiskan waktuku seminggu lebih mengurung diri dirumah. Rasanya begitu berat bagiku untuk kembali menampakkan wajahku ketempat ini. Terlebih lagi karena aku tidak ingin melihat pria bodoh itu yang selama seminggu ini masih saja datang padaku. Mengusik hidupku.

Selama seminggu ini ia terus saja datang kerumahku dan terus memohon padaku untuk mau bicara dengannya tapi selalu saja kutolak mentah-mentah permintaannya. Tak ingin kuindahkan sedikitpun segala macam rengekannya. Aku tak ingin peduli lagi dengan segala hal yang dilakukannya.

“초기요 (Chogiyo) Permisi… sunbaenim…” sapaku pada nona Park yang kini sudah menatapku dengan kaget.

“Cheonsa, kau kemana saja, kenapa baru muncul sekarang” tanyanya padaku yang kini sudah berdiri didepan meja kerjanya.

“Sebelumnya maafkan aku karena tempo hari sudah pergi tanpa pamit dan… karena seminggu ini tidak muncul dikantor” jawabku.

“Yasudahlah, tidak apa, aku sudah tidak begitu memusingkannya. Sekarang bisakah kau…” kata-katanya segera terputus ketika aku menyerahkan amplop putih yang kubawa dari rumah tadi keatas mejanya. “Apa ini?” tanyanya.

“Surat pengunduran diri” jawabku tegas.

Aku terus memikirkan tentang rencana ini selama berdiam diri dirumah semingguan ini. Kini tekadku sudah benar-benar bulat untuk berhenti bekerja padanya. Aku harus melakukannya untuk menjaga perasaanku dan mungkin juga perasaannya agar tak ada lagi yang perlu terluka setelah ini. Entah bagaimana akhirnya nanti, tapi yang jelas aku harus benar-benar tegas untuk mulai melupakan semuanya sebelum memulai hidup baruku tanpa pria itu. Pria yang kini sudah menjadi miliki wanita dihadapanku ini.

“Kenapa begitu tiba-tiba? Apa alasannya sampai kau harus mengundurkan diri seperti ini?” tanyanya tak percaya dengan tindakanku.

“Maaf sunbaenim… maaf karena aku tidak bisa memberitahukan alasanku tapi… keputusanku sudah bulat untuk berhenti dan kuharap kau mau menerima surat pengunduran diriku ini” jawabku.

Wanita itu tampak begitu berat untuk melepaskanku tapi hal itu tak lantas membuat hatiku luluh. Dia wanita yang baik. Sangat baik mungkin. Maka dari itu kuputuskan untuk benar-benar menjauh karena aku tidak ingin terlibat kedalam hubungannya bersama pria itu.

Ponselku tiba-tiba saja bordering tepat disaat aku tengah berada dihalte bus terdekat. Nama Yeonsa yang tertera disana membuatku segera menanggapi panggilannya.

“Eonni kau dimana?” tanyanya terdengar begitu resah.

“Yeonsa-ya kau kenapa? Aku sedang dalam perjalanan pulang” jawabku.

“Cepatlah pulang ada hal penting yang harus kau dengar” katanya dan segera ia akhiri panggilan tersebut sebelum aku sempat bertanya.

“Ada apasih dengannya kenapa dia jadi membuatku khawatir seperti ini” aku ingin secepatnya sampai dirumah karena tingkah Yeonsa yang seperti itu membuatku jadi panik.

Cheonsa side end

 

 

~ TBC ~

Categories: Uncategorized | 1 Komentar

“My Second Love is My Last Love” Part_3


Second Love Part_3 by. HaeGhie1815

Second Love Part_3 by. HaeGhie1815

_______________________________________________________

Cast : Han Cheonsa, Lee Donghae, Lee Jongsuk

Cast other : Super Junior member, Lee Family, Lee Donghan

_______________________________________________________

Hari senin, berarti hari yang sangat padat dan berat karena semua orang kembali memulai aktivitas mereka setelah kemarin menghabiskan waktu akhir pekannya. Hari dimana Cheonsa harus kembali dihadapkan pada ketidak beruntungannya setiap kali bertemu dengan atasannya Park Jung In yang menurutnya sedikit kejam itu.

“Kau melewatkan tiga menit empat puluh tujuh detikmu hari ini” sapanya pada Cheonsa yang masih kesulitan mengatur napas karena ia berlarian sepanjang perjalanannya menuju kemari. “Sepertinya hari ini akan menjadi hari yang paling panjang dan melelahkan untukmu” lanjutnya sambil membolak-balikkan kertas-kertas yang menumpuk diatas mejanya.

“Apa aku akan lembur lagi?” tanya Cheonsa takut-takut.

“Tentu saja, kenapa sih mereka sulit sekali diatur. Berapa kali lagi harus kuperingatkan untuk tidak membuat skandal yang akan merugikan sekaligus memusingkan perusahaan dan tentunya padaku” amuknya seketika membuat Cheonsa yang kini sudah duduk disalah satu sofa diruangan itu mengkerut sebelum ia sempat membereskan berbagai macam benda yang berserakan dihadapannya.

Park Jung In berperan sebagai wakil direktur disini. Ia sangat perfectionis dan tentunya sangat diktator terhadap seluruh artisnya juga seluruh pegawainya. Dia termasuk yang paling rajin dan selalu stand by di kantor ketimbang petinggi lainnya. Dia begitu mengutamakan kedisiplinan yang menurut Cheonsa lebih mendekati berlebihan atau pendisiplinan militer.

“Hanya karena dirinya mulai naik daun itu bukan berarti dia bisa seenaknya membuat skandal seperti ini” lanjutnya kini sembari mengurut keningnya yang semakin membuat wajahnya terlihat angker dimata Cheonsa.

“Mau kubuatkan teh?” tawar Cheonsa segera untuk menghindar sejenak agar tak menjadi sasaran kemarahannya.

“Ka…” katanya sambil melambaikan tangannya seolah mengusir Cheonsa yang dengan senang hati melangkahkan kakinya keluar ruangan untuk mengurangi sedikit ketegangannya.

“Empat hari sudah dalam seminggu ini wanita itu terus saja membuat otakku tegang seperti sekarang” gerutu Cheonsa sambil berjalan menuju pantry untuk membuat teh.

“Berhentilah menggerutu dipagi hari, karena tidak baik untuk kesehatanmu” sapa Jongsuk yang langsung mengembalikan moodnya seketika.

“Sepagi ini kau sudah datang?” tanya Cheonsa sambil menyeretnya untuk ikut menuju pantry.

“Karena aku merindukanmu” jawabnya cepat dan langsung menghadiahi Cheonsa dengan sebuah kecupan hangat dibibirnya. “Morning kiss”

“Yak, jangan sembarangan menciumku ditempat seperti ini” protes Cheonsa dengan wajahnya yang sudah merah merona karena ulah kekasihnya itu.

“Memangnya kenapa? Biar saja mereka tau kalau kau itu kekasihku” katanya cuek dengan volume suaranya yang sedikit dibesarkan membuat Cheonsa segera membekap mulutnya.

“Oppa, pelankan suaramu atau aku bisa mati mendadak sekarang” bisik Cheonsa kesal tapi Jongsuk tak peduli ia justru memeluk Cheonsa dengan erat seolah tak ingin melepaskannya tmembuat gadis itu dengan sekuat tenaga berusaha melepaskan diri meski tetap saja tidak berhasil.

“Diamlah, biarkan aku memelukmu sebentar sebagai ganti yang kemarin, karena kemarin ada seorang bocah yang sudah berani menggagalkan waktu kencanku” keluhnya membuat Cheonsa akhirnya hanya bisa pasrah menerima perlakuan kekasihnya yang manja itu.

“Yak, lepaskan aku harus segera membuatkan teh untuk Park sunbaenim” seru Cheonsa setelah berhasil mengingat tujuannya datang kepantry. “Dia akan memarahiku lagi kalau aku terlalu berlama-lama diluar ruangannya” lanjutnya membuat Jongsuk dengan berat hati melepaskannya.

“Baiklah kalau begitu selamat bekerja, sampai jumpa lagi” pamitnya dengan sekali lagi mengecup bibir Cheonsa sebelum ia berlalu meninggalkan Cheonsa dengan aktivitasnya kembali.

***

“Oh kepalaku rasanya mau pecah” keluh nona Park membuat Cheonsa kembali melirik jam yang melingkar dipergelangan tangannya.

“Sudah hampir jam sepuluh malam” gumamnya sedih karena lagi-lagi harus pulang larut malam.

“Kita lanjutkan pekerjaan ini besok saja, sekarang kau bisa pulang” serunya membuat Cheonsa segera mengulas senyum diwajahnya dan bergegas merapihkan berkas-berkas yang masih berserakan dihadapannya.

“Aku pulang dulu dan ingat besok aku ingin kau datang tepat waktu jangan seperti hari ini. Aku tidak ingin melihatmu datang terlambat meski hanya sedetik saja” lanjutnya memperingati Cheonsa agar tidak terlambat besok.

Ia hanya bisa menganggukan kepala patuh meski sendirinya tidak yakin bisa menyanggupi perintahnya dengan baik atau tidak.

***

Jongsuk side

 

Segera kubunyikan klakson mobilku saat melihat Cheonsa tengah berjalan dengan lesu menuju halte terdekat. Kutepikan mobilku dan ia segera menghampiri. Ia segera membuka pintu mobilku dan masuk kedalam tanpa perlu berpikir panjang lagi karena sudah begitu hapal siapa yang menghampirinya.

“Kenapa kau bisa ada disini?” tanyanya sambil memasang seatbelt ketubuhnya.

“Managerku yang memberitauku bahwa malam ini kau lembur, kebetulan aku sudah menyelesaikan syutingku untuk hari ini jadi kuputuskan untuk segera menjemputmu tapi kau sudah pulang dan ternyata benar dugaanku bahwa kau belum pergi jauh” jawabku panjang lebar menjelaskan padanya yang kini mulai menghela napas panjang.

“Baiklah sekarang kau mau kemana?” tanyaku mulai melajukan mobilku dijalanan yang malam ini cukup ramai.

“Antarkan aku pulang oppa, aku butuh istirahat ekstra malam ini karena besok aku harus datang pagi-pagi buta sebelum penyihir tua itu kembali mengutukku menjadi seekor kodok buruk rupa” jawabnya terlihat kesal sekali yang justru malah membuatku tertawa geli karenanya. “Oppa, aku ini sedang serius” protesnya yang berarti aku harus segera menghentikan tawaku sebelum ia marah padaku.

“Ya… baiklah tuan putri” jawabku sambil mengacak poninya seperti biasa.

Ponselnya tiba-tiba berdering tepat saat aku hendak membuka mulutku untuk bertanya padanya yang kini sudah mengangkat tangannya memintaku untuk bersabar sejenak selama ia menanggapi panggilan yang masuk ke ponselnya.

“Donghan…” serunya.

Mendadak ada rasa cemburu yang menjalari dadaku setelah mendengar nama bocah itu keluar dari mulutnya. Bukan karena bocah itu sedang menghubunginya, tapi lebih karena aku merasa bahwa sebentar lagi perhatiannya padaku akan semakin berkurang. Gadis ini mungkin akan segera membagikan perhatiannya kepada bocah itu setelah ini.

“Maaf ya sayang, sepertinya ajhumma tidak bisa. Bagaimana kalau lusa saja…”

Sayang? Sejak kapan ia menggunakan kata sayang pada anak orang, pikirku mulai curiga.

“Baiklah kalau begitu, sampai jumpa” katanya menyudahi panggilannya.

“Sejak kapan kau memanggil anak orang lain dengan sebutan sayang?” tanyaku tanpa meliriknya.

“Molla, panggilan itu mengalir begitu saja tapi kurasa mungkin karena dia seorang anak kecil yang butuh kasih sayang” jawabnya gamblang.

“Benarkah?” tanyaku masih tak percaya.

“Oppa, kau tidak sedang mencemburui bocah berusia lima tahun kan?” balasnya yang langsung membuatku mendelik kesal padanya. “Yak, kau mana boleh cemburu padanya. Donghan itu hanya seorang anak kecil yang butuh perhatian dan kasih sayang” imbuhnya.

“Ya tapi kan dia punya keluarga sendiri” kataku berkeras.

“Iish, dia hanya memiliki appa yang sibuk dan jarang memiliki waktu luang untuk mengasuhnya” terangnya.

“Tapi apa harus kau yang memberikannya perhatian seperti ini?” tanyaku lagi membuatnya diam tampak berpikir sejenak.

“Entahlah… mungkin saja iya mengingat bocah itu merasa nyaman disisiku” jawabnya yang langsung membuatku menepikan mobilku dan berhenti seketika membuatnya sedikit terkejut.

“Yak, kau mana boleh terlibat terlalu jauh seperti ini. Walau bagaimanapun juga dia masih memiliki keluarga, kau tidak boleh terlibat terlalu jauh hanya karena alasan tak berdasar seperti ini. Kau harus mengerti batasanmu. Aku tidak ingin melihatmu merasa kecewa nantinya jika sampai terbawa arus terlalu jauh yang nantinya bisa saja menimbulkan dampak terhadap hidupmu pribadi” semburku kesal.

“Oppa… kau terlalu berlebihan. Tanpa kau beritahupun aku mengerti batasanku yang sesungguhnya, jadi tenanglah. Percayalah padaku bahwa aku akan baik-baik saja. Aku hanya tidak tega saja pada anak itu, aku tidak mungkin mengabaikannya begitu saja saat ia datang padaku” balasnya santai. “Aku janji tidak akan terlibat terlalu jauh” lanjutnya sambil mengacungkan kelingkingnya.

“Baiklah…” katanya menyerah dan segera mengaitkan kelingkingku. “Cara ini terlihat kekanak-kanakan” cibirku.

“Kau kan memang kekanak-kanakan” balasnya sebelum akhirnya memelukku. “Jangan cemburu lagi pada anak kecil” tambahnya yang membuatku segera melepaskan pelukannya dan berpura-pura merajuk.

Jurus terampuhku yang selalu berhasil mendapatkan sebuah kecupan manis darinya sama seperti saat ini. Ia mengecup pipiku, membuat moodku kembali baik.

“Kajja” seruku kembali melajukan mobilku dengan penuh semangat.

Jongsuk side end

 

 

***

“Wah sebuah keajaiban rasanya bisa melihatmu sudah berada dikantor lebih awal dari kedatanganku” seru nona Park setibanya diruangannya.

Hari ini Cheonsa berangkat pagi-pagi buta dari rumahnya karena tak ingin mendapati cerama panjang dari wanita itu yang akan menimbulkan efek samping mengalami tuli mendadak. Ia bahkan sudah menyiapkan teh kesukaan wanita itu dimeja kerjanya dan perbuatannya itu membuat wanita itu tersenyum puas untuk pertama kalinya diminggu ini. Senyuman paling tulus pertama yang didapati Cheonsa setelah sekian lama bekerja padanya. Membuat Cheonsa tak percaya dan harus berkali-kali mengerjapkan matanya untuk memastikan bahwa penglihatannya masih sepenuhnya bagus.

“Oh ya, bagaimana sekolah adikmu? Apa adikmu jadi melanjutkan kuliah di fakultas kedokteran?” tanyanya pada Cheonsa.

“Ye? Ah… itu… lusa ia akan mengikuti ujian masuk” jawab Cheonsa terbata.

Sebenarnya nona Park memang tidak seburuk yang biasanya Cheonsa kira. Tak jarang juga Cheonsa  bisa merasakan kebaikan hatinya tapi mungkin karena ia cenderung menunjukkan sikap antagonisnya, hal itulah membuat Cheonsa tak henti-hentinya berpikir bahwa wanita ini kejam dan melupakan sisi baik yang dimilikinya.

“Ini ambilah, ini gajimu untuk bulan ini dan yang ini berika pada adikmu” katanya sembari mengangsurkan dua buah amplop putih pada Cheonsa yang masih menatapnya bingung. “Sampaikan pada adikmu bahwa aku berharap ia bisa lolos tes masuk, ia harus bisa menjadi dokter yang hebat setelah ini” lanjutnya menepuk bahu Cheonsa dan mulai menyibukkan dirinya dengan berkas-berkas pekerjaannya yang ia tinggalkan semalam.

“감사합냐다 (Gamsahamnida) Terima kasih sunbaenim” ucap Cheonsa dengan rasa haru.

“Yayaya, sekarang selesaikan pekerjaanmu jika kau sudah berhasil menyelesaikannya kau boleh langsung pulang” katanya lagi tanpa menengok lagi pada Cheonsa yang matanya mulai berkaca-kaca.

***

Cheonsa side

 

“Wow daebak, nenek sihir itu… ah, ani maksudku nona Park itu benar-benar memberikan ini untukku?” tanya Yeonsa bersemangat setelah aku menceritakan dan memberikan titipan nona Park padanya.

“Eoh, maka dari itu kau harus lulus tes masuk apapun yang terjadi” ancamku.

“Tenang saja aku tidak akan mengecewakanmu. Aku tidak akan menyia-nyiakan kerja kerasmu selama ini untuk memenuhi seluruh kebutuhanku” jawabnya. “Eonni besok tolong kau sampaikan ucapan terima kasihku padanya dan… ah iya tunggu sebentar…” ia segera berlari ke kamarnya sebelum menyelesaikan ucapannya.

“Ini… berikan ini padanya” serunya sambil menyodorkan syal berwarna merah kepadaku.

“Bukankah… ini kau buat untuk…”

“Tenang saja aku bisa membuatnya lagi. Ulang tahunnya masih satu bulan lagi” selanya.

“Kau yakin?” tanyaku dan ia menganggukan kepalanya dengan yakin.

“Mungkin setelah ini aku akan mengidolakan nona Park yang sudah memperhatikanku” serunya riang membuatku terkekeh.

Aku jadi geli sendiri melihat tingkah adik perempuanku ini. Padahal jelas-jelas ia sudah dengan bersusah payah merajut syal itu sebagai hadiah ulang tahun untuk idolanya tapi sekarang malah ia berikan untuk nona Park dan langsung mengatakan bahwa ia akan mengidolakan wanita itu. Oh Tuhan yang benar saja.

“Dasar bocah” gumamku masih memperhatikannya yang berguling-guling diatas kasurku sambil memeluk amplop pemberian wanita itu.

Tok~ Tok~ Tok~

Yeonsa segera beranjak dari kasurku dan berlari keluar hendak membukakan pintu karena sepertinya ada yang datang.

“Siapa yang datang?” jeritku dari kamar tapi tak ada jawaban darinya membuatku penasaran dan segera menyusulnya keluar kamar.

Seorang bocah laki-laki segera berhambur kepelukanku saat aku memunculkan diriku diruang tengah.

“Donghan-ah dengan siapa kau kemari?” tanyaku padanya “Eoh annyeong Donghae-sshi” sapaku langsung setelah Yeonsa mempersilahkan pria itu masuk kedalam rumah.

“Maaf malam-malam begini sudah mengganggumu” katanya.

“Eonni…” bisik Yeonsa dengan pandangannya yang tak luput dari wajah Donghae.

“Ah, Donghae-sshi perkenalkan ini adikku. Han Yeonsa” kataku memperkenal Yeonsa padanya.

“Lee Donghae, senang bisa bertemu denganmu” katanya memperkenalkan diri pada Yeonsa yang masih terlihat takjub.

“Donghan, kenapa datang kesini malam-malam?” tanyaku pada Donghan yang masih tidak mau melepaskan tangan kecilnya dari pinggangku.

“Donghan mogok makan karena sangat ingin menemuimu jadi aku terpaksa membawanya kemari” terang Donghae.

“Donghan sayang, kau tidak boleh tidak makan. Nanti jika kau tidak makan kau bisa jatuh sakit. Dan kalau kau sakit appamu akan sangat mengkhawatirkanmu. Kalau appa mengkhawatirkanmu maka appa tidak bisa bekerja dengan baik. Donghan kan anak pintar, jadi jangan tidak menuruti perintah appa. Kau harus makan ya” bujukku menangkupkan kedua tanganku diwajahnya sambil berjongkok mensejajarkan tinggi kami.

“Tapi aku hanya mau makan kalau ajhumma yang menyuapiku” rajuknya.

“Ajhumma juga harus bekerja sayang, jadi ajhumma tidak bisa setiap hari menemuimu. Kamu mengerti kan?” jelasku mencoba menerangkan padanya dengan lembut.

“Kenapa sih semua orang dewasa harus sibuk bekerja dan membiarkan anak kecil sendirian?” tanyanya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

“Itu karena… karena orang dewasa harus mencari uang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sama seperti appamu yang bekerja untuk memenuhi seluruh kebutuhanmu, ajhumma juga bekerja untuk memenuhi kebutuhan Yeonsa noona” jawabku setelah melirik sekilas pada Donghae dan Yeonsa yang sedari tadi hanya diam memperhatikan.

“Tapi sekarang aku hanya butuh ajhumma untuk menemaniku” protesnya lagi. Mulai membuat kepalaku sedikit berdenyut.

“Eum, kalau kau membutuhkan ajhumma lalu bagaimana dengan appa yang membutuhkanmu lalu Yeonsa nonna yang membutuhkan ajhumma?” tanyaku padanya yang segera membuat anak itu berpikir sejenak.

“Hemm, begini saja… kalau kau tidak keberatan… bagaimana kalau aku mengajakmu dan adikmu Yeonsa pergi makan malam bersama… hitung-hitung menghibur Donghan agar ia mau makan” usul Donghae yang langsung membuatku berpikir dan menimbang-nimbang.

“그래서요 (Geuraeseoyo) Baiklah kalau begitu” kataku menyetujui.

Aku dan Yeonsa segera kembali ke kamar kami masing-masing untuk berganti pakaian. Aku terpaksa menyetujui ajakannya untuk pergi makan malam bersama demi menyenangkan hati anaknya. Kenapa aku terus saja tidak tegaan pada anak dan ayah itu, gerutuku.

Cheonsa side end

 

***

Donghae side

“Grill5Taco?” seru Cheonsa keheranan karena aku membawa mereka kemari.

“Iya, memangnya kenapa?” tanyaku bingung.

“Ah aniya” jawabnya buru-buru.

Aku meminta Donghwa hyung untuk mengosongkan lantai dua karena kami akan makan malam disini. Agar tak ada orang lain yang mengganggu. Sengaja kubawa mereka kemari untuk menghindari netizen agar tak menimbulkan berita miring nantinya.

“Tempat ini masih terasa sama rupanya” gumam Cheonsa yang tertangkap pendengaranku.

“Memangnya kau pernah datang kemari?” tanyaku.

“Eoh, tapi itu dulu, dulu sekali” jawabnya masih sambil memperhatikan kesetiap sudut ruangan.

“Benar oppa dulu eonni sering sekali kemari hanya untuk…”

Cheonsa segera membekap mulut adiknya sebelum ia menyelesaikan kalimatnya.

“Untuk apa?” tanyaku penasaran tapi sepertinya Yeonsa sudah tak berniat melanjutkan kalimat karena mendapatkan lirikan dari Cheonsa.

“tidak, tidak ada apa-apa. Dia hanya asal bicara” sergah Cheonsa “Harusnya kita tidak perlu pergi keluar hanya untuk makan malam seperti ini, harusnya kau biarkan aku memasak saja dirumahku” katanya berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

“Kalau sesekali tidak salahkan?” tanyaku.

“Tapi lain kali tidak perlu repot-repot seperti ini” jawabnya.

“Anggap saja ini sebagai ucapan terima kasihku karena sudah mau membantuku untuk membujuk Donghan” ucapku penuh rasa terima kasih.

Donghae side end

 

 

Two Days Later

 

Cheonsa side end

“Kau boleh pulang lebih awal hari ini” kata Park sunbaenim setelah aku menerima telpon dari Yeonsa yang mengatakan bahwa ia lulus tes.

“Ye sunbaenim. Eumm… bagaimana kalau malam ini anda ikut makan malam dirumahku untuk merayakan kelulusan Yeonsa?” tawarku tanpa ragu.

“Sebenarnya aku ingin sekali ikut, tapi mungkin lain kali saja karena aku sudah terlanjur ada janji” jawabnya dengan wajah kecewa yang tergambar jelas diwajahnya. “Tapi lain kali biar aku yang mentraktir kalian” lanjutnya lagi membuatku merasa bertambah senang.

“Ye sunbaenim, kalau begitu aku pulang duluan” pamitku padanya.

Yeonsa lolos tes ujian masuk ke fakultas kedokteran di Universitas Seoul dengan nilai terbaik. Bahkan ia berpeluang untuk mendapatkan beasiswa jika ia mampu mempertahankan nilai-nilainya dengan baik. Aku benar-benar merasa senang sekaligus bangga padanya karena ia berhasil mewujudkan mimpi mendiang orang tua kami. Dan juga melanjutkan mimpiku yang tak bisa kucapai.

Dulu saat kedua orang tua kami masih ada, aku pernah berkuliah di universitas itu. Aku kuliah difakultas kedokteran karena aku ingin seperti appa juga seseorang yang pernah menjadi motivatorku dulu. Hingga suatu malam kedua orang kami mengalami kecelakaan saat perjalanan pulang menuju rumah, setelah mereka selesai menghadiri acara reuni dengan rekan SMU mereka diluar kota.

Setelah satu tahun berlalu, dengan berat hati kuputuskan untuk berenti kuliah. Aku harus mulai bekerja guna memenuhi kebutuhan hidupku dan Yeonsa yang pada saat itu masih duduk dibangku sekolah dasar. Rumah kami pada saat itu terpaksa kujual dan kami memutuskan untuk mengontrak sebuah rumah kecil yang sampai saat ini kami tempati demi mengurangi pengeluaran seminim mungkin. Sedih rasanya tidak bisa melanjutkan mimpiku karena harus bisa melanjutkan hidup bersama adikku mengingat pada saat itu aku baru menikmati tahun keduaku di unversitas.

Tapi sekarang setelah Yeonsa berhasil lolos, aku tidak lagi merasa sedih karena pernah gagal. Rasa itu kini sudah berubah menjadi rasa banggaku kepada Yeonsa. Adik tercintaku. Karena itu berarti, perjuanganku selama ini tak sia-sia untuknya.

***

Sesampainya diluar kantor aku segera mengirim pesan singkat pada Jongsuk, berniat mengajaknya untuk merayakan kelulusan Yeonsa dengan makan malam dirumahku tapi dia bilang tidak bisa karena sudah ada janji yang tidak bisa dibatalkan begitu saja. Aku sedikit kecewa tapi berusaha mengerti mengingat kondisi pacaran kami yang seperti permainan petak umpet ini.

“Ajhumma” suara yang segera membuatku tersadar bahwa saat ini aku sudah berjalan sampai didepan sekolah Donghan.

Ia segera berlari menghampiriku dengan wajah cerianya.

“Kau belum dijemput?” tanyaku.

“Eoh, tapi appa sudah dijalan menuju kemari” jawabnya dan benar saja karena detik berikutnya kulihat mobil Donghae sudah menepi.

“Cheonsa-sshi, kau disini rupanya?” tanyanya kaget melihatku.

“Aku baru saja pulang kerja dan kebetulan saat lewat Donghan memanggilku jadi aku menyapanya” jawabku sambil tersenyum pada Donghan yang sedari tadi menggandengku dengan erat seperti biasanya.

“Ah kalau begitu biar kuantarkan kau pulang sekalian” ajaknya yang pasti tak bisa kutolak begitu saja karena Donghan terlihat begitu riang mendengar usulan appanya.

***

“한연사 축하해 (Han Yeonsa chukkae) Han Yeonsa selamat!” ucap Donghae yang segera membuat Yeonsa riang.

“Gomawoyo oppa” balasnya.

“Chukkae nonna!” seru Donghan sambil menyodorkan satu buah permen lolipop kepada Yeonsa membuatnya dihadiahi pelukan erat dari Yeonsa yang akhirnya membuat Donghan memberontak dalam dekapannya, sekaligus membuatku dan Donghae tak bisa menahan tawa karena keduanya.

Kuputuskan untuk mengajak Donghae dan Donghan makan malam dirumah setelah selama diperjalanan tadi kuceritakan tentang Yeonsa. Keduanya begitu bersemangat untuk segera memberikan selamat secara langsung pada Yeonsa seperti barusan.

“Maaf ya hanya makan malam sederhana” kataku sedikit tak enak hati pada Yeonsa karena aku hanya membeli beberapa makanan dan jajanan di supermarket tadi diantar Donghae sebelum sampai kerumah.

“Eonni, ini saja sudah lebih dari cukup untukku apalagi ditambah kehadiran dua orang spesial ini” balas Yeonsa sambil kembali memeluk Donghan yang sekarang sudah tak memberontak seperti tadi.

“Oh ya, ini ada sedikit hadiah untukmu” seru Donghae menyarukkan sebuah kantung kertas pada Yeonsa yang membuat kami salaing pandang heran.

“Huwaaa daebak” seru Yeonsa mengintip isi kantung tersebut. “Oppa, kau yang terbaik setelah namjachingu eonniku” tambahnya riang.

“남자친구? (Namjachingu?) Pacar?” tanya Donghae heran.

“Iya namjachingu, memang eonni tidak pernah memberitaumu?” jawab Yeonsa bingung.

“Kau kan tidak bertanya padaku jadi aku tidak memberitaumu” kataku menjelaskan. “Lagipula hubungan diantara kami juga tidak bisa disebut sebagai pasangan” lanjutku sebelum meamasukkan sepotong teokkbokie kedalam mulutku.

Cheonsa side end

 

 

Donghae side

 

Entah mengapa darahku terasa berdesir saat mendengar bahwa ia sudah memiliki kekasih. Dadaku terasa sedikit sesak dan perasaanku menjadi aneh seketika. Aku tidak mengerti kenapa tapi rasanya benar-benar mengganggu.

“Apakah paman yang waktu itu…”

“Yap benar sekali, pria yang tempo hari kau panggil paman itu namjachingu ajhumma mu ini” terang Yeonsa sebelum Donghan menyelesaikan ucapannya.

“Nugu?” pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulutku.

Yeonsa terlihat berpikir sejenak kemudian melirik kakaknya yang masih sibuk sendiri dengan makanan dihadapannya. Ia tampak seolah enggan bersuara, sementara aku dan Donghan tampak begitu was-was menantikan penjelasannya.

“Nugu?” tanyaku lagi tanpa sadar seolah mulutku ini bekerja diluar kontrolku.

“Paman itu yang kemarin malam muncul di TV, diacara yang sama dengan Teukie samcheon” seru Donghan yang tampak mengingat sesuatu. “Yang berdiri disamping samcheon” lanjutnya membuatku langsung teringat pada MC yang semalam berkolaborasi dengan (특이) Teukie hyung.

“Lee Jongsuk” kataku setengah tak percaya.

“Ye, Jongsuk oppa memang namjachingu Cheonsa eonni…” kata Yeonsa membenarkan.

“Tapi meskipun begitu tetap saja aku dan dia hanyalah orang asing dihadapan publik” sela Cheonsa yang kemudian bangkit menuju dapur. “Mungkin itulah resikonya menjalin hubungan dengan selebriti mengingat bahwa dia harus menjaga perasaan penggemar dan popularitasnya, aku yang hanya orang biasa dan bukan siapa-siapa ini mungkin bisa dibilang lucky fans” lanjutnya kembali duduk disebelahku dengan membawa empat kaleng soda.

Ia masih bisa tersenyum lebar padaku meski aku mengerti sekali bagaimana rasanya berada diposisinya. Aku jadi tidak tega melihatnya jadi kuputuskan untuk membahas hal lain.

“Lalu kapan kau akan mulai mengurus segala kebutuhan kuliahmu?” tanyaku segera pada Yeonsa yang segera gelagapan setelah mendengarkan curhatan kakak perempuannya.

“Eoh, mulai minggu depan… aku sudah mulai mengurusnya minggu depan oppa” jawabnya terbata.

“Yeonsa-ya, kau tidak melupakan janjimu kan?” tanya Cheonsa membuat Yeonsa lebih kelabakan lagi.

“Ah… itu… beri aku tiga hari lagi eonni… 제발 (Jebal) Please” jawabnya yang membuatku menatap Cheonsa yang kini sudah sibuk membersihkan mulut Donghan yang belepotan karena memakan (자장면) jajangmyeon.

“Dia selama ini bekerja paruh waktu di salah satu minimarket di dekat apartemenmu dan sesuai janjinya padaku jika ia lulus maka ia harus menyudahi pekerjaannya itu untuk fokus pada kuliahnya nanti” jelasnya membuatku tak percaya mendengarnya.

“Kau bekerja paruh waktu?” tanyaku kaget pada Yeonsa yang hanya bisa nyengir.

“Anak nakal ini selalu mengeluh ingin membantuku mencari uang, makanya dia ikut bekerja paruh waktu dari sepulang sekolah sampai jam sembilan malam” jawab Cheonsa sambil memukul bahu Yeonsa pelan.

“Seandainya kita bisa bertemu lebih awal…” gumamku sambil menghembuskan napas panjang.

“Memangnya kenapa kalau bertemu lebih awal?” tanya Cheonsa yang kini sedang menatapku penuh selidik.

“Yah, kalau kita bertemu… lebih awal… Yeonsa kan bisa bekerja di tempatku… Grill5Taco mungkin…” jawabku gugup karena ternyata jarak wajahnya jadi terlalu dekat denganku.

Membuatku sedikit harus mundur sebelum terkena serangan jantung, sebab saat ini jantungku seperti sedang bekerja sepuluh kali lipat dari biasanya. Napasku jadi terengah-engah karenanya atau mungkin saja wajahku sudah merah padam saat ini juga.

“Appa kenapa wajahnya jadi merah begitu?” tanya Donghan yang langsung memberikan jawaban dari pertanyaan yang kuajukan pada diriku sendiri dalam hati.

“Yeonsa-ya hidupkan kipasnya” seru Cheonsa pada adiknya yang segera menghidupkan kipas angin dan langsung dihadapkan padaku. “Kau pasti kepanasan, maaf ya dirumah kami tidak ada AC” katanya dengan sebuah senyuman yang semakin membuatku sesak napas saja.

Sadarlah Lee Donghae apa yang kau lakukan. Kenapa kau jadi seperti ini. Jangan bertingkah aneh dan mempermalukan dirimu sendiri, rutukku dalam hati.

Donghae side end

 

 

~ TBC ~

Part_2

Part_1

Categories: Uncategorized | Tinggalkan komentar

Kim Kibum Super Junior finished contract with SMEnt


I want to say don’t go but I could never be .. I’m glad you’re partnered with a good finish but I’m sad that you’re leaving us, Super Junior and ELF..

Aku ingin kau kembali dan tetap bersama kami T_T

Kim Kibum Instagram

Kim Kibum Instagram

Categories: Uncategorized | Tinggalkan komentar

“My Second Love is My Last Love” Part_2


Second Love Part_2 by. HaeGhie1815

Second Love Part_2 by. HaeGhie1815

_______________________________________________________

Cast : Han Cheonsa, Lee Donghae, Lee Jongsuk

Cast other : Super Junior member, Lee Family, Lee Donghan

_______________________________________________________

Part 2

 

Cheonsa side

“Kau… 이동해 (Lee Donghae)”

Pekikku keras saat kesadaranku sudah kembali dengan sempurna. Ia hanya menatapku bingung dan mungkin sedikit tak percaya.

“Apa yang kau… lakukan disini?” tanyaku gugup setengah bingung dan tak mengerti.

“Harusnya aku yang bertanya padamu 아가씨 (agashi) nona. Kau ini siapa? Dan kenapa kau bisa ada ditempatku bahkan kau tidur dikamar 내 아들 (nae adeul) putraku?” balasnya yang malah balik bertanya padaku, membuatku jadi ikutan bingung dibuatnya.

“뭐??? (Mwo???) Apa??? Putramu? 누구? (Nugu?) Siapa?” balasku kaget “Jadi… Donghan itu putramu?” lanjutku yang dijawab dengan anggukan mantapnya.

“Aiish bodohnya kau Han Cheonsa, kenapa baru sadar sekarang. Pantas saja wajahnya terasa tidak asing” gumamku sambil menangkupkan kedua tangaku kewajah. “Bodoh, bodoh, bodoh” rutukku masih berusaha menyembunyikan wajahku karena merasa sangat malu lebih kepada diri sendiri.

“Maaf agashi, apa kau masih berniat membiarkanku menahan beban tubuhmu seperti ini?” tanyanya yang langsung membuatku kembali tersadar bahwa ia masih dalam posisi menahan tubuhku (read, dalam dekapannya) yang tadi hampir saja terjatuh kelantai karena kecerobohanku.

“Oops… sorry” kataku kemudian segera bangkit dari kedua tangan kekarnya yang sedari menahan tubuhku.

Ia tampak mengurut lengannya sesaat dengan salah tingkah setelah melepaskanku.

“Memangnya aku seberat itu?” gumamku keki.

“예? (Ye?) Ya?” tanyanya.

“아, 아니요 (Ah, aniyo) Ah, tidak” jawabku cepat.

Pendengarannya ternyata sama baiknya seperti putranya, batinku.

“Hari ini kau benar-benar membuat appa sangat khawatir Han. Maafkan appa karena sudah terlambat datang menjemputmu” bisiknya pada Donghan yang sudah terlelap sambil membetulkan selimut yang dikenakan putranya. “Selamat malam, mimpi indah malaikat kecilku” lanjutnya kali ini diakhiri dengan sebuah kecupan ringan di pipi bocah laki-laki yamh tengah lelap itu.

Aigoo kenapa tiba-tiba aku ingin menangis, pikirku setelah melihat cara Donghae menunjukkan kasih sayangnya kepada Donghan tepat didepan mataku. Berhentilah bersikap berlebihan Han Cheonsa, rutukku dalam hati sambil memukul keningku sendiri agar kesadaranku segera kembali.

“Kau… sedang apa?” tanyanya sambil menatapku aneh.

“Ah, tidak. Aku baik-baik saja” jawabku buru-buru dengan salah tingkah karena ternyata dia melihat tingkahku yang mungkin memang terlihat aneh.

“Bisakah… kita bicara sebentar… diluar…” pintanya padaku yang langsung ku iyakan begitu saja.

***

Kuceritakan semua kejadian yang sudah terjadi pada kami, aku dan Donghan hari ini. Kuceritakan secara detail mulai dari saat Donghan melemparku dengan kaleng minuman yang ternyata ia lakukan karena sebal terlalu lama menunggu appanya yang tak kunjung dtaang untuk menjemputnya. Sampai cerita bagaimana aku bisa berada disini juga menemani Donghan hingga ia tertidur.

Donghae juga ikut menjelaskan betapa kacaunya ia sejak sore tadi hingga malam ini  karena tak menemukan Donghan disekolahnya. Ia juga menceritakan alasan keterlambatannya untuk menjemput putranya itu. Termasuk alasan mengapa ia baru pulang selarut ini.

Kupikir tadinya ayah Donghan adalah seorang pria yang sangat tidak bertanggung jawab atau mungkin pria ceroboh karena sudah membiarkan seorang bocah sendirian menunggui kepulangannya sampai larut malam. Tapi ternyata semuanya menjadi jelas kini, apalagi setelah ia tak mendapati Donghan disekolahnya, ia terus berkeliling kota untuk mencari Donghan. Ia khawatir putra pulang dengan berjalan kaki dan tersesat disuatu tempat atau bahkan terjadi hal buruk lainnya yang bisa saja menimpa putranya Donghan. Dan akhirnya ia harus merasa lega karena ternyata putranya sudah tiba dirumah dengan selamat dan tengah tertidur lelap.

“Oh ye 형 (hyung), ternyata Donghan sudah dirumah sejak sepulang sekolah… Seseorang membantu mengantarkannya… Ya… maaf sudah merepotkanmu hyung…”

“Aku sudah membuat banyak orang khawatir seharian ini karena membantuku mencari Donghan” katanya mencoba menjelaskan padaku yang masih duduk disofa dengan perasaan serba salah.

Bayangkan saja, bagaimana aku tidak akan merasa demikian jika yang berada dihadapanku saat ini seorang Lee Donghae. Seorang pria yang tidak bisa dikatakan pria biasa-biasa saja dengan statusnya. Statusnya sebagai seorang public figure. Pria yang begitu terkenal dinegeri ini dan hampir di seluruh dunia orang akan mengenalinya hanya dengan mendengar namanya disebut.

“Kalau begitu aku harus pamit sekarang” kataku segera beranjak dari dudukku.

“Ehmm, tapi ini sudah larut malam… sebaiknya… kau bermalam saja disini… kebetulan ada kamar kosong yang bisa kau gunakan… aku akan membereskannya untukmu…” tawarnya sopan.

“Tidak perlu aku tidak apa, aku tidak ingin merepotkanmu” tolakku bergegas menyambar tasku tapi kali ini ia menahanku dengan memegang pergelangan tanganku. Membuat tubuhku terasa membeku seketika.

Tubuhku seolah dialiri tegangan listrik yang mampu menghentakkan tubuhku. Kedua mataku bahkan tak dapat beralih begitu saja dari tangannya yang masih menyentuh tanganku. Hanya dengan sebuah sentuhan ringan seperti ini saja reaksinya sudah luar biasa. Kurasa aku sudah gila. Oh please Han Cheonsa, sadarkan dirimu segera dari perasaan aneh ini. rasanya seolah aku tengah bergelut dengan diriku sendiri karena perbuatan pria itu.

“Aku akan merasa tidak bertanggung jawab jika membiarkanmu pulang selarut ini. Menginaplah semalam saja setidaknya… untuk Donghan. Besok ia akan sangat marah padaku apabila aku membiarkanmu pulang begitu saja” pintanya padaku.

Kenapa anak dan ayah ini sama saja, sama-sama berhasil membuatku tidak bisa menolak permintaan mereka. Hatiku ini memang sangat lemah setiap kali ada yang merengek dan memohon dihadapanku. Rasanya terlalu sulit untuk menolak. Terlampau berat rasanya. Atau mungkin aku saja yang mulai tersihir karena sensasi aneh tadi.

“Ehmm baiklah…” akhirnya aku benar-benar mengabulkan permintaan pria ini. “Demi Donghan” tambahku yang langsung berhasil mengembalikan senyuman hangat itu di wajahnya yang kusadari jauh lebih tampan diusianya kini.

“Kalau begitu biar kusiapkan kamar untukmu…” katanya dengan semangat.

“Yak… tidak perlu… biar aku tidur dengan Donghan saja…” sergahku membuatnya menatapku bingung. “Aku… selalu takut jika tidur sendirian… aku… takut hantu” terangku yang langsung membuatnya menganggukkan kepala tanda bahwa ia mengerti.

Aku kembali berbaring ditempat tidur Donghan, kembali membiarkan tubuhku dipeluk erat oleh bocah kecil ini yang segera kubalas dengan pelukan yang tak kalah erat ditubuh mungilnya.

“Pantas saja aku merasa tak asing saat memperhatikan wajah tampan ini” gumamku sambil mengusap pipi Donghan gemas. “Kau benar-benar mirip seperti appamu. Berkat dirimu aku bisa bertemu dengannya. Dengan seorang Lee Donghae. Gomawo Lee Donghan” ku kecup kening Donghan sebelum memejamkan mata dan segera terlelap setelahnya dengan senyum yang tetap terkembang karena rasa bahagia yang sulit untuk kujelaskan saat ini.

Cheonsa side end

 

***

Donghae side 

Aku segera terjaga dari tidurku pagi ini, ketika mendengar suara gaduh yang berasal arah dapur. Aku segera berlari menuju dapurku dan mendapati gadis itu disana.

“Kau sedang apa?” tanyaku setelah mengingat kejadian semalam.

“Oh… kau sudah bangun rupanya. Selamat pagi, aku sedang membuat sarapan” jawabnya santai kemudian kembali menyibukkan diri dengan penggorengan dan peralatan lainnya yang entah apa itu.

“Kupikir rumahku kemasukan maling” celetukku asal yang langsung membuatnya terkekeh. “Nasi goreng semalam… apa kau yang membuatnya?” tanyaku saat teringat dengan seporsi nasi goreng yang semalam tergeletak dimeja makan.

“Hemm, kemarin Donghan bilang ia kelaparan jadi ku masakkan saja nasi goreng yang tidak butuh waktu lama untuk membuatnya agar aku bisa cepat pulang” jawabannya membuatku segera mengangkat kepalaku yang sedari tadi kuangsurkan diatas meja makan karena masih mengantuk.

“Maaf… sudah merepotkanmu…” sesalku.

“Tidak perlu minta maaf, toh aku tidak merasa direpotkan” balasnya yang sudah datang sambil membawa nampan berisi beberapa lauk dan mulai ia tata diatas meja. “Aku malah senang bisa bertemu dengan Donghan. Anak itu benar-benar unik” katanya yang membuat keningku berekerut.

“Unik?” tanyaku tak mengerti.

“Iya, dia sangat unik. Pertama kali bertemu dengannya, ia tampak begitu dingin dan kaku padaku tapi beberapa jam berikutnya dia jadi sangat ramah dan hangat terhadapku. Bahkan ia jadi sangat manja padaku” jawabnya dengan sumringah.

“Donghan memang selalu dingin dan kaku pada orang yang baru dikenalnya, butuh waktu lama baginya untuk bisa dekat dengan orang tersebut. Tapi sepertinya pengecualian untukmu” terangku. “Itu semua terjadi karena… sejak kecil ia sering diejek temannya… karena tidak memiliki eomma. Itulah yang menyebabkan ia jadi bersikap seperti itu” lanjutku sedih mengingat mendiang istriku.

“Maaf membuatmu harus mengingat mendiang istrimu, aku turut berduka cita (동해씨) Donghae-sshi” katanya tulus sambil menepuk bahuku.

“Terima kasih” balasku hendak menyentuh tangannya yang masih menepuk bahuku tapi terlambat karena ia segera kembali ke dapur sambil menggumamkan kata “Nasi” membuatku geli sendiri melihat tingkahnya yang lucu itu.

“Ajhumma…” seru Donghan yang baru saja keluar dari kamarnya dan segera berlari memeluk gadis itu membuatku kaget bukan main dengan tingkahnya yang memang tidak biasa bagiku.

“Kau sudah bangun rupanya. Bagaimana tidurmu semalam?” tanya gadis itu yang kini sudah berjongkok mensejajarkan tingginya dengan tinggi Donghan.

“Apa ajhumma menginap disini semalam? Apa ajhumma terus menemaniku semalam? Ajhumma tidak meninggalkanku kan?” tanya Donghan panjang lebar.

Kenapa anak itu mendadak jadi banyak bicara seperti ini, pikirku heran sembari memperhatikan keduanya yang terasa begitu dekat.

“Tentu saja, bagaimana aku bisa pergi jika kau terus memelukku dengan erat…” jawab gadis itu yang segera kaget bukan main begitu juga dengan diriku karena Donghan secara tiba-tiba mendaratkan bibir mungilnya di permukaan bibir Cheonsa.

“Morning kiss untuk ajhumma yang sudah menemani dan tidak meninggalkanku” seru Donghan riang sambil memeluknya erat untuk kesekian kalinya.

“Gomawo Donghan-ah” balasnya yang sepertinya sudah kembali rileks. “Sekarang kau cuci muka dulu terus kita sarapan, ok” lanjutnya sambil menggiring Donghan ke kamar mandi untuk mencuci muka. “Kau juga harus mencuci mukamu sebelum menyentuh makanan itu Donghae-sshi” serunya saat aku hampir berhasil memulai sarapanku yang harus segera kubatalkan dan berjalan dengan malas menuju ke kamar mandi, mengekor dibelakang mereka.

Sarapan pagi ini terasa berbeda dari biasanya. Kali ini terasa sangat ramai dan menyenangkan karena aku bisa mendengar celotehan Donghan yang tidak biasanya kudengar. Seperti bukan Donghanku yang biasanya, yang hanya akan duduk diam menikmati serealnya yang kusiapkan hampir disetiap pagi karena aku tidak sempat memasak untuknya.

“Donghan-ah, hari ini kau mau kemana?” tanyaku berusaha mencari perhatian Donghan yang kini lebih banyak ia berikan pada Cheonsa yang sedari sibuk menyuapinya.

“Memang appa tidak pergi kerja?” balasnya.

“Ani, inikan hari minggu. Berarti ini waktunya untuk appa menemanimu bermain seharian, sekarang katakan pada appa. Kemanapun kau mau pergi appa akan menemanimu” tawarku padanya yang masih tak mau beralih menatapku. Ia tampak seolah tak berminat sedikitpun untuk sekedar melirik kearahku. Donghanku terlalu fokus dengan gadis itu.

“씨러 (Shireo) Tidak mau, kalau begitu appa dirumah saja karena aku mau ikut ajhumma kerumahnya” tolak Donghan.

“Mwo?” pekikku dan Cheonsa secara bersamaan karena kaget mendengar ucapan Donghan yang tiba-tiba.

“Wae? Apa ajhumma tidak mau mengajakku kerumahmu? Ini kan hari minggu, semua orang dewasa pasti libur kerja kan. Aku hanya ingin bersama ajhumma hari ini” rengeknya membuatku dan Cheonsa saling lirik.

“Tapi…”

“Ah shireo, pokoknya aku cuma mau ikut ajhumma hari ini” sela Donghan membuat Cheonsa mendesah pasrah dan segera mengiyakan permintaan Donghan sehingga anak itu bisa kembali ceria.

***

“Nanti sore akan ku antarkan Donghan kembali kemari. Kalau begitu kami pergi dulu” pamit Cheonsa di ambang pintu dan segera mengejar Donghan yang sudah berlari mendahuluinya menuju lift.

“Aiish, aku melupakan sesuatu” pekikku segera berlari mengejar mereka yang untungnya masih belum pergi dan masih berdiri didepan.

“Ada apa?” tanya Cheonsa bingung mendapatiku yang berlari kearah mereka tanpa memakai alas kaki.

“Berapa nomor ponselmu?” tanyaku dengan napas yang terengah-engah.

“Ponselku mati” jawabnya polos.

“Ya kalau begitu cepat masukkan nomor ponselmu biar aku bisa dengan mudah menghubungimu nanti” kataku sambil mengulurkan ponselku tepat didepannya yang langsung diraihnya dan segera dikembalikan lagi padaku setelah ia selesai memberikan nomor ponselnya padaku. “Ah… terima kasih. Donghan-ah jangan nakal ya dan jangan merepotkan ajhumma” kataku lagi berusaha memperingatkan Donghan.

“Kami pergi dulu” pamit Cheonsa lagi saat pintu lift terbuka.

“Hati-hati dijalan” terus kulambaikan tanganku sampai pintu lift benar-benar tertutup.

Apartemen ini mendadak kembali terasa sunyi, karena hanya menyisakan aku seorang diri diakhir pekan ini. Akhir pekan selalu menjadi hari yang panjang dan akan sangat membosankan kalau kuhabiskan waktuku hanya dengan bermalas-malasan disini, pikirku. Sedetik kemudian aku segera bangkit dari atas sofa dan dengan gerakan secepat kilat aku berlari kedorm karena seingatku Eunhyuk juga sedang tak jadwal hari ini.

Donghae side end

 

Cheonsa side 

“Jadi bocah laki-laki ini anaknya kandung paman itu?” bisik Yeonsa masih tak percaya bahwa Donghan memang anak dari Donghae.

Setibanya dirumah Yeonsa langsung mengamuk habis-habisan padaku karena aku sudah berhasil membuatnya khawatir semalaman. Tapi setelah kujelaskan dengan baik duduk permasalahannya ia segera memaafkanku. Terlebih lagi karena ada Donghan yang ikut pulang bersamaku. Yeonsa tidak akan berani bersikap menakutkan didepan anak-anak karena itu berarti ia akan memberi contoh yang tidak baik pada bocah dibawah umur. Dan yang pasti itu bukan dia banget menurutnya.

“Eonni, apa kau sudah mengabari Jongsuk oppa?” tanyanya yang langsung mengembalikan ingatkanku pada pria itu.

Aku segera berlari menghampiri ponselku yang kini tergeletak diatas meja. Aku baru saja mengisi batrainya yang habis total semalaman. Mataku segera terbuka lebar saat mendapati 71 panggilan tak terjawab dan puluhan pesan masuk darinya. Aku benar-benar melupakannya karena bocah laki-laki bernama Lee Donghan ini, pikirku.

“Semalam dia datang kemari mencarimu. Wajahnya terlihat sangat panik karena ponselmu tidak bisa dihubungi. Kedatangannya membuatku jadi ikutan panik” ujar Yeonsa yang kini tengah sibuk menemani Donghan bermain dengan PSPnya.

“여보세요 (Yeoboseyo) Hallo …” sapaku dengan suara bergetar.

“Cheonsa-ya, kau kemana saja? Kenapa ponselmu tidak aktif? Kau pergi kemana semalam? Kenapa kau tidak pulang? Kau baik-baik saja kan?” rentetan pertanyaan darinya segera menyerbuku dengan nada panik bukan kepalang.

“미안 오빠 (Mian oppa) Maaf oppa, semalam ada sedikit masalah yang harus kuse…lesaikan” belum sempat kuselesaikan kalimatku sambungannya keburu terputus.

Tok~ Tok~ Tok~

Segera kulirik Yeonsa bingung saat pintu rumah kami diketuk sepagi ini.

“물라 (Moolla) Entahlah” jawab Yeonsa singkat dan kembali asik dengan kegiatan barunya bersama Donghan.

Aku segera bangkit dan berniat membukakan pintu dan…

“Oppa…” pekikku saking kagetnya karena Jongsuk langsung memelukku saat pintu terbuka.

“Untunglah kau baik-baiik saja. Aku hampir gila karena mengkhawatirkan kondisimu semalaman” katanya masih sambil memelukku protektif.

“오빠 걱정하지마, 나는 괜찮아 (Oppa geokjeonghajima, naneun ghwenchana) Oppa tidak perlu khawatir, aku baik-baik saja” balasku.

“Ajhumma” segera kudorong tubuh Jongsuk menjauh dariku saat kudengar suara Donghan dan tarikan dari tangan mungilnya diujung kaosku.

“Ini anak siapa?” tanya Jongsuk bingung.

“Tenang oppa, aku bisa jelaskan semuanya…” jawabku hati-hati.

Segera kusuruh Yeonsa mengajak Donghan membeli ice cream di toserba yang ada diujung jalan tak jauh dari tempat tinggal kami sementara aku berusaha menjelaskan pada Jongsuk mengenai kejadian yang kualami kemarin.

“Jadi anak ini, benar anaknya…”

“Iya oppa, aku tidak tega menolaknya yang berkeras ingin ikut kemari. Aku juga tidak bisa menolaknya untuk tinggal semalam dirumahnya, aku tidak akan mungkin meninggalkan anak umur lima tahun sendirian didalam rumah sementara tidak ada satupun orang dewasa disana yang bisa menjaganya. Kau percayakan padaku?” selaku mencoba meyakinkan Jongsuk bahwa aku memang tidak akan berbohong padanya.

“Eoh, baiklah aku percaya padamu. Kau memang gadis yang baik. Aku mengerti” katanya paham.

“Gomawo oppa” balasku dan bersiap diri saat ia mulai mendekatkan wajahnya kewajahku.

“Ajhumma…” seru Donghan yang muncul mendadak membuatku dan Jongsung langsung menjaga jarak dengan salah tingkah karena hampir saja tertangkap basah olehnya.

“Oops… mian (언니) eonni, oppa” kata Yeonsa yang langsung kuberi death glare.

“Jadi hari ini kau tidak bisa pergi?” tanya Jongsuk segera. Sebenarnya ia berniat mengajakku pergi kencan hari ini.

“Hemm, mian oppa. Lain kali saja kita pergi, aku tidak mungkin meninggalkan seorang bocah dengan bocah lainnya” jawabku membuat Yeonsa langsung mengerucutkan bibirnya dan Jongsuk segera tertawa lepas karenanya.

“Yasudah kalau begitu aku pulang dulu” pamitnya sambil mengacak poniku seperti biasa “Donghan-ah, ajhussi pulang dulu ya” pamitnya pada Donghan tapi bocah itu sama sekali tak mengindahkannya, ia justru mulai kembali menyibukkan diri dengan mainannya.

“Biar ku antar kau kedepan oppa” kataku tapi sedetik kemudian tangan kecil Donghan sudah menghentikanku, membuatku kembali menelan kekalahanku.

“Tidak perlu, kau temani Donghan saja karena sepertinya sekarang dia lebih membutuhkanmu” balas Jongsuk penuh pengertian.

“Baiklah, anyeong oppa” ucapku sambil melambaikan tanganku padanya yang segera menghilang dibalik pintu yang kembali tertutup.

“Hahaha, eonni sepertinya dewi fortuna sudah tidak lagi berpihak padamu” ledek Yeonsa yang langsung membuatku memeluknya dengan erat kemudian menggelitiki rubuhnya tanpa ampun membuatnya tertawa terpingkal-pingkal sedangkan Donghan tampak bahagia memperhatikan tingkah kami yang kekanak-kanakan ini.

Cheonsa side end

 

Donghae side

“Jadi kau membiarkan Donghan ikut dengan gadis itu? Apa kau tidak merasa khawatir pada Donghan mengingat kalian baru mengenalnya hanya dalam hitungan jam?” tanya (은혁) Eunhyuk panik.

“Tidak karena kurasa dia memang gadis yang baik. Buktinya Donghan langsung menyukainya dan bahkan terlihat sangat nyamannya. Ia tampak seperti bukan Donghanku yang biasanya” jawabku sambil mengingat kejadian pagi tadi saat Donghan tiba-tiba memberikan morning kiss kepada Cheonsa.

“Penampilan bisa saja menipu Hae. Bisa saja gadis itu sengaja mendekati Donghan hanya sekedar untuk mencari keuntungan darimu” katanya kali ini  berusaha lebih meyakinkanku.

“Aku yakin dia gadis yang baik. Dia tidak mungkin melakukan itu karena dari yang kulihat, dia memang bersungguh-sungguh dan tulus pada Donghan. Jadi rasanya mustahil kalau ia akan berbuat sesuatu seperti yang kau pikirkan. Berhentilah berpikir yang tidak-tidak tentang orang lain. Kau terlalu banyak menonton televisi belakangan ini sehingga menimbulkan efek yang tidak baik terhadap otakmu. Aku memang belum begitu mengenalnya tapi aku yakin ia gadis yang baik” ujarku yakin.

“Baiklah, setidaknya aku sudah memperingatkanmu untuk lebih berhati-hati padanya. Kalau sampai terjadi sesuatu jangan libatkan aku ya” ancamnya yang justru terdengar lucu ditelingaku.

“Kau tidak sedang cemburu padakukan?” ledekku segera memeluknya manja.

“Menjijikkan” cibir Kyuhyun yang baru saja melintas didekat kami membuat Eunhyuk segera meloloskan diri.

***

Aku segera berlari kearah pintu depan setelah mendengar suara pintu yang terbuka. Donghan segera berlari masuk diikuti Cheonsa dibelakangnya. Kedua tangannya sudah depenuhi dengan kantung-kantung belanjaan.

“Donghan-ah, kau tidak menyapa appa?” tanyaku bingung saat Donghan masuk sambil mengacuhkanku dan langsung berlari menuju dapur kemudian duduk dikursi yang biasa ditempatinya dimeja makan.

“Eoh, apa ini gadis yang kau ceritakan itu?” tanya Eunhyuk yang sudah ikut bergabung dengan Donghan dimeja makan.

“안녕 하세요 (Annyeong haseyo) Eunhyuk-sshi” sapanya sopan pada Eunhyuk yang saat ini sudah menatapnya tanpa berkedip sedikitpun seolah tersihir.

“Kau mengatakan padaku untuk berhati-hati tapi kenapa sekarang justru matamu sampai tak berkedip menatapnya” bisikku pada Eunhyuk yang langsung mendorong wajahku menjauh dan menyambar kantung-kantung belanjaan dari tangan gadis itu tanpa memperdulikan keterkejutannya.

“Donghae-sshi, aku minta maaf karena lagi-lagi aku menggunakan dapurmu. Donghan minta dibuatkan spaghetti” kata Cheonsa yang sudah mulai memasang celemek ditubuhnya.

“Tidak perlu minta maaf, kau boleh menggunakan dapur ini sesuka hatimu karena aku juga jarang menggunakannya” balasku.

“Wajar saja kau jarang menggunakannya, kau kan tidak bisa memasak dengan benar hyung” seru (규현) Kyuhyun yang selalu saja muncul tanpa diundang, ia ikut bergabung dengan kami di meja makan.

“Eoh annyeong haseyo, Kyuhyun-sshi” sapa Cheonsa tak kalah ramah saat ia menyadari kehadiran Kyuhyun.

“Annyeong” balas Kyu dengan wajah ramahnya yang tak biasa kudapati.

“Kalian ini semakin berumur semakin genit ya” cibirku yang kutujukan pada kedua perjaka tua dihadapanku ini yang sama sekali tak berniat menanggapiku.

Kini kami berempat sudah menyibukkan sepasang mata kami untuk memperhatikan Cheonsa yang sudah mulai sibuk dengan masakannya. Mata kami seolah benar-benar tersihir oleh setiap gerakannya.

“Hyung, dimana kau menemukan malaikat secantik ini?” bisik Kyu padaku.

“Samcheon” seru Donghan yang mendengar perkataan Kyuhyun.

“아라 (Ara) Ok…” balas Kyu mengerti sebelum terkena amukan dari Donghan yang sudah bersedekap.

Sekarang aku baru menyadari dari mana sifat bossy yang dimiliki Donghan, ternyata sifat itu diturunkan oleh (동생) dongsaeng evilku sendiri. Dan ia harus menerima resikonya setiap kali harus berhadapan dengan Donghan yang tidak akan pernah mau mengalah padanya barang sedetik saja.

“Donghan-ah, seleramu memang hebat” puji Eunhyuk yang mendapatkan smirk dari Donghan.

“Kenapa kalian semua menularkan sifat buruk kalian pada putraku” keluhku sembari mengurut keningku yang mulai berdenyut tak habis pikir karena mereka benar-benar menularkan berbagai macam sifat buruknya tanpa sepengetahuanku.

Dua puluh menit kurang lebihnya kami memanjakan mata kami dengan memperhatikan Cheonsa yang terus asik memasak didapur. Bahkan perut yang tadinya terasa lapar jadi kenyang seketika hanya karena senyuman yang sesekali ditujukannya kepada kami. Ah bukan, maksudku kepada Donghan.

“Eum, bisakah kalian membantuku…” katanya yang terlihat kesulitan membawa beberapa piring membuatku segera bangkit dari dudukku mendahului Eunhyuk dan Kyuhyun yang sudah setengah beranjak dari kursinya.

Langsung kuambil alih dua piring berisi spaghetti buatannya sedangkan dua piring lainnya sudah dibawanya sendiri.

“Ini untuk Donghan dan yang ini untuk…”

“Untukku, kalian yang ini saja” sergahku segera meletakkan kedua piring yang kubawa tadi dihadapan Eunhyuk dan Kyuhyun yang langsung menatapku dengan kesal. “Gomawoyo Cheonsa-sshi” ucapku segera menerima jatah makan malamku yang masih dipegangnya dengan bingung.

“Ajhumma…” panggil Donghan segera membuatnya berhenti menatapku. “Suapin” rengeknya manja membuat kami bertiga segera saling pandang dengan bingung melihat tingkah Donghan yang tidak seperti biasanya.

“Hyung, sejak kapan Donghan jadi semanja ini?” tanya Kyu bingung.

“Entahlah, seingatku tadi pagi saat sarapan juga dia minta disuapi seperti itu” jawabku heran.

“Donghan-ah, bukankah biasanya kau selalu makan sendiri tanpa disuapi?” tanya Eunhyuk penasaran.

“Mwo? Apa kalian selalu membiarkan Donghan makan sendiri?” tanya Cheonsa seolah tak habis pikir membuat kami mengangguk kompak. “Anak seumur Donghan seharusnya lebih diperhatikan soal makannya, jika ia dibiarkan makan sendiri aku bisa jamin Donghan tidak akan pernah menghabiskan makanannya dengan baik. Pasti Donghan akan menyisakan makanannya setiap kali ia makan” lanjutnya yang setelah dipikir-pikir memang ada benarnya.

Donghan memang tidak pernah menghabiskan makanannya. Ia selalu menyisakan makanannya dan segera menyudahinya entah karena apa. Membuatku selalu berpikir bahwa mungkin ia sudah merasa kenyang.

“Harusnya kalian lebih memperhatikannya dengan baik, asupan makanannya itu penting untuk tumbuh kembangnya” omelnya yang membuat kami bertiga tertunduk malu terutama aku yang tidak pernah berpikir sampai sejauh itu tentang Donghan.

“Huwaaa Cheonsa-sshi spaghetti buatanmu benar-benar enak” seru Kyuhyun yang kurasa sedang berusaha mengalihkan perhatian.

“Kau sangat pandai memasak” kata Eunhyuk menambahi sambil mengangkat kedua ibu jarinya membuat gadis segera tersenyum senang.

“Baguslah kalau kalian suka” balasnya dan kembali sibuk menyuapi Donghan lagi.

“Kau sendiri tidak makan?” tanyaku yang sadar kalau hanya ada empat piring yang ia siapkan.

“Aku tidak lapar” jawabnya yang kubalas dengan oh panjang.

***

“Donghan-ah, ajhumma pulang dulu ya” pamitnya yang kini sudah berdiri didepan pintu sambil mengenakan sepatunya. “Lain kali ajhumma pasti akan kemari lagi untuk menemanimu” lanjutnya karena Donghan tak bereaksi ditempatnya.

“Kau yakin tidak mau diantar?” tanya Eunhyuk karena sedari tadi Cheonsa menolak untuk diantarkan pulang.

“Tidak perlu, aku tidak ingin merepotkan kalian. Lagipula rumahku dekat dari sini, mungkin sekitar 10 menit dengan berjalan kaki” jawabnya santai.

“Baiklah kalau begitu” balas Eunhyuk yang tampak kecewa karena rencanya tak berjalan lancar.

“Annyeong Lee Donghan” pamit Cheonsa.

“Ajhumma…” panggil Donghan segera berlari menghampiri Cheonsa dan memeluknya.

“Wae?” tanyanya.

“Ajhumma pasti kesini lagi kan?” balas Donghan sambil mendongakkan kepalanya menatap Cheonsa yang masih membiarkan pinggangnya dipeluk erat.

“Eoh, kapanpun Donghan mau ajhumma pasti akan datang. Kalau perlu Donghan yang datang kerumah ajhumma. Kau masih ingatkan jalan menuju kesana kan?” katanya membuat Donghan menganggukkan kepalanya.

“Janji ya?” kini Donghan sudah mengajukan jari kelingkingnya yang segera disambut oleh Cheonsa yang mengaitkan kelingking mereka satu sama lain membuat Donghan tersenyum senang.

“Janji. Kalau begitu ajhumma pulang dulu. Annyeong…” pamitnya lagi sambil mengecup pipi Donghan sebelum ia berlalu pergi.

“Huwaaa Lee Donghan, kau benar-benar beruntung bisa mendapatkan ciuman dari wanita secantik itu secara cuma-cuma” seru Eunhyuk pada Donghan yang masih terdiam ditempatnya berdiri.

“Wow, ternyata keponakanku ini tidak jauh beda dengan appanya” sindir Kyuhyun yang segera kuhadiahi pukulan dikepalanya.

Donghae side end

 

 

~ TBC ~

Part_1

Categories: Uncategorized | 1 Komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

S P I C Z Y

Wlcome to my Alter Ego...

Elfishy Siwonnie World

This Blog is dedicate to My Beloved Boys, Donghae & Siwon

My World Fanfic

Just My Fanfiction!!

Aprilia SapphireBlue World's

FICTION WORLD WITH MY IMAGINATION....

Sweet Caramel

My Sweety

Choniegyu Fan Fiction

Dedicate To Our Evil Magnae "Our Gyuhyun"

KPDK Fanfiction

Just For Fanfiction

The Story About Love

Love don’t cost a thing; except a lot of tears, a broken heart, and wasted years.

SpeciAll Sapphire Blue

All About Super Junior -SpeciAll-

My Room

Tempat kami berbagi imaginasi melalui fanfiction

FFindo

FanFic For Friends

Voldemort's Porch

Spoiled rich and a total bitch.

VJ Heru

Penulis humor yang kurang pamor.

Dazzlesme

Let it flow with your talent

Catatan Kika

Sebuah Catatan Kecil Dari Orang Yang Ingin Besar

== HaeLien ==

Planet for Lee Donghae the Alien

elf501

My World is Korean Pop

Superjunior Fanfiction 2010

All about fanfictions with Super Junior as the main characters!

Korean Chingu

Like Korea Love Indonesia ^^